Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Tindak Tegas Koruptor Bansos
Oleh : Opini
Jumat | 10-12-2021 | 13:12 WIB
A-BANSOS-DIKORUPSI1.jpg Honda-Batam
Bantuan sosial yang dikorupsi. (Foto: Ist)

Oleh Made Prawira

PEMERINTAH menindak tegas koruptor Bantuan Sosial (Bansos) kepada masyarakat. Selain masuk dalam kategori kejahatan luar biasa, korupsi Bansos dapat menambah beban penderitaan masyarakat.

Pandemi Covid-19 membuat keadaan ekonomi rakyat porak-poranda karena banyak yang dipecat dari pekerjaan, kalaupun punya pekerjaan harus mau gaji dipotong karena omzet perusahaan berkurang drastis. Pedagang juga merasakan imbasnya karena penjualan sepi, karena banyak orang yag memilih untuk membeli kebutuhan pokok daripada sekunder, apalagi tersier.

Untuk membantu rakyat agar berkurang kesusahannya maka pemerintah memberikan bantuan sosial (Bansos) sejak awal pandemi (Maret 2020) lalu. Awalnya Bansos yang diberikan berupa paket Sembako (beras, sarden, mie instan, dll). Namun akhirnya Bansos model ini diganti dengan uang tunai karena lebih praktis untuk disalurkan ke seluruh daerah di Indoesia.

Sayang sekali ketika ada rakyat yang kesusahan dan seharusnya mendapat Bansos berkualitas baik, malah mendapat beras jatah alias raskin (beras miskin) yang tercampur banyak kotoran, bagai makanan ayam. Kualitas spaket Bansos yang menurun drastis ini karena ulah koruptor yang tega menyunat dana Bansos sampai 10.000 rupiah per kantong.

Sang koruptor memang sudah mendapatkan hukumannya yakni 12 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah. Akan tetapi pemerintah berusaha keras agar peristiwa pahit ini tidak terjadi lagi, karena jika ada koruptor Bansos maka yang dirugikan adalah rakyat sipil. Kementrian Sosial mengingatkan, siapapun yang terbukti korupsi Bansos akan mendapatkan tindakan tegas.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementrian Sosial Hasyim menyatakan bahwa masyarakat harus menerima haknya dan tidak boleh ada pungutan liar. Pemerintah akan menindak tegas bagi yang ketahuan mengemplang dana Bansos. Penyebabnya karena masyarakat miskin harus mendapatkan haknya.

Dalam UU nomor 31 tahun 1999 ditegaskan bahwa hukuman bagi para koruptor adalah minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun. Hukuman ini masih ditambah dengan denda ratusan juta rupiah untuk mengganti rugi uang negara yang telah ia ambil dengan rakus. Sehingga ia akan kapok dan tindakannya tidak akan ditiru oleh pegawai atau pejabat lain.

Akan tetapi jika dana Bansos atau uang negara yang dikorupsi lebih dari 100 milyar rupiah, maka acaman hukumannya 16 hingga 20 tahun penjara, bahkan seumur hidup, tergantung dari kebijakan sang hakim. Bahkan sempat ada wacana hukuman mati bagi koruptor (seperti di RRC) sebagai efek jera, tetapi belum pernah dieksekusi di Indonesia.

Hukuman untuk koruptor memang sekeras itu karena mereka telah merugikan negara dan juga rakyat kecil. Jika mereka tak bisa mengemplang uang untuk paket sembako maka yang dipotong adalah Bansos tunai, yang biasanya disalurkan di kelurahan. Oknum pejabat di sana meminta 10.000-50.000 rupiah per orang untuk alasan administrasi, padahal tidak ada sama sekali karena uang itu untuk kantong pribadinya.

Untuk menghindarkan dari korupsi Bansos maka pemerintah mengganti model paket Bansos sembako menjadi uang tunai, dan langsung ditransfer ke rekening penerima. Tujuannya agar bisa langsung dimanfaatkan oleh rakyat dan tidak mungkin ada potensi pungutan liar di kantor kelurahan atau kantor kepala desa.

Bansos ditujukan untuk rakyat cilik dan tidak boleh dikorupsi oleh oknum pejabat, sekecil apapun potongannya. Tiap orang yang mengurus Bansos tidak boleh korupsi karena terancam hukuman minimal 4 tahun penjara, masih ditambah dengan denda jutaan rupiah.

Pemerintah tidak main-main untuk memberatas korupsi, karena mereka bisa menggerogoti negara dari dalam.*

Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini Jakarta