Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

JKPRR dan Peran Sejarahnya
Oleh : Opini
Rabu | 24-11-2021 | 15:36 WIB
A-RIDA-K-LIAMSI-SENYUM3.png Honda-Batam
Rida K Liamsi, wartawan senior dan budawayan Kepri. (Foto: Ist)

Oleh Rida K Liamsi 

KEPULAUAN Riau memang terlambat menerima informasi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945, di Jakarta. Secara terbatas informasi ini baru diterima tanggal 21 Agustus 1945, dan kemudian disebarkan secara berbisik bisik, sambung menyambung.

Ketika itu hubungan Tanjungpinang dengan Jakarta sangat sulit dan jauh. Semua informasi lebih dekat dan cepat dari dan ke Singapura.

Tapi, meskipun agak terlambat, semangat perjuangan untuk menyadi bangsa dan negara yang merdeka dan lepas dari tangan penjajahan tetap bergerak cepat, begitu kabar Proklamasi kemerdekaan sudah dideklarasikan .

Ketika itu Jepang masih bercokol di Kepulauan Riau, dan Kepri berada dalam wilayah kekuasaan Jepang yang disebut Sunanto dan berpusat di Singapura.

Tokoh-tokoh pejuang, pemuda dan cerdik pandai Kepri segera bergerak dan mendirikan organisasi perjuangan. Apalagi setelah Jepang angkat kaki, dan Sekutu masuk ke Kepri dan Belanda ikut datang dengan NICA-nya. Jumawa dan hanya memandang sebelah mata pada penduduk pribumi.

Seperti diceritakan salam buku "Sejarah Riau", (Mukhtar Lutfi dkk, 1977), sejak kabar kemerdekaan itu dah diproklamirkan, maka di Tanjungpinang mulai berdiri berbagai organisasi perjuangan. Salah satu adalah Jawatan Kuasa Pengurus Rakyat Riau (JKPRR). Organisasi ini didirikan sekitar penghujung tahun 1946, oleh sejumlah tokoh dan intelektual Tanjungpinang.

Yang menarik dan sangat historikal adalah visi dan misi penduriaj organisasi ini : "Tujuan Jawatan Kuasa Pengurus Rakyat Riau terutama untuk menyatakan dan memperjuangkan kepada pihak Belanda bahwa rakyar Indonesia di Kepulauan Riau menghendaki suatu penerintahan sendiri bebas dari campur tangan asing." Begitu ditulis dalam Sejarah Riau.

Sebagai inplementasinya, salah satu rencana kerja JKPRR adalah : menuntut agar pemerintahan di Kepulauan Riau dikembalikan pada golongan bumi putera dengan menghidupkan kembali kesultanan Riau-Lingga, ditambah dengan syarat syarat kehidupan demokrasi yang sesuai dengan kondisi daerah.

JKPRR ini diketuai oleh Raja Haji Abdullah Oesman. Wakil Ketua Tengku Ahmad Atan, dan Sekretaris Encik Ja'far Haji Uda. Dengan anggota masing masing wakil dari Pulau Tujuh, Karimun, Lingga Singkep dan sebagainya.

Kantor pusat JKPRR ini di Singapura, karena kantor Residen Belanda ketika itu juga masih di Singapura. Kedudukan JKPRR di Singapura itu lebih pada strategi mereka untuk memudahkan berurusan dengan pihak Belanda.

Dan selama di Singapura mereka telah melakukan sejumlah pertemuan dengan pihak Belanda untuk merealisasi tuntutan mereka.

Karena Residen Belanda di Singapura, Dr J.van Waardenburg tidak bisa memutuskan apa yang mereka tuntut. Maka pertengahan tahun 1946, JKPRR telah mengirim utusannya ke Jakarta, yaitu Tengku Ahmad Atan dan Encik Ja'far Uda, untuk bertemu dengan Letnan Jendral Gubernur Belanda Dr. H.J. Vaan Mook, dan menyampaikan tuntutan mereka serta mendesak untuk segera menyerahkan pemerintahan kepada rakyat Kepri.

Pihak Belanda tentu saja tidak serta merta menenuhi semua tuntutan JKPRR . Belanda setuju pengembalian pemerintahan itu dilakukan tapi secara bertahap antara lain melalui pemilihan umum secara bertingkat. Sebelum itu dibentuk dahulu sebuah dewan sebagai badan perancang dan pelaksana yang bertugas menyusun undang undang pemilihan umum tersebut dibawah kendali dan pengawasan Belanda.

Utusan JKPRR menolak tawaran tersebut dan tetap mendesak pengembalian pemerintahan, minimal seperti masa kesultanan Riau Lingga sebelum dihapus Belanda tahun 1913. Belanda menolak dan perundingan menemukan jalan buntu.

