Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

JPU Ajukan Kasasi

PN Batam Bebaskan WN China Penganiaya ABK WNI hingga Tewas, Ini Pertimbangan Hakim
Oleh : Paskalis Rianghepat
Senin | 01-03-2021 | 10:12 WIB
sidang-vonis-abk1.jpg Honda-Batam
Sidang online pembacaan putusan terdakwa Song Chuanyuan di PN Batam. (Foto: Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Batam - Song Chuanyun, WN China yang didakwa menganiaya ABK WNI di atas kapal Lu Huan Yuan Yu 118 hingga tewas pada Juli 2020 lalu, divonis bebas di Pengadilan Negeri (PN) Batam.

Vonis bebas itu dibacakan majelis hakim yang diketuai David P. Sitorus dengan anggota Yona Lamerossa Kateren dan Hendri Agustian pada Selasa, 12 Januari 2021.

Sebelumnya, Selasa (22/12/2020), jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Batam menuntut terdakwa Song Chuanyun dengan hukuman 2 tahun penjara. Dalam tuntutannya, JPU menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan penganiayaan, sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

Namun, majelis hakim berpendapat lain, di mana menurut majelis, terdakwa Song Chuanyun tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan penuntut umum dalam dakwaan kesatu pasal 351 ayat (3) KUHPidana dan kedua pasal 351 ayat (1) KUHPidana.

"Membebaskan terdakwa dari dakwaan kesatu dan kedua. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabat semula," ucap majelis hakim dalam amar putusan nomor perkara 823/Pid.B/2020/PN Btm.

Adapun majelis hakim memvonis bebas terdakwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, baik keterangan saksi, ahli, dan alat bukti. Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan mengenai Unclos 1982 (konvensi hukum laut). Mengenai Unclos 1982 ini, juga diterangkan ahli hukum pidana Prof Hikmahanto Juwana.

Pertimbangan majelis hakim dalam putusannya, yang pada saat persidangan Selasa (12/1/2021) dibacakan Yona Lameross Kataren menyampaikan, sesuai pasal 27 ayat (1) huruf a, ditentukan bahwa, "Yuridiksi kriminal negara pantai tidak boleh dilaksanakan di atas kapal asing yang melewati laut teritorial untuk menangkap siapa pun atau tidak melakukan penyelidikan sehubungan dengan kejahatan yang dilakukan di atas kapal, selama lintasnya, kecuali hanya di kasus berikut, (a) jika konsekuensi kejahatan meluas ke negara pantai.

"Atas dasar itu, penganiayaan yang dilakukan terdakwa Song Chuanyu merupakan kejahatan yang dilakukan di atas kapal saat melakukan lintas damai. Di mana, penganiayaan tersebut bukan kejahatan meluas ke negara pantai," katanya.

"Bila kejahatan yang meluas, bisa diproses dengan hukum pidana Indonesia (sebagai negara pantai). Asas hukum yang berlaku adalah asas hukum teritorial sebagaimana diatur dalam pasal 2 KUHPidana, mengingat lintasan damai berada di wilayah Perairan Indonesia. Pengadilan yang berwewenang adalah pengadilan di mana kapal tersebut dibawa aparat penegak hukum ke wilayah terdekat," lanjunya.

Namun, terhadap perkara korban Hasan Apriadi (ABK WNI meninggal dunia), maka penyidikan tidak bisa dilakukan oleh Polri (Polda Kepri) mengingat kemungkinan penganiayaan yang berakibat meninggalnya korban (Hasan Apriadi) dilakukan terdakwa di luar wilayah Indonesia.

Masih dalam pertimbangan majelis hakim, berdasarkan Log Book (buku jurnal kapal) Lu Huan Yuan Yu 118, pertama untuk tanggal 20 November 2019-7 Maret 2020 dan kedua Log Book untuk 13 Juni 2020 - 13 Juli 2020, yang diterangkan ahli bidang nautika pelayaran, Djoko Wiwin Sunarno, sebagai berikut: 31 Desember 2019 pada pukul 12.00 kapal Lu Huan Yuan Yu 118 berada di Perairan Singapura pada pukul 21.00 berada di Perairan Singapura. Pada 1 Januari 2020 posisi kapal dari Perairan Singapura melintasi Selat Malaka menuju perairan Mauritius Island kemudian ke laut Argentina untuk mencari ikan.

Selanjutnya pada 5 Juli 2020 pukul 03.45 - 19.30 kapal Lu Huan Yuan Yu 118 masih berada di laut Samudera Hindia. Pada pukul 23.20 kapal tersebut melintasi perairan Pulau Rondo (pulau terluar Indonesia) dan pada 6 Juli 2020 kapal Lu Huan Yuan Yu 118 sudah masuk Perairan Indonesia, melintasi Perairan Loksemauwe Aceh. Sementara pada 8 Juli 2020 melintasi Perairan Belawan (Sumut).

Sementara pada 8 Juli 2020 kapal Lu Huan Yuan Yu 118 masuk perairan internasional TSS (trafic separatise sceme). Perairan internasional TTS tersebut merupakan jalur lintas damai yang masih masuk Perairan Indonesia. Di jalur ini, semua kapal diperbolehkan melintas tetapi tidak boleh melakukan kegiatan.

