Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemindahan IKN Momentum Kebangkitan Daerah Tertinggal
Oleh : Opini
Senin | 14-02-2022 | 08:36 WIB
A-IBUKOTA-BARU-NUSANTARA8.jpg Honda-Batam
Disain Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Kalimantan Timur. (Foto: Ist)

Oleh Abdul Kadir

MEMBANGUN dari pinggiran adalah salah satu program yang menjadi andalan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Dengan adanya momentum Pemindahan Ibu Kota Negara maka diharapkan menjadi pintu masuk untuk membangun daerah yang tertinggal.

Mencuatnya berbagai kritik terkait dengan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara Kalimantan Timur dinilai kurang proporsional karena hanya dilihat dari sudut pandang yang sempit yaitu hanya dari sisi ekonomi, terutama kebutuhan anggaran. Padahal, IKN bukan sekadar memindahkan gedung pemerintah dan para pegawainya, tetapi juga pada kepentingan nasional.

Selama ini hampir tidak ada pembangunan di wilayah tertinggal, tetapi ditumpuk di Jakarta yang sudah sesak dan tidak layak untuk menjadi ibu kota. Pengamat Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Ma'ruf, mengatakan bahwa pemindahan IKN memiliki aspek multidimensi bagi pemerataan ekonomi, geopolitik dan pertahanan keamanan negara, dan juga soal keamanan dari bencana alam.

Ma'ruf mengatakan bahwa kita harus berpikir untuk seluruh Nusantara. Indonesia itu termasuk Kalimantan dan Papua Juga. Banyak orang tidak memahami wawasan nusantara, pikirannya tidak jernih, melakukan kritik yang tidak bermanfaat seperti membuat perpecahan.

Tentu saja membangun ibu kota baru di daerah tertinggal, lebih penting daripada uang negara dikorupsi seperti bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI).

Pemindahan IKN itu memberi rezeki kepada penduduk setempat yang selama ini dalam kekurangan. Kini, jalan raya di sekitar kawasan inti pusat pemerintahan IKN sudah mulus. Waktu tempuh mereka ke kota besar lainnya seperti Balikpapan, menjadi lebih singkat. Apalagi jika jalan tembus ke IKN melalui jembatan pulau Balang.

Sementara itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo menilai pembangunan Ibu Kota Negara baru akan menjadi alat yang signifikan dalam meningkatkan aktivitas perekonomian.

Eko berharap, dengan adanya ibukota baru ini, percepatan pembangunan daerah-daerah perbatasan dapat terlaksana. Baginya hal ini merupakan sebuah tindakan bagus untuk pemerataan pembangunan.

Sehingga diharapkan daerah-daerah sekitar juga bisa terkeda dampak positif secara ekonomi dengan adanya ibukota baru.

Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa mengatakan, Presiden Jokowi menginginkan bentuk Istana mencerminkan khas Indonesia. Saat ini bentuk Istana Kepresidenan bagik di Jakarta ataupun Cipanas identik dengan gaya rokoko. Dimana gaya tersebut merupakan gaya arsitektur peninggalan Belanda.

Suharso menututkan, bahwa Jokowi memiliki keinginan agar ibu kota negara di Kalimantan Timur tersebut nantinya bisa menjadi ibu kota terbaik di dunia. Karena itu, proses pembangunan ibu kota baru harus cermat dan kreatif.

Untuk mendukung pembangunan Ibu Kota Baru, pemerintah sendiri akan membentuk badan otorita. Pembentukan badan ini merujuk pada Peraturan Presiden atau Perpres.

Menteri PPN Bambang Brodjonegoro mengatakan proyeksi dibuat dengan mendasarkan pada nilai proyek pengembangan ibu kota baru dengan daya serap tenaga kerja yang diciptakan. Pihaknya telah menghitung proyek senilai Rp 1 Triliun dalam pengembangan ibu kota baru akan mampu menyerap 14 ribu tenaga kerja.

Sementara itu, proyeksi awal pemerintah, nilai investasi proyek konstruksi yang akan dikerjakan mencapai ratusan triliun. Ia menyatakan pembangunan di kawasan ibu kota baru tidak hanya akan dilakukan oleh pemerintah, tapi juga dengan swasta. Salah satu skema yang akan digunakan yaitu kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Bambang memperkirakan beberapa sektor investasi di Kaltim yang akan menjadi prrimadona bagi investor, yakni konstruksi kesehatan, restoran, pendidikan, semen, perdagangan, pertambangan, jasa, transportasi, hotel, keuangan, komunikasi hingga perikanan.

Penyerapan tenaga kerja ini tentu saja akan membangun daerah-daerah tertinggal yang berdampak pada berkurangnya jumlah pengangguran di sekitar wilayah IKN. Apalagi pemerintah telah memastikan akan membuka peluang kerja maupun partisipasi bagi masyarakat dalam pembangunan ini. Hal tersebut tentu membutuhkan sinergitas antara pemerintah, swasta dan warga lokal.

Pemindahan ibu kota tentu saja menjadi momentum untuk membangun daerah, pembangunan infrastruktur di IKN akan berdampak pada terserapnya tenaga kerja. Keterlibatan masyarakat lokal di sekitar Ibu Kota Negara tentu saja akan memberdayakan masyarakat dan turut serta dalam membangun daerah tertinggal.*

Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini Jakarta