Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membangun Kebersamaan Gerakan
Oleh : Redaksi
Senin | 21-05-2012 | 11:34 WIB

Oleh: Raja Dachroni

Pada hari Jumat (18/5/2012) lalu, di sebuah hotel di Tanjungpinang saya bersama rekan-rekan dari beragam elemen gerakan mahasiswa di Kepulauan Riau, PMII, HMI dan GMNI mendiskusikan topik, Kebersamaan Gerakan Mahasiswa dalam Membangun Masyarakat yang Madani”.

Sebuah topik yang penulis rindukan dan memang idealnya sudah menjadi satu keharusan bagi gerakan mahasiswa untuk membangun sebuah kebersamaan gerakan, khususnya dalam menyikapi isu-isu publik yang strategis dan menindas masyarakat lemah.

Namun, perlu disadari ada beragam kendala dan tantangan dalam menyamakan frekuensi kebersamaan itu, dan di sinilah menjadi titik kesulitan antar gerakan untuk menyatukan atau mencari titik-titik kesamaan pandangan sehingga memunculkan frekuensi yang sama. 

Diusungnya wacana kebersamaan ini, kita harus melihatnya dari beragam latar belakang yakni munculnya beragam gerakan mahasiswa dengan latar dan beragam ideologi, perjuangan yang relatif tidak pernah menyatu dan sendiri-sendiri.

Hal inilah yang kemudian dirasakan perlu bagi gerakan mahasiswa untuk membuat dan menciptakan kebersamaan dalam mengusung agenda-agenda perjuangan/ amar ma’ruf nahi munkar. Sadar atau tidak, gerakan mahasiswa saat ini dihadapkan dengan kondisi nyata masyarakat yang sebenarnya sangat memerlukannya sebagai kekuatan infrastruktur politik yang mampu mendorong dan memperjuangkan aspirasi mereka.

Menurut penulis, ada tiga tantangan besar ketika kita membicarakan masalah membangun kebersamaan gerakan mahasiswa yang saat ini terkesan bergerak sendiri-sendiri padahal terkadang memiliki penyikapan yang sama. Pertama, perbedaan persepsi (pandangan). Cara pandang gerakan mahasiswa yang relatif berbeda dalam menyikapi satu persoalan. Kedua, motif kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan tidak jarang disusupi dengan kepentingan politik praktis. Ketiga, egoisme gerakan dalam merebut isu dan perebutan kekuasaan di kampus.

Gerakan mahasiswa terkadang berlomba-lomba memperjuangkan suatu isu mencari momentum pencitraan ke masyarakat. Padahal, gerakan mahasiswa bukanlah gerakan politik yang memang memerlukan citra untuk pendulangan suara pada Pemilu. Kita tentunya sangat menginginkan aksi tuntutan dalam menyikapi sebuah isu dapat membuahkan hasil. Tidak cukup hanya heboh di media massa. Bukan berarti memaksakan kehendak, tapi sudah semestinya ada goal yang jelas dari sebuah gerakan. Ini barangkali disebabkan karena tidak adanya kebersamaan gerakan.

Dengan demikian, ada tiga hal yang menurut penulis perlu dilakukan melihat tiga faktor penyebab yang menyebabkan gerakan mahasiswa sulit menyatu dalam menyuarakan aspirasi masyarakat yang kemudian dapat membantu terciptanya kebersamaan yang penulis maksud, yakni menyamakan frekuensi, merasionalisasikan pentingnya kebersamaan dalam gerakan mahasiswa khususnya dalam membangun kebersamaan strategis dan komunikasi yang harus senantiasa terjadi baik dalam suasana yang formal maupun informal.

Frekuensi gerakan jelas perlu disamakan. Tidak bisa dipungkiri, munculnya beragam gerakan memang hal yang terberikan dan tidak bisa ditolak karena setiap gerakan mahasiswa lahir sesuai momentum zamannya. Ambil contoh tentang kelahiran HMI, PMII dan KAMMI. Kendati sama-sama berideologikan atau berasaskan Islam, tapi organisasi lahirnya dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Tapi penulis yakin berdirinya organisasi ini memiliki niat yang sama untuk sama-sama beramar ma’ruf dan nahi munkar.