Utusan JKPRR kemudian bertemu dengan dua tokoh penting pemerintah RI, yaitu Perdana Menteri Sutan Syahrir dan Menteri Luar Negeri H Agus Salim dan menyampaikan kondisi yang dihadapi Kepri, tuntutan yang mereka ajukan dan sikap Belanda.

H Agus Salim memberi nasehat : Perjuangan yang kita tempuh bermacam macam, tetapi tujuan tetap satu. Jangan menyeleweng dari tujuan itu, tetapi berjuanglah sesuai dengan keadaan saudara masing masing.

Nasehat H Agus Salim, tokoh nasional kelahiran Tanjungpinang itu, akhirnya diikuti oleh utusan JKPRR. Jalan diplomasi. Menerima tawaran Belanda. Setelah kembali dari Jakarta, kantor pusat JKPRR pindah ke Tanjung pinang bersamaan dengan pindahnya kantor Residen Belanda ke Tanjungpinang.

Desember 1946, berdirilah Dewan Riau atau 'Riouw Raad' berdiri. Tapi bersifat sementara menunggu hasil pemilihan umum bertingkat dilaksanakan. Dewan Riau sementara, diketuai oleh Mohd Afan dan sekretarisnya Muchtar Husin.

Keduanya tokoh pergerakan dan pejuang masyarakat Kepri. Muhd Afan yang asal pulau Penyengat itu, sebelumnya adalah ketua KRIR (Keinsyafan Rakyat Indonesia Riau).

Tugas Dewan Riau sementara menyiapkan undang undang selesai dan kemudian pemilihan umum bertingkat di Kepulauan Riau dilakukan. Tanggal 12 Juli 1947, Dewan Riau terbentuk.

Dan Dewan hasil pemilihan itu kemudian tanggal 4 Agustus 1947, dilantik. Dewan Riau yang dilantik itu sebenarnya adalah Dewan Riau sementara yang disempurnakan.

Anggotanya terdiri dari tokoh yang berasal berbagai daerah di Kepulauan Riau , sepetti dari Pulau Tujuh, Karimun, Lingga, dan tentu saja dari Tanjungpinang. Terdiri dari berbagai unsur, dan golongan, bahkan ada juga sejumlah pejabat Belanda.

Keberadaan Dewan Riau tidak serta merta disetujui oleh organisasi pejuang di Tanjungpinang, terutama kalangan mudanya tang menginginkan Kepri segera bergabung dengan negara Indonesia.

Di tengah berbagai tekanan politik, terutama desakan agar Kepulauan Riau segera bergabung dalam negara Republik Indonesia, seperti yang dituntut Panitia 17 yang dipimpin oleh Zamachsari dan Said Hamzah, Dewan Riau akhirnya membubarkan diri pada 18 Maret 1950, dan selanjutnya menyatakan Kepulauan Riau bergabung dengan Republik Ibdonesia, yang ketika itu berstatus Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Kepulauan Riau dinyatakan sebagai Daerah Baguan Kepulauan Riau (level di bawah negara bagian).

Dan inilah daerah yang menjadi asal dari Kabupaten Kepulauan Riau. Negara Federasi Republik Indonesia Serikat (RIS) itu kemudian pada tanggal 17 Agustus 1950 menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), setelah terlebih dahulu pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui kedaularan NKRI sesuai dengan keputusan Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Hag, November 1949.

Akan halnya JKPRR itu tidak diketahui akhirnya. Apakah dibubarkan setelah Dewan Riau terbentuk, atau terus bertahan dan berjuang meujudkan gagasan menghidupkan kembali kesultanan Riau Lingga.

Namun yang jelas dalam daftar nama para anggota Dewan Riau yang dilantik 4 Agustus 1950 itu nama para pengurus JKPRR seperti Raja H Abdullah Oesman, masuk dalam anggota Dewan mewakili Karimun. Demikian pula Tengku Ahmad Atan juga masuk mewakili Karimun. Sedangkan Encik Ja'far Haji Uda masuk mewakili Pulau Tujuh. Ketua Dewan Riau tetap dijabat oleh Muhd Afan dan sekretarisnya Muchtar Husin, keduanya mewakili Tanjungpinang.

Meskipun JPKRR itu kemudian belum jelas, tapi organisasi perjuangan ini berjasa besar dalam proses mengembalikan kekuasaan pemerintahan sipil di Kepri dari tangan Belanda, secara bertahap dan melalui diplomasi.

Dewan Riau yang ujud dari perjuangan ini ikut mewarnai sejarah dan masa depan Indonesia, karena ketua dan sekretarisnya ikut menghadiri KMB di Den Haag, perundingan yang memaksa Belanda mengakui Kemerdekaan dan Kedaulatan Indonesia.

Penulis adalah wartawan senior dan budayawan Kepri