Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tragedi APC AUSSIE 1 Bukti Belum Jelasnya Tata Kelola Perairan Batam
Oleh : redaksi
Sabtu | 09-06-2012 | 19:26 WIB

Oleh: Yoseph Pencawan

LALU LINTAS DAMAI, keamanan pelayaran dan keselamatan jiwa di laut merupakan hal yang paling utama dalam semua aktifitas pelayaran.

Salah satu bagian dari pelayaran tersebut adalah pelabuhan yang memerlukan pembenahan untuk menuju keamanan dan keselamatan tersebut.

Pentingnya pengaturan pelabuhan telah diatur oleh Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lihat UU No.17 Thn 2008 BAB VII Psl 67 – 115).

Untuk menjaga kelancaran pengoperasian pelabuhan, keamanan dan keselamatan, setiap pelabuhan memiliki Rencana Induk Pelabuhan yang berisikan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKrP) dan Daerah Kepentingan Pelabuhan (DLKpP) yang tidak hanya mencakup wilayah perairan, tetapi juga wilayah darat sekitar pelabuhan dan wilayah sekitarnya (UU No.17 Thn 2008 Psl 71 s/d 78). 

Hanyutnya APC Aussie 1 hingga ‘sandar’ di jembatan VI Barelang kembali menunjukkan kepada kita bahwa Batam masih banyak memiliki kelemahan dalam pengelolaan perairan.

Boleh-boleh saja alasan yang diberikan oleh Otoritas Pelabuhan bahwa hal itu terjadi disebabkan oleh keadaan alam yang memang tidak bersahabat pada malam itu.

Tetapi ini tidak bisa dijadikan kambing hitam sebagai penyebab, lebih dari itu, kita harus melihat pengelolaan perairan secara menyeluruh, terutama DLKrP dan DLKpP.

Kapal-kapal yang lay up atau lego jangkar di sekitar perairan Batam bukan sekali ini saja menimbulkan masalah, beberapa waktu lalu ada kapal yang diusir masyarakat dari tempat lego jangkarnya, ada yang bermasalah dengan nelayan dan kasus-kasus lainnya.

Dari semua itu perlu dipertanyakan, apakah Batam sudah memiliki Rencana Induk Pelabuhan (RIP) sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 17/2008?

Sejauh yang penulis ketahui, Batam belum menyusun RIP dimaksud.

Tetapi kalau sudah, dimana saja penetapan titik-titik koordinat wilayah DLKrP dan DLKpP, daerah lay up dan lain sebagainya.

Apakah penetapan tersebut sudah mempertimbangkan keselamatan pelayaran dan kegiatan nelayan sekitar secara maksimal dan memiliki pertimbangan yang matang mengenai perlindungan lingkungan perairan?

Merupakan sebuah hal yang sangat ironis bahwa Batam sebagai wilayah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, ternyata tidak ikut berbenah untuk mengimbangi status yang telah disandang.

Padahal, pelabuhan merupakan tolok ukur yang akan mendukung status tersebut dan mencapai tujuan diberikannya status tersebut.

Di sekitar DLKrP, kita masih melihat kesemrawutan pelabuhan kargo dimana orang-orang atau kendaraan yang tidak berkepentingan lalu lalang tanpa memikirkan keselamatan maupun kelancaran aktifitas pelabuhan itu sendiri.

Tidak terbayangkan bagaimana kondisi DLKpP di perairan yang jauh dari pengawasan.

Kita semua mengharapkan instansi terkait lebih bersikap arif dan segera merobah paradigma berpikir dan bertindak untuk taat azaz dan aturan serta lebih proaktif dalam mengemban amanah masyarakat untuk menjaga kepentingan bersama.

Penulis adalah wartawan batamtoday.com