Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bahaya Covid-19 Mengintai, Perketat Protokol Kesehatan
Oleh : Opini
Senin | 21-09-2020 | 14:52 WIB
A-COVID-ILUSTRASI_jpg2.jpg Honda-Batam
Ilustrasi penyebaran covid-19. (Foto: Ist)

Oleh Reza Pahlevi

PANDEMI Covid-19 belum berakhir meski sebelumnya Indonesia sempat mengalami pelandaian kasus. Namun saat ini klaster keluarga banyak bermunculan di sejumlah wilayah tanah air. Alih-alih mengalami penurunan, justru klaster ini semakin bertambah dan menjadi pemicu pasien terkonfirmasi positif.

Klaster keluarga bermunculan setelah wali kota Bogor, Bima Arya menemukan kasus tersebut di daerah yang ia pimpin. Dalam dua hari terdapat 25 warga kota Bogor yang terkonfirmasi positif virus corona yang sebagian besar berasal dari klster keluarga.

Bima menyatakan, penularan tersebut penularan klaster keluarga akibat imported case akibat imported case, yakni adanya aktifitas warga yang bepergian ke luar kota atau daerah lain dan kemudian tertular Covid-19.

Penularan virus corona di lingkungan keluarga kian dominan karena mereka tinggal dalam pemukiman dan saling berjunjung satu dengan yang lainnya.

Sementara di daerah Jawa Tengah terutama di pelintasan jalur pantai utara, merupakan salah satu tempat yang rawan terjadi penularan Covid-19. Daerah tersebut diapit oleh Jawa Timur dan Jakarta yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai zona merah.

Gugus tugas percepatan penanganan covid-19 menunjukkan, Jawa Tengah sempat menempati urutan ketiga penambahan kasus terbanyak pada juli 2020 lalu.

Selain itu tercatat lebih dari 100 dokter di Indonesia yang meninggal dunia akibat terinfeksi Covid-19. Banyaknya dokter yang meninggal dengan positif corona di Indonesia, mengakibatnya berkurangnya tenaga kesehatan.

Padahal di masa pandemi ini, Indonesia sangat membutuhkan tambahan tenaga dokter. Artinya kehilangan 100 dokter sama halnya dengan 250.000 masyarakat yang kehilangan hak untuk ditangani dokter ketika sakit.

Epidemiolog dari Universitas Grifith Australia, Dicky Budiman menjelaskan berdasar data Bank Dunia, Persentase dokter yang bertugas di Indonesia hanya 0.4 persen per 1000 penduduk. Artinya hanya ada 4 dokter untuk melayani 1000 masyarakat.

Apabila jumlah dokter berkurang, tentu masyarakat juga akan kehilangan kesempatan untuk ditangani dokter di Indonesia.

Dicky mengatakan, meninggalnya para tenaga medis terjadi di wilayah dengan positif rate tinggi dan intervensi program testing dan tracing yang rendah. Kalau misalnya hal tersebut tidak langsung diperbaiki, maka tidak ada penghormatan bagi tenaga medis yang selama ini menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19.

Presiden RI Joko Widodo telah merespons hal tersebut dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020.

Inpres tersebut diterbitkan untuk memperketat dan meningkatkan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan.

Juru Bicara Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia menyampaikan, Instruksi tersebut ditujukan kepada sejumlah menteri, panglima TNI, Kapolri, Kepala lembaga serta pimpinan daerah meliputi gubernur, bupati dan wali kota agar bersama-sama melakukan pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di masyarakat dan berpartisipasi dalam upaya pencegahan dan pengendalian covid-19.

Dalam Inpres tersebut, Presidan Jokowi juga menginstruksikan agar para kepala daerah menyusun petunjuk pelaksanaan dalam bentuk peraturan gubernur/bupati/walikota dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Dan juga memperhatikan bahwa pengawasan dilakukan dalam koridor penegakkan disiplin, penegakan hukum dan ketertiban masyarakat.

Angkie juga menurutkan, sampai saat ini Presiden terus mengampanyekan kepada seluruh elemen masyarakat untuk taat kepada protokol kesehatan.

Beberapa upaya yang ditekankan meliputi hal-hal yang sangat bisa dilakukan, seperti menggunakan masker, menjaga jarak dan rajin cuci tangan pada setiap aktifitas dalam situasi kebiasaan baru.

Penggunaan masker dan penerapan jaga jarak minimal 1 meter juga dinilai efektif dalam menghalangi droplet yang menjadi media penularan virus corona.

Hal tersebut dibuktikan oleh seorang peneliti dari Providende Sacred Heart Medical Center, Amerika Serikat (AS), Rich Davis, Davis membuktikannya melalui demonstrasi dengan cawan petri.

Demonstrasi tersebut dibagi menjadi 2 cara sederhana. Yaitu dengan memakai masker dan tidak memakai masker.

Davis tercatat batuk 2 kali, berbicara selama 60 detik, hingga bernyanyi selama 60 detik menghadap cawan petri yang berjarak 0,5 meter. Kemudian cawan petri tersebut didiamkan selama 24 jam.

Hasilnnya terlihat ada lebih banyak koloni bakteri pada cawan kelompok yang tidak menggunakan masker.

Menerapkan protokol kesehatan harus dimulai dari kesadaran diri, jika masih saja melanggar, tentu saja harus bersiap dengan adanya sanksi social.*

Penulis adalah kontributor Pertiwi Media