Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BP Migas targetkan produksi gas CBM 1 MMscfd
Oleh : Andri Arianto
Rabu | 16-02-2011 | 15:03 WIB

Batam, batamtoday - Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) menargetkan produksi gas CBM sebesar 1 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) untuk kelistrikan bisa terealisasi pada kuartal kedua tahun ini.

Produksi gas pertama metana batu bara yang setara dengan daya listrik sebesar 2,5 MW berasal dari wilayah kerja (WK) West Sangatta I, Kalimantan Timur dengan operator West Sangatta CBM Ltd.

Deputi Pengendalian Operasi BP Migas Budi Indianto mengatakan West Sangatta telah menyelesaikan pemboran tiga sumur pada 2010 dan sejak akhir Januari 2011 juga dilakukan pemboran empat sumur lain.

“Kami menargetkan pada Mei tahun ini bisa dihasilkan gas sebesar 1 MMscfd atau setara dengan 2,5  megawatt listrik,” kata Budi melalui keterangan pers, Rabu 16 Februari 2011.

Menurut dia, pihaknya secara paralel akan melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di sekitar wilayah produksi untuk rencana penjualan gas tersebut.

Budi mengungkapkan sejak dikembangkan pada 2008, kegiatan eksplorasi CBM terus mengalami perkembangan yang cukup baik. Pada tahun ini, jelas dia, ditargetkan ada lima kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) pemilik wilayah kerja CBM yang akan memulai produksi gasnya.

Gas metana batu bara itu, lanjut dia, selain berasal dari West Sangatta, juga ada kontraktor lain, yakni WK CBM Sekayu oleh Medco Energy International, Tanjung Enim oleh Arrow PTE, Barito Banjar oleh Indobarambai, dan Sanga-Sanga oleh VICO.

Dia mengatakan total produksi dari 5 WK CBM itu mencapai sekitar 5,5 MMscfd atau listrik yang dihasilkan setara dengan 13,75 MW. Nantinya, jelas dia, gas yang dihasilkan dari CBM tersebut diproyeksikan menjadi listrik yang akan digunakan oleh konsumen di sekitar daerah operasi.

“Masing-masing produksi direncanakan 1 MMscfd, kecuali Sanga-Sanga yang produksinya 1,5 MMscfd. Selain West Sangatta, mereka mulai produksi pada kuartal ketiga hingga akhir 2011,” tutur Budi.

Di sisi lain, Kepala Divisi Penunjang Operasi BP Migas Sinang Bulawan mengungkapkan hingga kini masih ditemui sejumlah kendala operasional untuk mengembangkan potensi CBM yang relatif baru di Indonesia.

Selain masalah teknis operasi seperti keterbatasan rig khusus CBM, kata dia, kendala perizinan dan administrasi juga masih menghambat kegiatan di lapangan, seperti pembebasan dan tumpang tindih lahan dengan wilayah kerja batu bara, kehutanan, perkebunan, dan lahan masyarakat.

Apalagi, imbuh dia, belum adanya baku mutu limbah air khusus kegiatan CBM, serta belum adanya klasifikasi studi lingkungan, seperti analisis dampak lingkungan (Amdal) dan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan (UKL-UPL), tentunya juga menjadi kendala pengembangan CBM.

“Padahal, persetujuan Amdal atau UKL-UPL menjadi dasar dikeluarkannya perizinan kegiatan di lapangan. Belum lagi, kepastian pembeli atas ketersediaan gas yang berkesinambungan serta kesiapan sarana dan prasarana kelistrikan, seperti pembangkit dan jaringan listrik, juga menjadi permasalahan tersendiri,” kata Sinang.

Menurut dia, untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diperlukan kerja sama yang erat antara sesama operator CBM maupun dengan instansi terkait lainnya, sehingga diperoleh kesamaan persepsi untuk mendapatkan solusi operasional.

Sekadar informasi, potensi CBM Indonesia termasuk 5 terbesar di dunia, dengan sumber daya mencapai 453,3 trilliun kaki kubik (TCF) yang tersebar di 11 cekungan. Setelah memiliki 23 WK CBM, pada tahun ini, pemerintah berencana menawarkan 13 WK CBM baru.

Sesuai rencana kerja pemerintah, produksi CBM diharapkan dapat mencapai 500 MMscfd pada 2015, naik menjadi 1.000 MMscfd pada 2020, dan naik lagi menjadi 1.500 MMscfd pada 2025.