Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peringatan Hari Buruh Internasional 2012

Kerahkan 100 Ribu Massa, FSP BUMN Desak Nasionalisasi Terminal Peti Kemas
Oleh : Redaksi/Mg
Selasa | 01-05-2012 | 10:41 WIB

JAKARTA, batamtoday - Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN hari ini akan menggelar aksi memperingati hari buruh Internasional di sejumlah pelabuhan yang ada di Indonesia. Rencananya, sebanyak 100 ribu pekerja BUMN akan diturunkan untuk meneriakkan sejumlah tuntutan. 

Siaran pers yang diterima batamtoday pagi ini, Selasa(1/5/2012), FSP BUMN membawa beberapa tuntutan, salah satunya meminta agar pemerintah segera memperbaiki kesejahteraan para pekerja di sektor Kepelabuhanan serta melakukan nasionalisasi terhadap terminal peti kemas yang selama ini dikuasai perusahaan asing seperti Hutchinson dan Dubai Port. 

"Kami meminta agar nasionalisasi terhadap terminal peti kemas yang hampir dimiliki oleh perusahaan-perusahaan asing segera dilakukan, agar kedaulatan dan ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga,"kata Ketua Harian FSP BUMN, Prakoso Wibowo.

Nasionalisasi ini dianggap perlu, mengingat pelabuhan peti kemas merupakan akses distribusi barang ekonomi yang memiliki nilai sangat strategis. Jika tetap dikuasai asing, maka keuntungan besar yang seharusnya bisa dinikmati rakyat Indonesia, akan mengalir ke kantong-kentong perusahaan tersebut. 

"Sehingga kemandirian ekonomi akan sulit dicapai," tegas Prakoso. 

Selain itu, kata Prakoso Wibowo, dalam kesempatan May Day 2012 ini, FSP BUMN juga mendesak Menakertrans untuk menertibkan sistim kerja outsourching di Pelabuhan Tanjung Priuk  dan buruh yang bekerja di kawasan bonded. Hal ini sejalan dengan amanah UU Ketenaga kerjaan. 

"Selama ini banyak pekerja outsourching di pelabuhan dan kawasan bonded dibayar di bawah UMP dengan beban kerja yang tidak sesuai dengan pendapatannya," tuturnya.

Selain tuntutan sektor kemaritiman, FSP BUMN Bersatu juga menyampaikan tuntutan lain. Salah satunya, sektor Energi. Untuk sektor ini, para pekerja mendesak  KPK dan Kejaksaan Agung untuk melakukan peyelidikan adanya dugaan korupsi  akibat membengkaknya subsidi APBN untuk memenuhi subsidi  BBM karena harga minyak dunia yang terus meningkat. 

"Kebutuhan BBM nasional yang makin meningkat diperparah dengan ketidakefesienan dan praktek korupsi di PLN yang dilakukan oleh pejabat-pejabat mereka. Para petinggi PLN juga membuat kebijakan yang tidak solutif, dengan mencari keuntungan pribadi melalui kebijakan membeli genset-genset baru yang tentu saja menjadi pembengkakan subsidi BBM, dan bukan mengembangkan listrik alternatif," kata Prakoso.