Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kisah Pecut Sakti Jenghis Khan
Oleh : Opini
Kamis | 06-01-2022 | 16:04 WIB
A-TEGUH-PATUNG-JENGIS.jpg Honda-Batam
Wartawan senior, Teguh Santosa. (Foto: Ist)

Teguh Santosa

PATUNG Jenghis Khan itu gagah. Menjulang setinggi 40 meter di bukit Tsonjin Boldog, sekitar 54 kilometer dari Ulaanbataar ke arah timur.

Orang Mongolia percaya, seperti tertulis di dalam buku "Sejarah Rahasia Mongol", di sinilah Jenghis Khan yang punya nama kecil Temujin menemukan cambuk atau pecut kuda.

Maka pada patung itu Jenghis Khan digambarkan duduk gagah di atas kuda sambil menopangkan pecut di paha kanan, memandang ke arah padang rumput yang kelak dipersatukan dan dikuasainya.

Orang Mongol percaya, pecut yang ditemukan Jenghis Khan di bukit itu bukan pecut biasa.

Pecut sakti, kata teman saya saat kami dalam perjalan menuju bukit yang sakral itu.

Dengan pecut itu Jenghis Khan bisa menyatukan semua suku di padang rumput Mongolia dan selanjutnya memperluas wilayah hingga menyapu Asia Tengah hingga Eropa.

Tapi saya punya tafsir sendiri.

Tak ada pecut sakti, kata saya.

Tatapan teman saya penuh protes.

Pecut yang ditemukan Jenghis Khan di bukit itu, kalau memang benar ditemukan, pun adalah pecut biasa. Pecut untuk mengendalikan kuda.

Seperti pecut yang digunakan oleh pemuda-pemuda Mongol lain di masa itu.

Apa yang "sakti" adalah kebijaksanaan yang didapatnya saat berdiri di atas bukit dan memandang padang rumput luas sejauh mata memandang.

"Suku-suku Mongol mau apa dengan peperangan di antara mereka yang berlangsung turun temurun, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya," pikir Jenghis Khan.

"Perang untuk memperebutkan padang rumput, hewan ternak dan wanita. Itu saja? Mau sampai kapan?"

Maka di atas bukit itu, manakala memandang padang rumput seluas mata memandang, Jenghis Khan menyadari sesuatu.

Bahwa lingkaran peperangan antar-suku di Mongolia hanya bisa berakhir kalau mereka bersatu dan mengembangkan kekuasaan bangsa Mongol ke luar padang rumput.

Ia pernah hidup sebagai budak, bergaul dengan sesama budak dari negeri-negeri lain, dan mendapatkan cerita tentang negeri-negeri lain itu.

Dari "pergaulan internasional" di pasar budak dengan sesama budak, Jenghis Khan tahu bahwa ada kemewahan luar biasa di luar padang rumput Mongolia.

Maka ia berseru, "Bersatulah bangsa Mongol, hentikan peperangan di antara kamu, rebut kemewahan di negeri-negeri itu."

Teman saya termangu mendengarkan tafsir saya tentang pecut sakti Jenghis Khan.

Dia bilang, ini penjelasan yang luar biasa, yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Saya menggeleng. Hanya tafsir biasa. Barangkali mirip "eureka" yang diteriakkan Archimedes saat sedang berendam di bak mandi kayu dan menyadari perpindahan volume air sebanding dengan berat anggota tubuhnya yang masuk ke dalam bak kayu itu.

Lahirlah "Hukum Archimedes".

Kelak, dari anaknya Tolui, Jenghis Khan mendapatkan seorang cucu, Kublai Khan, yang mendirikan Dinasti Yuan dan berkuasa di daratan Tiongkok.

Di tahun 1293, Kublai Khan mengirimkan 30 ribu tentara untuk memaksa raja Jawa menyerahkan upeti dan takluk di bawah kaki Dinasti Yuan.*

Penulis adalah wartawan senior Ketua Umum JMSI Pusat