Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perambahan Hutan Lindung di Nongsa

Komisaris PT PMB Ditetapkan Tersangka, Siapa Menyusul?
Oleh : Hendra Mahyuni
Kamis | 27-02-2020 | 12:44 WIB
20200227_kavling-nongsa-1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Beginilah kondisi hutan lindung daerah Bukit Indah Nongsa IV yang disulap jadi kavling oleh PT PMB. Perambahan hutan ini terkesan ada pembiaran, karena setelah semuanya rata dengan tanah baru ada tindakan tegas dari Ditjen Penegakan Hukum LHK. (Foto: Putra Gema)

BATAMTODAY.COM, Batam - Komisaris PT Prima Makmur Batam (PMB), ZA bin K, resmi ditetapkan sebagai tersangka perusakan hutan lindung di Batam oleh penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penetapan tersangka terhadap ZA bin K diungkapkan Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda, Selasa (25/2/2020), di Jakarta. ZA langsung ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Salemba, Jakarta Pusat.

Kejahatan perusakan lingkungan, kata Yasid Nurhuda, merupakan kejahatan serius. Tersangka dijerat dengan pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 10 miliar.

"Tersangka ZA ditangkap pada saat dilakukan sidak oleh Dirjen Penegakan Hukum LHK dan Komisi IV DPR RI. Pada sidak, ditemukan adanya kegiatan pembukaan lahan di Kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, dengan menggunakan alat berat berupa excavator oleh PT PMB," ujar Yazid Nurhuda.

Selain ZA, Ditjen Penegakan Hukum LHK juga mengamankan tiga alat berat berupa excavator, 1 unit bulldozer, dan 7 unit dump truck sebagai barang bukti.

Usai penangkapan, ZA mengakui bahwa areal yang sudah dikerjakan, dibangun untuk perumahan dan sudah terjual sebanyak 3.000 kavling secara kredit dengan ukuran kavlingan rumah seluas 8x12 meter persegi, dan kavlingan ruko seluas 5x12 meter persegi.

Dirjen Penegakan Hukum LHK Rasio Ridho Sani, mengatakan upaya penyelamatan, dan pemulihan kawasan hutan merupakan prioritas, dan komitmen pemerintah. "Kita harus menyelamatkan kawasan hutan, dan mangrove, karena sangat penting untuk melindungi masyarakat dari bencana ekologis, longsor, banjir, abrasi, dan kekeringan," ujarnya.

Rasio Sani menegaskan, pelaku perusakan kawasan hutan, apalagi hutan lindung dan kawasan lindung seperti mangrove, harus dihukum seberat-beratnya serta harus dimiskinkan. Pelaku kejahatan seperti ini menikmati keuntungan dengan mengorbankan banyak masyarakat.

Kasus ini pun menjadi pembicaraan hangat di tengan masyarakat. Direktur Eksekutif Batam Monitoring, Lamsir L. Raja, salah satu yang mempertanyakan pola peneggakan hukum yang dilakukan Ditjen Penegakan Hukum LHK.

"Di mana Ditjen Penegakan Hukum LHK selama ini, kok begitu mulusnya perambahan hutan seluar 28 hektar itu? Pengerjaan kavling siap bangun (KSB) itu sudah berjalan cukup lama loh. Kok baru sekarang dihentikan, setelah satu pohon pun tak berdiri di hutan lindung itu?" ungkap Lamsir.

Dia juga menuding Ditjen Penegakan Hukum LHK melakukan upaya pembiaran selama ini. Apalagi kegiatan yang dilakukan PT PMB tidak hanya merusak hutan lindung, tapi juga menipu ribuan warga Batam yang membeli kavling yang mereka tawarkan.

"Ini kan semacam jebakan batman. Setelah ribuan warga Batam terjebak dengan kavling bodong PT PMB, baru Ditjen Penegakan Hukum LHK turun ke lapangan dan menangkap Komisaris PT PMB," kesalnya.

Lamsir pun meminta Ditjen Penegakan Hukum LHK secara terbuka mengungkap kasus ini. "Siapa pun yang terlibat dalam kasus 'kavling bodong' PT PMB ini, harus diungkap secara tuntas. Dirjen Penegakan Hukum LHK juga harus memeriksa anak buahnya yang melakukan upaya pembiaran selama ini," tegasnya.

Editor: Yudha