Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Saatnya Pemerintah Menindak Tegas Mafia Obat Corona
Oleh : Opini
Jumat | 09-07-2021 | 14:42 WIB
A-Ilustrasi-obat-COVID-19.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi mafia obat Covid-19. (Foto: Ist)

Oleh Zakaria

KENAIKAN harga obat-obatan selama Pandemi diduga kuat berasal dari permainan mafia obat. Masyarakat pun mendukung langkah tegas Aparat keamanan untuk menindak tegas mafia Obat yang tega mengambil kesempatan dari situasi sulit saat ini.

Pandemi selama setahun ini membuat kita aware akan kesehatan, dan akhirnya beburu vitamin C dan kapsul multivitamin. Akibatnya harga vitamin jadi naik karena mengikuti prinsip ekonomi. Selain itu, harga masker sekali pakai juga sempat melonjak, walau sekarang sudah menurun.

Naiknya harga vitamin juga diiringi oleh harga obat corona. Namun lonjakan ini bukan karena banyak di-request oleh masyarakat, melainkan karena permainan dari para mafia obat.

Mereka ada yang menimbun obat agar langka lalu sengaja menjualnya dengan harga tinggi. Padahal pasien corona harus membayar biaya RS sampai jutaan rupiah, masih juga menderita karena harga obat yang tidak masuk akal.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menyoroti kenaikan harga obat yang drastis. Misalnya ivermectin yang biasanya hanya 5.000-7.000 rupiah naik jadi 200.000 rupiah. Kenaikan gila-gilaan tentu merugikan masyarakat karena mereka harus merogoh kocek dalam-dalam.

Ahmad Sahroni melanjutkan, yang naik tak hanya harga obat, tetapi juga alat kesehatan. Misalnya harga oxymeter dari hanya di bawah 100.000 melonjak hingga 300.000 rupiah. Kenaikan ini juga terjadi pada multivitamin, hingga susu steril. Susu yang biasanya hanya 9.000-10.000 per kaleng, harganya bisa jadi 50.000 alias 5 kali lipat.

Untuk mengatasinya maka Ahmad Sahroni mengusulkan agar ada pengawasan harga obat, khususnya di marketplace. Penyebabnya karena masyarakat banyak yang membelinya via online. Sehingga jika ada pihak yang dengan tegas mengawasi, akan bisa mengendalikan harga obat corona, multivitamin, dan alat kesehatan.

Pihak pengelola marketplace sendiri sudah merespon permintaan dari anggota dewan tersebut. Caranya dengan menghapus postingan penjual yang memasang harga obat di luar batas kewajaran. Sehingga masyarakat tidak akan membelinya, karena tidak tampak di halaman marketplace tersebut.

Pemerintah juga sudah membuat aturan tegas untuk mengatasi kenaikan harga obat corona. Ditetapkanlah harga eceran tertinggi (HET) dari obat-obatan yang bisa mengatasi ganasnya virus covid-19. Jika ada apotik yang nekat memasang harga tinggi, maka akan ditindak oleh aparat.

Para mafia obat juga masih ditelusuri, jangan-jangan mereka sengaja menimbun sehingga obatnya langka di pasaran dan dipajang dengan harga yang sangat mahal.

Mereka harus ditindak tegas karena tega memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Saat pasien sesak nafas dan butuh obat, mereka malah menjualnya dengan bandrol yang tinggi, sehingga tertawa di atas penderitaan orang lain.

Jika ada mafia obat yang terbukti menimbun atau menjual dengan harga tinggi maka ia bisa kena hukuman penjara 5 tahun atau denda 2 milyar rupiah. Hal ini sesuai dengan UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Maka para penjual obat, baik di apotik maupun di marketplace harus menaatinya dan tak boleh memasang harga ekstrim, jika tidak ingin kena sprit.

Hukuman seberat itu memang sengaja diberlakukan agar tidak ada lagi mafia obat yang berani melanggar aturan. Penyebabnya karena jika mereka menjual dengan harga super tinggi, sama saja dengan menari di atas penderitaan pasien covid. Juga tidak berperikemanusiaan.

Mafia obat, vitamin, dan alat kesehatan harus dihukum berat, karena mereka tega memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Jangan sampai pandemi menjadi ajang bisnis untuk memperkaya diri sendiri tetapi membuat para pasien berkubang dalam penderitaan.

Ketegasan pemerintah patut dipuji karena menyelamatkan rakyat yang butuh obat corona dengan harga terjangkau.*

Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini Jakarta