Ahli Djoko Wiwin Sunarno juga menerangkan berdasarkan Log Book pada 20 Juni 2020 kapal Lu Huan Yuan Yu 118 berada di Perairan Mauritius Island, Barat Daya Samudera Hindia.

Majelis hakim dalam putusannya juga mempertimbangkan keterangan ahli (dokter) yang melakukan pemeriksaan dan otopsi terhadap korban yang dituangkan dalam Visum Et Repertum nomor: R/VER/10/VII/2020/Biddokkes, tanggal 9 Juli 2020 dengan kesimpulan: pada jenazah laki-laki (korban) terdapat luka memar pada bibir, dada dan punggung akibat kekerasan benda tumpul; Pada beda jenazah terdapat tanda-tanda penyakit menahun pada paru, jantung dan pembesaran kelejar getah bening pada leher dan perut, Sebab kematian menunggu hasil pemeriksaan histopatologi forensik, Kekerasan tumpul pada punggung secara tidak signifikan menyebabkan kematian.

Selain terhadap korban meninggal, ahli foreksik (dokter) juga melakukan pemeriksaan terhadap 9 orang ABK WNI lainnya, yakni Rahmad Abadin, Durahim, Deni Maulana, Agus Setiawan, Pahlawan, Zein Rachmad, Yonatan Witanto, Nana Suwarna dan Ali Hamzah. Dari ke-9 orang itu, yang ditemukan ada bekas luka hanya pada 3 orang yakni Durahim, Ali Hamzah dan Yonatan Witanto, sedangkan 6 orang lainnya tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan.

Adapun disimpulkan dari hasil pemeriksaan ke-3 ABK WNI tersebut, yakni, Durahim (laki-laki, usia 30 tahun, terdapat luka pada pinggang dan punggung yang sudah mengalami proses penyembuhan akibat kekerasan tumpul), Ali Hamzah (laki-laki, usia 24 tahun, terdapat memar pada punggung akibat kekerasan tumpul) dan Yonatan Witanto (laki-laki, usia 24 tahun, terdapat jaringan parut pada punggung yang sudah mengalami proses penyembuhan, jenis kekerasan tidak dapat ditentukan karena luka telah menyembuh).

Kekerasan yang dialami ketiga ABK WNI itu dipicu akibat para korban tidak mengerti dengan bahasa yang digunakan terdakwa Song Chuanyuan, sehingga korban salah mengambil benda yang diperintahkan terdakwa. Kejadian serupa juga dialami korban berulang kali sejak sebulan terkahir.

Masih dalam pertimbangan majelis hakim, berdasarkan hasil visum et revertum dan wawancara yang dilakukan ahli terhadap saksi Durahim, Ali Hamzah dan Yonatan Witanto pada 10 Juli 2021, maka jika ditarik mundur ke belakang delapan sampai dengan sepuluh hari, dari tanggal pemeriksaan dan wawancara yang dilakukan ahli, maka penganiayaan yang dialami korban antara 1 Juli 2020 sampai 2 Juli 2020 dan dihubungkan dengan keterangan ahli Djoko Wiwin Sunarno serta barang bukti berupa Log Book kapal Lu Huan Yuan Lu 118 pada 1 Juli 2020 dengan 2 Juli 2020, belum memasuki Perairan Indonesia. Kapal Lu Huan Yuan Lu 118 baru masuk Perairan Indonesia pada 5 Juli 2020 pukul 23.20 melintasi Perairan Pulau Rondo, sehingga ketentuan hukum Indonesia tidak berlaku terhadap perbuatan yang dilakukan terdakwa kepada saksi korban.

"Dari urain dan pertimbangan di atas, maka majelis hakim berpendapat unsur melakukan penganiayaan tidak terpenuhi," ucap hakim Yona, saat membacakan pertimbangan hukum.

Yona pun menegaskan, pertimbangan yang paling mendasar untuk membebas terdakwa Song Chuanyun karena Locus Delicti (Tempat dimana seseorang melakukan suatu tindak pidana) bukan terjadi di perairan Indonesia, melainkan perairan Internasional sehingga Pengadilan tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini.

"Saya tegaskan sekali lagi, Pengadilan Negeri (PN) Batam tidak mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, sebab Lotus Delictinya berada di perairan internasional, sehingga yang berhak memeriksa dan mengadili perkara ini adalah peradilan internasional," tegas Yona.

Terhadap vonis bebas ini, penuntut umum pada Kejari Batam langsung menyatakan kasasi. Bahkan, informasi yang diterima dari PN Batam, berkas kasasi sudah dikirim ke Mahkamah Agung (MA), Rabu (17/2/2021), dengan nomor surat W4.U8/709/HK.01.02/II/2021.

Seperti diurai dalam surat dakwaan, terdakwa Song Chuanyun didakwa di Pengadilan Negeri (PN) Batam lantaran diduga melakukan tindak pidana penganiyaan diatas kapal Lu Huang Yuan Yu 118 berbendera Singapura. ABK kapal itu merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).

Editor: Yudha