Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengantisipasi Potensi Gelombang Kedua Covid-19 Pasca Lebaran
Oleh : Opini
Sabtu | 15-05-2021 | 15:20 WIB
A-COVID-GELOMBANG-KEDUA.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi gelombang kedua Covid-19. (Foto: Ist)

Oleh Rizal Arifin

PEMERINTAH saat ini sedang mengantisipasi potensi gelombang kedua Covid-19 pasca Lebaran. Langkah tersebut diambil setelah mencermati banyaknya mobilitas masyarakat yang nekat pulang kampung di tengah larangan mudik.

Gelombang kedua Covid-19 tidak saja mengancam penanganan pandemi Covid-19, namun juga dapat menciptakan krisis kesehatan yang lebih luas seperti di India.

Perayaan Hari raya Idul Fitri di tengah pandemi Covid 19 harus dilaksanakan dengan Prokes yang ketat agar tidak menimbulkan dampak buruk. Hal tersebut dilakukan tanpa mengurangi esensi Idul Fitri dan juga sejalan dengan pedoman beragama serta kebijakan Pemerintah yang saat ini fokus mengantisipasi gelombang Covid-19 setelah Lebaran.

Tradisi silaturahmi pada Idul Fitri dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Ancaman penularan virus Covid 19 masih terus menghantui apabila silaturahmi tetap dilakukan dengan cara konvensional.

Idul Fitri menjadi telah menjadi momen perayaan terbesar di Indonesia. Berbagai prosesi ibadah dan pertemuan dengan intensitas yang tinggi ini menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan kasus Covid-19, karena itu pemerintah melarang mudik dengan melakukan penyekatan di berbagai tempat yang biasanya menjadi jalur transportasi pemudik.

Kekhawatiran ini beralasan setelah melihat perayaan agama di India yang kemudian menimbulkan tsunami Covid-19 yang membuat pemerintah India sampai kewalahan mengatasinya.

Ketua PBNU bidang Pendidikan sekaligus Ketua Program Doktor Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Hanief Saha Ghafur, memberikan refleksinya terhadap Lebaran di tengah pandemi.

Menurut dia, pandemi Covid-19 bisa jadi merupakan cara untuk mengingatkan umat Islam agar memperkuat spiritualitas ruh atau penghayatan pribadi. "Itu bukan di ranah publik, tapi ranah privat yang sifatnya memperdalam spiritualitas," kata Hanief.

Bagi seseorang yang telah mencapai tingkat spiritualis, ibadah-ibadah itu mampu mempertajam kesadarannya dan memiliki daya perintah untuk terus berbuat baik. Termasuk di dalamnya adalah dengan mentaati anjuran pemerintah untuk menghindari kerumunan. Karena hal tersebut dilakukan demi kebaikan bersama, yang juga merupakan cerminan ketaatan seorang pribadi.

Mengingat kondisi saat ini, semua tradisi yang biasa dilakukan selama Idul Fitri harus bisa dimodifikasi. Meski ada rasa ketidaknyamanan jika lebaran dilalui tanpa mudik. Terlebih bagi mereka yang hanya punya kesempatan pulang ke kampung halaman saat Idul Fitri karena tuntutan pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Pandemi, saat ini memang memaksa telah mengubah kebiasaan baik individu ataupun kelompok.

Di sinilah teknologi hadir dan berperan sangat penting agar bisa mempertemukan yang jauh dan mendekatkan jarak. Komunikasi lewat internet atau media sosial bisa dilakukan. Sehingga esensi silaturahmi dalam Idul Fitri pun tidak kehilangan maknanya dengan memanfaatkan penggunaan teknologi komunikasi.

Saat ini, masyarakat dan Pemerintah fokus mengantisipasi lonjakan Covid-19 pasca idul Fitri, Pasalnya, saat masyarakat perlu menyadari bahwa ada varian baru Covid-19 yang telah masuk ke Indonesia. Pasalnya, Varian Covid-19 tersebut sudah terdeteksi 16 kasus di beberapa provinsi.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani, melihat beberapa penyebab awal diantaranya, sesuai dengan konferensi pers Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terdapat 3 (tiga) varian baru Covid-19 yang sudah terdeteksi masuk ke Indonesia. Yaitu B.1.17 dari Inggris, B.1.617 dari India, dan B.1.351 dari Afrika Selatan.

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah ledakan Covid-19 setelah Lebaran. Namun demikian, gelombang mudik tetap saja ditemukan di sejumlah titik penyekatan. Akibatnya, hasil pengetesan acak Covid-19 dalam Operasi Ketupat 2021, dilaporkan bahwa jumlah pemudik yang positif Covid-19 mencapai 4.123 orang.

Kekhawatiran ini turut dirasakan oleh Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman. Menurutnya, potensi yang akan terjadi dari mudik Lebaran adalah adalah meningkatnya kasus infeksi dan fatalitas. Dicky merangkum rata-rata peningkatan kasus kesakitan pasca-adanya mobilitas masyarakat di momen libur panjang adalah sebanyak 60-90 persen.

Kini, nasi sudah menjadi bubur dan masyarakat harus siap menanggung segala risiko karena tetap memaksakan diri untuk mudik ke kampung halaman. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau untuk tetap patuh pada Prokes 5M, melakukan observasi dan karantina mandiri, serta selalu mematuhi setiap anjuran pencegahan penularan Covid-19.*

Penulis merupakan warganet yang tinggal di Depok Jawa Barat