Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Alami Distorsi

Cendikiawan Nasional Nilai Pancasila Belum Menjadi 'Rumah' Bersama
Oleh : surya
Sabtu | 23-06-2012 | 17:21 WIB
ali_masykur_musa.jpg Honda-Batam

Ali Masykur Musa, Ketua PP Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama

JAKARTA, batamtoday - PP Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) menegaskan, masyarakat Indonesia harusnya bersyukur memiliki Pancasila sebagai 'rumah' bersama yang menaungi seluruh komponen anak bangsa lepas dari asal usul agama, etnis dan golongan.

"Namun sayangnya Pancasila berhenti sebagai prinsip ideologi saja, sehingga nilai-nilai luhur bangsa tidak tercermin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang menjadi kekuatan pendorong untuk mewujdukan cita-cita pembangunan nasional," kata Ali Masykur Musa, Ketua PP ISNU Saresehan Cendikiawan Nasional di Jakarta kemarin.

Menurut Ali Masykur, lima sila Pancasila saat ini mengalami distorsi dan tidak mengandung arti sesungguhnya seperti sila pertama berbunyi,'Ketuhanan Yang Maha Esa',tetapi yang terjadi adalah 'Keuangan Yang Maha Kuasa'.

Sedangkan sila kedua, 'Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab', yang berlangsung adalah penistaan terhadap keadilan dan kemanusiaan, mewabahnya sikap semena-mena, dan hilangnya tenggang rasa.

Sementara sila ketiga,'Persatuan Indonesia', yang dikembangkan adalah sistem yang meruntuhkan nasionalisme dan patriotisme serta menonjolnya pengagungan kepentingan pribadi dan golongan.

Sila keempat,'Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan',tetapi yang berlaku adalah tirani mayoritas, terkikisnya semangat kekeluargaan dan gotong royong, serta  merajanya demokrasi menang-kalah.

Terakhir sila kelima,'Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia', tetapi yang terjadi adalah ketidakadilan yang merata, jurang ketimpangan kesejahteraan yang kian menganga.

Padahal Indonesia dibentuk dengan empat tujuan nasional sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

"Harus diakui pencapaian empat tujuan nasional yang merangkum empat inti kebutuhan dasar warga negara yaitu keamanan, kesejahteraan, kecerdasan, dan kewibawaan/harga diri di mata bangsa-bangsa lain tersebut masih jauh panggang dari api," katanya.

Fakta lain bahwa bangsa dan tumpah darah Indonesia belum sepenuhnya terlindungi. Dimana hasil pembangunan bisa mensejahterakan masyarakatnya, termasuk juga masalah pendidikan belum sistemik mendukung usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.

Bahkan politik luar negeri pemerintah juga belum mengangkat wibawa dan harga diri bangsa sehingga dapat berperan aktif dalam mewujudkan tatanan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Kelompok cendekiawan nasional yang digagas Ketua Umum PP ISNU Ali Masykur Musa, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Hindu Indonesia (ICHI)Tri Handoko Seto, Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bpk Nanat Fatah Natsir,  Ketua Presidium Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Muliawan Margadana,  Sekjen Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI) Citra Surya, Ketua Umum Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Cornelius Ronowijoyo, dan Wakil Cendekiawan Konghucu Kris Tan.

Mereka menyatakan keprihatinannya terhadap tidak berdaulatnya Pancasila dan pembelokan jiwa dan semangat konstitusi dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyebabkan bangsa Indonesia berpotensi terjerumus menjadi negara gagal. Rilis terbaru yang dikeluarkan The Fund for Peace menempatkan Indonesia di peringkat ke-63 dari 178 yang berkategori dalam bahaya (in danger) menuju negara gagal.

Kondisi Indonesia terpuruk karena tiga faktor yaitu tekanan demografis, protes kelompok-kelompok minoritas, dan hak asasi manusia. Fakta ini sungguh ironis di tengah bentangan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Mencermati keadaan di atas, Sarasehan Cendekiawan Indonesia menyampaikan beberapa butir pernyataan moral sebagai berikut:

1. Menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk kembali kepada Pancasila dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945.

2. Mendorong kepada para penyelenggara negara untuk mengamalkan dan menempatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai napas dari seluruh proses pengambilan kebijakan publik, program-program pembangunan, dan pembuatan peraturan perundang-undangan.

3. Mendesak dijadikannya Pancasila sebagai kurikulum dan silabus wajib pada seluruh sistem pendidikan nasional, dari jenjang  PAUD hingga Pasca Sarjana. 

4. Menjadikan Pancasila sebagai way of life dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara melalui pemulihan persaudaraan sejati sebagai cerminan Bhinneka Tunggal Ika yang dipelopori oleh kaum cendikiawan, rohaniawan, dan budayawan.

5. Mendorong pelaksanaan pembangunan nasional yang bertumpu pada ekonomi kerakyatan dan pengutamaan kepentingan nasional di sektor-sektor yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.