Muncul juga gerakan mahasiswa berbasiskan agama lain, yang juga penulis pikir memiliki tujuan yang sama hanya memang caranya saja yang berbeda. Hal serupa juga barangkali ditunjukkan oleh gerakan mahasiswa yang berideologikan nasionalis sosialis seperti GMNI dan GMPI.

Nah, sudah sepantasnya gerakan mahasiswa merajut tujuan-tujuan bersama itu dengan penyamaan frekuensi perjuangan. Lalu kemudian merasionalisasikan dan mengkomunikasikan frekuensi tersebut bahwa perlunya kebersamaan gerakan untuk mencapai goal gerakan yang diinginkan. 

Kebersamaan Strategis

Nah, penulis pikir kebersamaan gerakan strategis perlu segera dibangun, mengingat gerakan mahasiswa lah yang memiliki kepentingan yang benar-benar murni untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat tanpa ada titipan isu dari pihak manapun. Gerakan mahasiswa harus memiliki agenda-agenda strategis yang kemudian dikomunikasikan secara bersama-sama di antara gerakan mahasiswa.

Dan kemudian mengubah trend gerakan dari gerakan aksi menjadi gerakan yang memiliki tiga trend. Ada tiga trend gerakan yang patut menjadi perhatian gerakan mahasiswa kekinian. Pertama, tren/ model gerakan berbasis riset. Sebagai kaum yang memiliki kecerdasan dan ketajaman menganalisa suatu persoalan, sudah saatnya kiblat pergerakan mahasiswa saat ini berbasis riset dan kajian-kajian ilmiah karena salah satu wujud dari tridharma perguruan tinggi adalah pendidikan dan penelitian.

Kedua, tren/ model gerakan jamaah atau pengkaderan. Bukan sebuah gerakan kalau tidak mampu melakukan proses pengkaderan, sebab untuk melakukan suatu perubahan diperlukan kerja-kerja berjamaah sebagaimana firman Allah SWT dalam QS As-Shaff ayat 4, "Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh."

Tren terakhir, ketiga, adalah tren atau model gerakan mahasiswa kewirausahaan/ kemandirian. Tak bisa dipungkiri, cukup banyak aktivis dan gerakan mahasiswa yang mengorbankan bahkan menjual idealismenya karena mengalami penyakit kanker (kantong kering).

Sudah saatnya, dengan ketiga modal tren di atas gerakan mahasiswa harus memikirkan kondisi finansialnya dengan model pemberdayaan wirausaha. Cukup banyak peluang yang bisa diambil dengan memanfaatkan kecerdasan intelektual dan pengkaderan, itu adalah modal awal yang kemudian akan mengantarkan gerakan mahasiswa menjadi gerakan yang benar-benar memiliki positioning bargaining yang cukup tinggi namun bukan untuk "diperjualbelikan".

Dengan kata lain, konsep gerakan mahasiswa haruslah direposisi namun bukan berarti mengabaikan ciri khas mahasiswa yang ada saat ini yaitu identik dengan aksi demontrasi. Aksi demontrasi sangat dibutuhkan (tapi dalam kondisi dan waktu tertentu), tetapi akan sulit rasanya jika dilakukan terus-terusan sementara masalah yang dihadapi bangsa ini sedemikian kompleks.

Kepada seluruh gerakan mahasiswa dan aktivis, tumbuhkanlah rasa kerisauan-kerisauan sosial. Dan Sayyid Qutb (1981) pernah bertutur, "Jika kamu melihat sebuah kejahatan, lalu kemudian dirimu diam menyaksikan kejahatan itu, maka pertanyakanlah moralmu!"

Benarlah apa yang disampaikan Sayyid Qutb itu, diamnya kita terhadap persoalan kemasyarakatan membuktikan kadar kepekaan sosial kita sangat lemah. Marilah bergerak mahasiswa Indonesia, tuntaskan perubahan dan wujudkan cita-cita dan agenda reformasi yang telah dideklarasikan empat belas tahun yang lalu. Hidup mahasiswa! Harapan itu selalu ada.

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Riau (UR) dan Ketua Umum Pengurus Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PD KAMMI) Kepulauan Riau