Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pembersihan Terduga Anggota PKI adalah Pelanggaran HAM Berat
Oleh : Redaksi/The Jakarta Post
Selasa | 24-07-2012 | 11:21 WIB

JAKARTA, batamtoday - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan proses penuntutan sistematis terhadap para terduga anggota Partai Komunis Indonesia pasca-kegagalan kudeta di tahun 1965 adalah pelanggaran HAM berat.


Seperti dikutip The Jakarta Post pada Senin (23/7/2012) kemarin, Komnas HAM juga mendesak para pejabat militer yang terlibat dalam operasi pembersihan itu agar dibawa ke pengadilan.

Nur Kholis, kepala tim investigasi pada kudeta 1965, mengatakan bahwa pejabat negara di bawah Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang dipimpin oleh mantan Presiden Soeharto di tahun 1965-1967, dan antara 1977 dan 1978, harus dibawa ke pengadilan untuk berbagai kejahatan, termasuk pemerkosaan massal, penyiksaan dan pembunuhan.

Nur Kholis mengatakan bahwa timnya telah menyerahkan laporan 850-halaman ke Kejaksaan Agung (Kejagung). 

"Kami berharap bahwa Kejaksaan akan menindaklanjuti laporan itu," katanya.

Selama lebih dari tiga tahun penyelidikan, tim telah mengumpulkan kesaksian dari 349 saksi.

"Banyak korban tidak ada hubungannya dengan partai komunis atau bawahannya. Para pejabat militer membuatnya terlihat seperti orang-orang terkait dengan partai, "katanya.

Setelah peristiwa 30 September 1965, ribuan orang, diperkirakan sebanyak 500.000, yang dicurigai sebagai anggota PKI terbunuh. Selain itu, masih banyak lagi yang dipenjara selama bertahun-tahun tanpa dakwaan.

Diskriminasi terhadap orang yang terkait dengan PKI terus dengan pemerintah melarang mereka dari menjadi pegawai negeri, perwira militer, guru atau ulama. Mantan anggota PKI juga dipersulit untuk mendapatkan pekerjaan sehubungan dengan status mantan tahanan politik pada kartu identitas (KTP) mereka.

Pada tahun 2004, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa mantan anggota PKI diizinkan untuk ikut dalam pemilihan umum. Dua tahun kemudian, pemerintah dihapus label mantan tahanan tahanan politik dari kartu identitas.

Nur Kholis mengatakan bahwa tim investigasi yang dipimpinnya menuntut pemerintah mengeluarkan permintaan maaf resmi kepada korban dan keluarga mereka. Permintaan maaf harus diikuti dengan rehabilitasi, perbaikan dan kompensasi.