Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengenang Para Tokoh Sumpah Pemuda

Ketua Kongres Pemuda Pertama dan Penggagas Bahasa Indonesia Ternyata Orang Madura
Oleh : Opini
Kamis | 29-10-2020 | 14:20 WIB
A-M-TABRANI2.png Honda-Batam
Ketua Kongres Pemuda Pertama dan Penggagas Bahasa Indonesia, Muhammad Tabrani. (Foto: Wikipedia)

Oleh M Mas'ud Adnan

PARA pejuang kemerdekaan dan pendiri Republik Indonesia (RI) ternyata banyak berasal dari profesi wartawan dan penulis. Sebut saja Agus Salim, Tjokroaminoto, Bung Tomo, KH A. Wahid Hasyim, bahkan juga Bung Karno dan Bung Hatta.

Para the founding fathers itu populer sebagai wartawan profesional dan penulis handal, di samping pejuang kemerdekaan tentunya.

Haji Agus Salim bahkan mengawali aktivitas perjuangannya sebagai redaktur Harian Neratja. Kemudian naik pangkat menjadi kepala redaksi. Karir jurnalistiknya meningkat sampai jadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Hindia Baroe. Agus Salim kemudian mendirikan surat kabar Fadjar Asia sebelum akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Partai Syarikat Islam (PSI).

HOS Tjokroaminoto juga wartawan handal. Tjokroaminoto identik dengan surat kabar Oetoesan Hindia. Maklum, ia selain memimpin surat kabar Oetoesan Hindia juga, banyak tulisannya tentang kebangsaan dituangkan dalam surat kabar yang dipimpinnya itu.

Bahkan dalam mengedukasi murid-murid politiknya, Tjokroaminoto selalu menekankan pentingnya menjadi penulis. "Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator," kata Tjokroaminoto.

Tjokroaminoto adalah tokoh pers sekaligus guru politik yang melahirkan tokoh nasional seperti Soekarno, Semaoen, Alimin, Muso, dan Kartosuwiryo. Bahkan Tan Malaka pernah berguru kepada Tjokroaminoto yang saat itu tinggal di Jalan Peneleh Surabaya.

Nah, dalam momentum Hari Sumpah Pemuda 2020 ini kita juga harus ingat Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Pemuda yang akrab dipanggil M. Tabrani ini juga berprofesi wartawan. Dan M Tabrani inilah yang menjadi Ketua Kongres Pemuda pertama yang berlangsung pada 30 April hingga 3 Mei 1926.

Majalah Tempo menyebut Tabrani sebagai penggagas Kongres Pemuda yang sangat monomental itu. Jadi M. Tabrani punya jasa dan andil besar dalam mempersatukan pemuda Indonesia untuk melawan penjajah sekaligus memerdekan bangsa Indonesia.

Bahkan pemuda M Tabrani ini pulalah yang mencetuskan kali pertama penggunaan bahasa Indonesia. Padahal, saat itu Moh. Yamin mengusulkan bahasa persatuan adalah bahasa Melayu.

Otomatis terjadi silang pendapat. Tapi Logika M Tabrani sangat menarik dan logis "Kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama Indonesia, maka bahasa itu harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu," kata M. Tabrani melontarkan argumentasi melawan logika Moh. Yamin.

Sejak itu, untuk kali pertama frase 'bahasa Indonesia' diperkenalkan. Maka, dalam Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda pun lahir memuat poin ketiga, "Menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia."

Peran strategis M. Tabrani lainnya, menurut Samuel S, Lusi (2017), adalah pada tahun 1936 saat memperjuangkan petisi Sutarjo yang berisi tuntutan kepada pemerintah Hindia Belanda agar Indonesia diberi kesempatan membentuk parlemen sendiri.

Yang menarik, ternyata M. Tabrani ini berasal dari Pamekasan Madura. Ia lahir di Pamekasan, Madura pada 10 Oktober 1904. Ini berarti pulau garam juga produktif melahirkan 'tokoh bangsa penuh berkah' bagi Republik Indonesia

Meski orang Madura, tapi Tabrani tergabung dalam organisasi Jong Java. Maklum, ia bekerja sebagai wartawan Koran Hindia Baroe. Koran ini dipimpin H. Agus Salim yang popular sebagai Ketua Jong Java .

