Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Syamsudin Haris Nilai Capres Tidak Harus Ketum Parpol
Oleh : surya
Senin | 30-04-2012 | 17:14 WIB

JAKARTA, batamtoday-Calon presiden (Capres) tidak harus dari partai politik dan tidak harus pula Ketua Umum Parpol. Sebab, pimpinan partai selama ini tidak menjadi jaminan mampu memimpin bangsa ini.

Apalagi dengan ambang batas kursi di DPR RI sebesar 20 %, yang berhak mengusung capres tersebut justru tidak masuk akal dalam proses politik dan demokrasi di Indonesia sebagai negara yang luas dan penduduknya sangat besar.

Sehingga ambang batas tersebut hanya akan memunculkan satu, dua dan tiga calon. Padahal, dengan banyaknya capres yang dipilih, maka akan memberikan alternatif pilihan bagi rakyat termasuk peluang bagi majunya capres independen.

“Sistem politik kita ini dilema karena capres harus diusung oleh partai atau gabungan partai. Maka di tengah rakyat tidak percaya pada partai, seharusnya UU Pilpres di DPR nanti memberikan peluang bagi calon independen. Karena itu, tidak perlu ambang batas pengusung capres itu 20 %,” tandas pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Haris dalam diskusi soal Pilpres 2014 di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (30/4).

Sebagai contoh lanjut Syamsuddin, di Amerika Serikat saja tidak ada yang namanya pimpinan partai itu harus menjadi capres. Di negeri Paman Sam itu yang muncul sebagai capres malah berasal dari senat, parlemen, atau gubernur. Oleh sebab itu, ketua umum parpol itu tidak memiliki hak istimewa harus menjadi capres di setiap pemilu.

“Seharusnya DPR berpikir rasional bahwa ambang batas (PT) DPR 3,5 % saja yang diatur, dan untuk maju sebagai capres tidak perlu. Jadi, hentikan kebiasaan pimpinan parpol itu menjadi capres. Apalagi elektabilitas pamilu legislatif tidak bisa disamakan dengan Pilpres atau Pemilukada, karena rakyat memilih figur,” ujar Syamsuddin.

Sejauh itu, kata Syamsuddin,juga harus menghentikan polemik siapa atau tokoh yang maju sebagai capres, melainkan harus fokus kepada apa yang ditawarkan, dijanjikan dan apa yang menjadi program pembangunan untuk Indonesia lima tahun ke depan jika dia terpilih sebagai presiden? “Itu pun harus konkret dengan tingkat pencapaiannya. Dan, bukannya hanya janji-janji klise yang tidak jelas bahkan absurd. Karena itu proses rekrutmen capres itu sendiri minimal satu tahun, agar tokoh yang ditawarkan dikenal secara rasional oleh rakyat,” tambah Syamsuddin.

Misalnya menurut Syamsuddin, apa yang ditawarkan dan dengan cara bagaimana tawaran atau janji itu akan dicapai oleh Aburizal Bakrie, Prabowo Subianto, Jusuf Kalla dan tokoh lainnya. “Jangan hanya berdasarkan survei. Apalagi kalau survei itu dilakukan oleh lembaga yang tidak kredibel, maka hal itu hanya sebagai langkah politik untuk pencitraan saja. Terbukti, proses politik selama ini tidak atau belum mendapatkan figur yang kita harapkan,” katanya kecewa.

Sementara itu Mohamad Shohibul Iman mengakui jika sulit maju sebagai capres kalau tidak melalui parpol, meski tidak tertutup kemungkinan munculnya calon independen di luar partai. Yang pasti katanya, kaderisasi kepemimpinan di partai itu harus berjalan, sehingga partai juga tidak sembarangan mencalonkan seseorang sebagai capres.

“Kaderisasi dan proses rekrutmen di internal partai harus berjalan dengan demokratis, agar lahir calon pemimpin yang terbaik,” ungkap politisi FPKS ini.