Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO Mulai Membuahkan Hasil
Oleh : Opini
Rabu | 04-05-2022 | 13:12 WIB
A-minyak-goreng.jpg Honda-Batam
Ilusrtasi minyak goreng. (Foto: Ist)

Oleh Ismail

PEMERINTAH melarang ekspor CPO (Crude Palm Oil) dan kebijakan ini mulai menunjukkan hasil. Salah satu indikator tersebut tercermin dari penurunan harga minyak di beberapa daerah di Indonesia.

Naiknya harga minyak dunia membuat pemerintah membuat penyesuaian pada harga minyak goreng. Namun pemerintah berusaha keras untuk kembali menstabilkan harganya, karena minyak adalah bahan dasar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Salah satu caranya adalah dengan melarang ekspor minyak goreng dan CPO, dan masyarakat jelas mendukung kebijakan ini karena kebutuhan di dalam negeri makin banyak.

Setelah ada larangan ekspor maka muncul hasil positif. Harga minyak goreng premium di pasaran berangsur-angsur turun. Jika dulu harganya mencapai 50.000 per kemasan 2 liter, maka saat ini turun jadi 45.000-46.000 per kemasan 2 liter. Bahkan ada supermarket yang berani promosi dengan membandrol minyak dengan harga hanya 41.000 rupiah per 2 liter.

Presiden Jokowi meminta kesadaran industri minyak sawit untuk memprioritaskan dan mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ia meyakini dengan kapasitas produksi yang ada, kebutuhan minyak goreng dalam negeri dapat dengan mudah tercukupi.

Dalam artian, strategi yang diambil oleh Presiden Jokowi amat tepat. Ketika minyak dan CPO dilarang dijual di luar negeri maka distributor menyalurkannya ke pasaran dalam negeri.

Sesuai dengan hukum ekonomi maka makin banyak persediaan suatu barang maka harganya makin murah. Otomatis ada efek domino positif dan akhirnya harga minyak goreng bisa turun.

Produsen minyak goreng dan para pedagangnya juga wajib memahami bahwa kebijakan pelarangan ekspor bukan karena pemerintah ingin melarang mereka untuk mendapatkan keuntungan.

Namun larangan ini hadir untuk menstabilkan harga minyak goreng di dalam negeri. Lagipula stok minyak goreng masih bisa dijual ke pasar dalam negeri sehingga para eksportir dan produsen tidak rugi.

Turunnya harga minyak goreng tentu disambut gembira oleh masyarakat, terutama dari kalangan menengah ke bawah. Mereka akhirnya bisa membeli minyak goreng kemasan premium dengan harga yang lebih terjangkau. Ketika harga minyak goreng turun maka pasti menghemat uang belanja. Apalagi di masa pandemi, kondisi keuangan rakyat belum terlalu stabil.

Masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang makanan juga senang ketika harga minyak turun. Mereka lega karena bisa mengambil keuntungan seperti biasa dan tidak usah menaikkan harga jual.

Penyebabnya karena harga minyak goreng turun sehingga bisa menekan ongkos produksi. Mereka bisa membeli minyak kemasan premium yang kualitasnya lebih baik daripada curah dan menghasilkan makanan enak.

Ketika harga minyak goreng turun maka hal ini membuktikan bahwa pemerintah masih pro rakyat. Tidak usah protes sampai berdemo dan merugikan orang lain karena menimbulkan kemacetan. Pemerintah tetap bekerja keras dan berupaya agar harga minyak turun, dan caranya adalah dengan melarang ekspor CPO.

Pemerintah benar-benar menepati janjinya untuk menurunkan harga minyak. Bukannya tidak mungkin jika nanti harganya akan turun lagi ketika harga minyak dunia juga turun.

Bahkan sebelumnya, sempat ada kenaikan karena memang harga minyak dunia naik menjadi 130 dollar per barrel. Semua pihak pun berharap agar situasi di Eropa Timur stabil sehingga harga minyak dunia turun.

Kebijakan pelarangan CPO diyakini mulai membuahkan hasil seiring adanya penurunan harga minyak goreng kemasan. Publik pun diminta untuk bersabar mengingat penyesuaian harga keseimbangan baru membutuhkan proses yang tidak sebentar.*

Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini Jakarta