Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jimly Asshiddiqie Minta Wacana Penundaan Pemilu 2024 Dihentikan, karena Menyesatkan
Oleh : Irawan
Selasa | 29-03-2022 | 09:56 WIB
jimly_asshidqie_b.jpg Honda-Batam
Anggota DPD RI asal DKI Jakarta yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota DPD RI asal DKI Jakarta yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie meminta agar semua pihak menghentikan wacana penundaan Pemilu 2024 dan pemikiran presiden tiga periode karena isu itu menyesatkan.

Jimly mengaku heran dengan isu itu karena telah membuat gaduh masyarakat. Padahal, banyak isu lain yang lebih penting yang harus diwacanaan saat ini.

"Saya mencurigai isu perpanjangan masa jabatan presiden ini hoaks. Ide penundaan pemilu tidak mungkin, tidak boleh, dan tidak akan karena sudah terkonfirmasi dalam konstitusi terkait masa jabatan presiden," ujarnya dalam acara Dialog Kenegaraan bertajuk 'Penundaan Pemilu, Kemunduran atau Terobosan Demokrasi' sekaligus peluncuran buku LP3ES berjudul 'Kemunduran Demokrasi dan Resiliensi Masyarakat Sipil'di Gedung Parlemen, Senin (28/3/2022).

Menurut anggota DPD RI itu, ketentuan tiga periode tidak pernah ada dalam peraturan perundang-undangan di republik ini. Karena itulah dia yakin wacana itu tidak mungkin terwujud meski telah diusulkan oleh sejumlah partai politik.

Meskipun berbagai ahli, eksekutif, dan legislatif berbicara, tetap hakim yang menentukan mengenai aturan tersebut.

Dia kemudian memberi contoh ketika Presiden keempat Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur mengeluarkan Dekrit Presiden.

Dekrit itu merupakan Maklumat Presiden Republik Indonesia pada 23 Juli 2001. Isi dari maklumat ini adalah membekukan MPR dan DPR, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, dan membekukan Partai Golkar.

"Seperti Gus Dur saat mengeluarkan Dekrit Presiden membubarkan DPR, tapi ketika dibawa ke Mahkamah Agung itu salah, melanggar hukum.

Atas dasar itu dia diberhentikan oleh DPR," ujar Jimly. Dia pun menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menolak usulan tersebut.

Lebih jauh Jimly mengatakan munculnya wacana presiden tiga periode tidak terlepas dari karakter partai politik yang feodalis.

Selain itu partai politk juga bermain pada wacana itu dengan tujuan untuk mendongkrak perolehan suara pada Pemilu 2024.

"Maka dari itu isu tunda pemilu dan presiden tiga periode hentikan saja," ujarnya menegaskan.

Karena itu, kata Jimly, perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu, tidak mungkin terjadi. Jimly beralasan, gagasan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi. Terlebih, pembatasan kekuasaan merupakan ide pertama dari amanat reformasi.

"Sejak 3-4 bulan yang lalu, itu saya sudah ngomong. Ini ide perpanjangan masa jabatan, penundaan pemilu, tidak boleh terjadi, tidak mungkin terjadi, dan tidak akan terjadi. Saya dengan optimis berpendapat demikian. Karena amanat reformasi konstitusi kita, ide pertamanya adalah pembatasan kekuasaan," katanya.

Pakar hukum tata negara itu menjelaskan, dalam pasal 7 di perubahan pertama dijelaskan bahwa Presiden memegang jabatannya untuk lima tahun dan dapat dipilih dalam jabatan itu.

"Ada kata 'hanya.' Kata itu begitu diperdebatkan di MPR. Itu serius, 'hanya untuk satu kali masa jabatan.' Dan itulah amanat reformasi konstitusi kita. Maka tidak boleh dikhianati. Presiden pun sudah bersumpah dengan konstitusi yang membatasi itu. Nah, pasa 22 e tegas lagi, jelas pemilihan umum, lima tahun sekali," papar dia.

"Jadi, kita akan melanggar amanat konstitusi baik pasal 7 maupun 22 e ayat 1 UUD, maupun sumpah jabatan pasal 9 ayat 1. Dan lebih dari itu, itulah cita-citanya reformasi memperbaiki sistem politik. Karena Indonesia ini kalau sistem politiknya tidak dibenahi, apa yang akan menentukan budaya," lanjut dia.

Editor: Surya