Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komitmen KPK Menjunjung Tinggi Hukum dan Independensi
Oleh : Opini
Kamis | 27-05-2021 | 15:40 WIB
A-BTD-Gedung-KPKP_(1).jpg Honda-Batam

PKP Developer

Gedung KPK di Jakarta. (Foto: Ist)

Oleh Raditya Rahman

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menjunjung tinggi hukum dan independensi. Kecenderungan tersebut tercermin dari upaya alih status pegawai KPK dan keberlanjutan penegakan hukum korupsi, termasuk dengan membina sebagian anggota KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Firli Bahuri selaku Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Memastikan bahwa pihaknya sangat menjunjung tinggi independensi pegawai lembaga antikorupsi, meski status kepegawaian beralih menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Dirinya mengatakan, dalam proses pengalihan status pegawai, tetah dilakukan test asesmen indeks moderasi bernegara yang memastikan fakta independensi tersebut. Termasuk prosesnya telah memuat nilai-nilai netralitas.

Firli juga berucap bahwa independensi merupakan marwah pemegakan hukum. Maryah yang terkumpul dari setiap pribadi pegawai KPK. Pihaknya memastikan hal tersebut tidak akan pergi ke mana-mana.

Firli juga menegaskan, sampai saat ini lembaganya tetap independen dalam melaksanakan tugas tanpa pengaruh kekuatan apapun dan tetap semangat, tidak pernah lemah dan tidak akan pernah bisa dilemahkan oleh seseorang, kelompok ataupun kekuatan.

Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai instansi yang digandeng KPK untuk melakukan tes, menyatakan bahwa penilaian hasil TWK pegawai dilakukan secara independen melalui Assesor Meeting, bukan hanya ditentukan oleh BKN. Tim assesor tersebut terdiri dari BKN, BAIS, BNPT, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD dan BIN.

Perlu diketahui pula, bahwa pelaksanaan asesmen TWK telah direkam. Sehingga seluruh pelaksanaannya bisa dipastikan objektif dan transparan.

Sementara itu, dirinya juga menuturkan bahwa peralihan status pegawai tersebut, dapat menguatkan independensi KPK. Sebab kesetiaan pegawai-pegawai KPK pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah telah ditanam sejak proses rekrutmen sampai pembinaan dan kode etik KPK.

Sehingga, pribadi yang mengutamakan tugasnya memberantas korupsi untuk mengamankan negara adalah independensi.

Meski demikian, ada beberapa pihak yang khawatir terkait alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) mengganggu independensi lembaga tersebut dalam menangani perkara korupsi.

Menurut akademisi UII Eko Riyadi, selama ini banyak pegawai atau penyidik independen KPK yang dikenal memiliki integritas yang luar biasa lantaran tidak memiliki hubungan struktural dengan lembaga lain.

Dengan posisi tersebut, dirinya menilai bahwa para penyidik KPK tersebut sangat independen dalam menyidik suatu perkara tindak pidana korupsi.

Hal tersebut dibantah oleh Indriyanto Seno Aji selaku anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, dirinya menegaskan bahwa dalam alih tugas pegawai KPK menjadi ASN, tidak terkait dengan pelemahan kelembagaan.

Indriyanto beralasan hal tersebut karena UU KPK sudah menegaskan posisi independensi kelembagaannya dalam menjalankan tupoksi penegakan hukum yang berlaku.

Pada kesempatan berbeda, pakar hukum pidana Romli Atamasasmita menilai bahwa kepemimpinan Firli Bahuri semestinya mendapatkan apresiasi. Sebab pada masa kepemimpinan Firli, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan penyidik KPK dapat terbuka secara publik.

Perlu diketahui pula, bahwa saat ini KPK tengah mengusut kasus terkait dengan adanya dugaan suap dan pemerasan yang dilakukan penyidik terkait kasus Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dan Wali Kota Cimahi nonaktif, Ajay Muhammad Priatna.

Menurutnya, tugas pimpinan KPK selain sesuai undang-undang KPK, juga sejak perubahan UU KPK tahun 2019, yaitu bertanggung jawab terhadap anggota pimpinan pegawai KPK kepada NKRI, Pancasila dan UUD 1945.

Hal tersebut dikatakan Romli merupakan konsekuensi dari fungsi dan peran aparatur sipil negara sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014.

Romli menegaskan, tidak ada suatu lembaga negara independen 'terpisah' dan berdiri sendiri bebas dari sistem pemerintahan dan kelembagaan negara. Asumsi bahwa perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) menjadi tidak independen adalah pendapat yang keliru dan menyesatkan.

Dia menilai terungkapnya kasus-kasus besar oleh KPK semasa kepemimpinan Firli, antara lain kasus korupsi dua menteri yang merupakan bukti nyata tidak benarnya pandangan tersebut.

Romli menilai, semestinya semua pihak khususnya guru besar ilmu hukum dapat membaca kembali perubahan-perubahan strategis tugas dan wewenang KPK yang dicantumkan dalam pasal 6 dan seterusnya dengan cermat yang harus dilihat secara hierarkis, yakni tugas penyidikan dan penuntutan KPK ditempatkan pada nomor urut kelima.

Independensi KPK tentu saja tidak perlu diragukan, adanya alih status pegawai KPK juga semestinya tidak perlu dipersoalkan, karena dari ribuan peserta TWK hanya 75 orang saja yang tidak lolos, sehingga bagaimanapun juga KPK harus tetap eksis dan tidak terganggu kinerjanya oleh narasi yang menyerang tubuh KPK.*

Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute Jakarta