Ahmaddani G.Martha dkk (1984) menyebut peran M. Tabrani sangat menonjol dalam Kongres Pemuda, baik secara personal maupun kelembagaan lewat Jong Java.

M. Tabrani sangat kreatif dan banyak ide. M. Tabrani inilah yang banyak menginisiasi teknis kepanitiaan, isu, dan diskusi dalam Kongres Pemuda. Sehingga namanya lebih popular dari Moh.Yamin (Jong Sumatranen Bond), Sunarto (Jong Java), dan Paul Pinontoan (Pelajar Minahasa), terutama saat M Tabrani menyampaikan pidato dalam Kongres Pemuda.

Kongres Pemuda I menghasilkan tekad bersama mempersatukan pemuda-pemuda Indonesia dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan. Mereka tak lagi terkotak-kotak ke dalam "jong-jong kedaerahan" seperti sebelumnya, meski identitas kultural tetap dipertahankan.

Setelah selesai, Panitia Kongres tidak dibubarkan sehingga Tabrani masih bekerja mempersiapkan 'jalan' menuju pelaksanaan Kongres II tahun 1928, sebelum ia pergi ke Jerman untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan jurnalismenya di Universitt zu Kln.

M. Tabrani memang wartawan profesional. Merdeka.com menulis, Tabrani adalah seorang wartawan yang mulai bekerja pada harian Hindia Baru. Kemudian, Tabrani menjadi pemimpin majalah Reveu Politik di Jakarta dari tahun 1930 hingga 1932. Lalu menjadi pemimpin surat kabar Sekolah Kita di Pamekasan, tahun 1932 hingga 1936.

Tabrani kembali menjadi Pemimpin Redaksi pada Surat Kabar Pemandangan. Tabrani menjabat selama dua periode yaitu Juli 1936 hingga Oktober 1940 dan Juli 1951 hingga April 1952.

Melalui surat kabar Pemandangan, Tabrani memperjuangakan Petisi Sutardjo yang berisi tuntutan kepada pemerintah Hindia Belanda agar Indonesia diberi kesempatan membentuk parlemen sendiri pada tahun 1936.

Pada tahun 1940, Tabrani bergabung dengan Dinas Penerangan Pemerintah bagian jurnalistik dan selanjutnya pindah ke bagian kartotek dan dokumentasi.

Pada tahun 1940 juga, Tabrani menjabat sebagai Ketua Umum PERDI (Persatuan Djurnalis Indonesia) di Jakarta periode 1939 hingga 1940.

Saat penjajahan Jepang, M. Tabrani memimpin koran Tjahaja di Bandung yang misinya juga memperjuangkan Indonesia merdeka. Ia kemudian ditangkap penjajah Jepang. Ia disel di penjara Sukamiskin. Bahkan di penjara itulah ia disiksa yang menyebabkan kakinya cacat.

Namun ia tak jera. Selepas dari penjara, ia memimpin koran Indonesia Merdeka terbitan Jawa Hokokai. Setelah proklamasi kemerdekaan ia mengelola Suluh Indonesia, milik Partai Nasional Indonesia (PNI)

Tahun 1984, pejuang luar biasa ini menghembuskan napas terakhir pada usia 80 tahun.

Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pernah mengusulkan Tabrani sebagai pahlawan nasional. Ini mudah dipahami karena peran M. Tabrani dalam penggunaan bahasa Indonesia sangat determinan.

Seperti dikutip Antara, Kepala Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud, Prof. Dadang Sunendar, mengatakan tanpa adanya Bahasa Indonesia, Bangsa Indonesia saat itu sulit untuk merdeka. Karena itu Bahasa Indonesia mempersatukan bangsa Indonesia untuk berjuang meraih kemerdekaan.

"Almarhum (M Tabrani-Red) merupakan penggagas Bahasa Indonesia. Padahal waktu itu belum ada Republik Indonesia. Kami mengusulkan pada bapak Mendikbud agar Bapak Mohammad Tabrani bisa menjadi pahlawan nasional," kata Dadang.

Semoga pemerintah segera peduli dan kita bisa meneladani sekaligus meneruskan perjuangan tokoh bangsa asal Madura Jawa Timur itu.

Sumber: bangsaonline.com
Editor: Dardani