Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPD RI Sebut Calon Independen tak Rugikan Parpol
Oleh : Irawan
Rabu | 10-11-2021 | 08:36 WIB
syukur_jambi_b.jpg Honda-Batam
Anggota DPD RI asal Provinsi Jambi M Syukur (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota DPD RI asal Provinsi Jambi M Syukur menegaskan bahwa DPD RI tidak anti partai politik (parpol), sebab dalam sistem politik, parpol merupakan salah satu pilar demokrasi, dan selama ini komunikasi DPD RI dengan parpol cukup baik, bahkan sangat baik.

Karena itu, dalam kerangka meningkatkan kualitas demokrasi, parpol haruslah diberi peran, bukan dipasung.

Hal itu disampaikan M Syukur saat menjadi narasumber di hadapan sekitar 50-an orang peserta Training of Trainer dari berbagai organisasi kemasyarakatan yang diselenggarakan Kelompok DPD RI di MPR RI bersama Tali Foundation, yang dilaksanakan 7-9 November 2021, di Hotel Aston, Bekasi, Jawa Barat.

Namun demikian, tambah Sekretaris Kelompok DPD RI di MPR RI itu, atas nama kualitas demokrasi itu pula parpol perlu memberi ruang lebih luas kepada proses politik, seperti diketahui bersama, pasangan presiden dan wakil presiden, sesuai Pasal 6A Ayat 2 UUD NRI 1945 diusung oleh parpol dan atau gabungan parpol.

Ketentuan ini ditambah lagi dengan UU Pemilu yang mensyaratkan ambang batas (presidential threshold) 20%.

"Ketentuan tersebut jelaslah tidak sejalan dengan spirit sistem demokrasi" tegasnya, sembari memaparkan bahwa parpol atau gabungan parpol silakan mengajukan pasangan capres-cawpres, tapi, kandidat lain non parpol juga perlu diberi ruang sebagai calon perseorangan atau independen.

Ketika pemilihan kepala daerah (provinsi, kabupaten/kota) diberi ruang untuk calon perseorangan atau independen, mengapa untuk posisi presiden tidak diberi ruang yang sama?

"Jelas itu tidak konsisten dengan prinsip demokrasi. Tidak fair dari sisi artikulasi Hak Asasi Manusia (HAM)," tegas Syukur.

Lebih jauh Syukur menggambarkan, saat ini telah terjadi kristalisasi/ koalisi parpol yang bergabung tujuh partai, yang menjadi persoalan, jika kristalisasi atau koalisi itu dipertahankan sampai pemilihan presiden maka dua partai yang tersisa tidak mencukupi 20%.

Maka kedua partai tersebut tidak akan bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden 2024 karena dibatasi oleh syarat dalam undang-undang, maka dapat dipastikan pada pilpres 2024 ini hanya ada satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.

"Ketika sebagian rakyat tidak mau memilih pasangan tersebut lalu dijawab dengan kotak kosong, dan ternyata kotak kosong itu sebagai pemenang, lalu bagaimana nasib ketatanegaraan kita dari hasil kotak kosong itu? Reaksi politik dengan kotak kosong bukanlah hanya gagasan. Hal itu pernah terjadi di pemilihan Kota Makasar dan dimenangkan oleh kotak kosong," paparnya.

Jadi, tegas Syukur lagi, untuk dan atau atas nama kualitas demokrasi di Indonesia ini, sudah selayaknya diakomodir ruang calon perseorangan atau independen itu.

Bahwa perlu diterapkan persyaratan berapa persen dengan melampirkan dukungan publik atau dalam bentuk fotocopi KTP, seperti halnya calon anggota DPD, atau syarat lainnya itu silahkan saja.

Yang penting negara ini sudah mengakomodir memberi ruang kepada calon pemimpin bangsa negara non parpol.

Namun, secara prinsip demokrasi, ketika ruang itu dibuka sudah menggugurkan tudingan bahwa negeri ini menganut sistem politik diktator yang diatur oleh oligarki parpol.

Mencermati itu pula, Muslim Arbi dari ormas Persaudaraan Muslim Indonesia berharap besar DPD RI mampu memperjuangkan calon perseorangan atau independen itu.

Menurut Muslim, hanya kepada DPD RI rakyat bisa menitipkan kepentingan hak asasi politik ini dalam kaitan piplres. Hal ini sangat mendasar dan urgen.

Sebab, masa depan negara banyak ditentukan oleh hasil presiden. Karena itu proses dan mekanismenya juga harus demokratis.

"Dalam kerangka inilah, ada urgensi kuat tentang dihilangkannya prosentasi presidential threshold (PT). Kalau tetap menggunakan PT, ya O%," ujar aktivis perubahan ini.

Editor: Surya