Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kuota dan Beban Tugas Tinggi Jadi Kendala Anak saat Belajar Daring
Oleh : Redaksi
Kamis | 25-06-2020 | 15:04 WIB
Komisioner-KPAI-retno.jpg Honda-Batam
Komisioner KPAI Retno Listyarti. (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan kendala pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dialami guru, siswa, dan orang tua. Menurut KPAI, siswa merasa beban tugas menjadi lebih tinggi, sementara orang tua mengeluhkan akses kuota internet.

Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam rapat di Komisi X DPR, Kamis (25/6/2020) mengatakan, KPAI menerima 250 aduan dalam satu minggu terkait pembelajaran jarak jauh. KPAI juga melakukan survei kepada 1.700 siswa dan 62 guru terkait metode pembelajaran tersebut.

"Survei ini mereka memang menyatakan pakai platform. Dari total responden, sebanyak 76,6 persen pernah pakai platform, yang terbanyak adalah platform gratis yang disiapkan seperti Ruangguru, rumah belajar yang milik Kemendikbud," ujar Retno.

Retno mengatakan, kuota internet menjadi salah satu masalah dalam pembelajaran daring ini. Orang tua siswa yang ekonominya terdampak pandemi COVID-19 juga merasa terbebani dan kesulitan dengan kuota internet.

"Kuota kemudian jadi masalah karena banyak anak tidak terlayani. Kalau berdasar data kami dari, tidak hanya di Papua yang 54 persen tidak bisa tertangani daring dari 608 siswa, tapi Kota Bogor yang sangat dekat dengan Jakarta pun masih ada 11 persen tidak terlayani secara daring," ujar Retno.

"Nah ini terkait dengan penggunaan kuota ini, jadi masalah karena para orang tua terdampak COVID-19 secara ekonomi. Punya tiga anak, tiga-tiganya gunakan kuota mereka, kemudian jadi sulit untuk membeli kuota, karena makan aja sulit. Akhirnya semakin hari itu semakin banyak anak tidak terlayani pembelajaran daring karena bermasalah kepada pembelian kuota," imbuhnya.

Selain itu, Retno mengungkapkan 79,9 siswa mengeluhkan minimnya interaksi dengan guru karena dalam pembelajaran daring hanya diberikan tugas via aplikasi WhatsApp. Anak-anak menurutnya juga merasa beban tugas untuk mereka terlalu berat.

"Ini menurut data yang kami dapat dari anak-anak. Jadi yang selalu memberi tugas itu mencapai 73,2 persen dengan jangka menit waktu pendek. Sehingga tugas satu belum selesai, datang lagi tugas kedua. Belum lagi selesai, datang lagi tugas ketiga, begitu seterusnya. Sehingga anak-anak merasa kelelahan karena mereka 95 persen mengerjakan tugasnya dengan menggunakan HP," ujar Retno.

Retno juga menyebut mayoritas siswa kesulitan mengerjakan tugas karena guru tidak pernah menjelaskan pelajaran. Akibatnya, banyak dari para siswa merasa tidak senang belajar di rumah.

"Dari 1.700 responden, 77,8 persen memang kesulitan mengerjakan tugas karena guru tidak pernah menerangkan. Tidak pernah ada interaksi sehingga tugas demi tugas menjadi berat dipikirkan sendiri oleh anak-anak. Dan catatan kami juga ternyata banyak guru menurut anak-anak tidak memberi feedback. Jadi ketika diberi tugas, dikumpulkan, gurunya tidak memberi feedback. Ini juga menurunkan semangat anak-anak mengerjakan," jelas Retno.

"Akhirnya karena formulanya seperti itu, 76,7 persen responden kami para siswa mengaku tidak senang belajar dari rumah. Yang senang ada yaitu 23,3 persen. Ini anak-anak yang terfasilitasi pada alat, pada kuota, dan lain-lain," lanjut dia.

Sumber: Detik.com
Editor: Chandra