Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengagumi Burung Cerek Krenyut, Si Mungil Pelintas Batas Negara
Oleh : Redaksi
Selasa | 11-02-2020 | 12:28 WIB
20200211_burung-cerek-1.jpg Honda-Batam
Burung dengan nama latin Pluvialis fulva ini mempunyai tubuh berukuran sedang, panjangnya kurang lebih 25 cm. (Mongabay Indonesia)

PERAWAKANNYA tampak tenang, seperti sedang kedinginan. Burung dengan ciri warna bulu coklat keemasan ini matanya terus memperhatikan lingkungan sekitarnya. Sesekali berjalan kaki beberapa langkah. Kemudian berhenti lagi menghampiri kawanan lainnya.

terlihat malu-malu, tidak seperti burung cerek jawa (charadrius javanicus) yang cenderung aktif mencari mangsa. Hidupnya berkoloni, memiliki nama latin 'pluvialis fulva'. Dialah burung cerek krenyut yang mempunyai tubuh berukuran sedang, kurang lebih panjangnya 25 cm.

Dengan ciri tubuh kekar, memiliki leher yang jarang ditampakkan. Sementara ukuran kepalanya besar. Paruhnya pendek tetapi besar. Ketika terbang warnanya tidak kontras dengan garis sayap. Karena tubuh bagian bawah, garis mata dan sisi muka memiliki warna coklat pucat yang hampir sama dengan warna bulu bagian atas dan sayapnya, yaitu coklat keemasan.

Pada bagian tubuhnya juga terlihat bercoret kehitaman dan putih. Burung yang dikenal juga dengan nama pacifik golden plover ini mempunyai bunyi siulan yang nyaring, nada tunggal atau ganda yaitu 'tuiit'.

Burung cerek krenyut merupakan burung pemakan invertebrata, yaitu hewan yang tidak memiliki tulang belakang seperti cacing, udang, serangga, moluska, dsb. Termasuk jenis burung air yang habitat hidupnya di lahan basah seperti pantai maupun tambak.

Selain itu, juga banyak dijumpai di gosong lumpur, gosong pasir, maupun sawah yang dekat dengan pantai. Mereka tersebar dari berbagai daerah, bisa terbang hingga sampai pada ketinggian 1.000 mdpl.

Pengontrol

Cerek krenyut saat mencari makan kadang sendiri, terkadang juga berkelompok. Mahasiswa Biologi Universitas Brawijaya Malang, Afina Aninnas, berbagi pengalaman saat melakukan pengamatan.

Dia menjelaskan, jika ingin mengamati burung cerek krenyut baiknya dilakukan saat pagi buta. Karena burung ini memulai aktifitas mencari makan saat pagi sebelum matahari terbit. Ketika matahari muncul burung-burung ini mandi sembari mengepak-ngepakkan sayapnya. Kemudian berdiam diri dengan kaki diangkat satu.

"Dibandingkan burung cerek jawa burung ini lebih toleransi. Mereka cenderung diam meskipun jarak pengamatan antara 7-8 meter. Tetapi harus dengan merangkak," kata pria 21 tahun ini. Dia mengaku sudah puluhan kali melakukan pengamatan burung di daerah tambak garam Desa Karang Agung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Lanjutnya, burung ini mempunyai postur tubuh lebih tinggi dari burung kedidi (Tringa glareola). Badanya lebih gempal dan bulat. Selain itu, postur kepala juga lebih kelihatan. Cerek krenyut bisa dibedakan jantan dan betina ketika musim kawin.

Ketertarikan Afina mengamati burung cerek krenyut karena burung ini merupakan burung yang unik. Meskipun begitu, dia juga prihatin dengan keberadaanya yang terus menurun. Banyak faktor yang menyebabkan populasinya berkurang. Di Tuban tempatnya melakukan pengamatan, burung ini berkurang karena terganggu aktifitas pengurukan lahan tambak yang dijadikan pemukiman maupun pabrik. Selain itu masih banyak warga yang berburu.

Padahal burung cerek krenyut merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kualitas lingkungan. Dan yang lebih pentingnya lagi, bagi pembudidaya ikan maupun udang keberadaan burung ini juga bisa dijadikan sebagai pengontrol populasi penyakit ikan.

"Ikan ataupun udang yang sakit itu biasanya dimakan sama jenis burung air, termasuk cerek krenyut ini," kata pria yang bergabung dengan Kelompok Studi Biologi UB ini, Senin awal Februari lalu.

Untuk itu, pria yang dulunya pemburu ini berharap masyarakat bisa lebih sadar dan tidak berburu lagi. Upaya yang dia lakukan sementara yaitu melakukan monitoring dan melakukan pendataan. Setelah itu melakukan edukasi ke masyarat terkait dengan pentingnya keberadaan burung yang mempunyai tungkai abu-abu ini.

Migrasi

Jenis burung cerek krenyut termasuk burung migran. Pada bulan-bulan tertentu dia akan mendatangi Indonesia. Misalnya pada bulan Agustus mereka mulai datang. Puncaknya nanti pada bulan Oktober dan November. Pada bulan Februari mereka akan kembali ke Asia Utara dan Asia Timur, sebagian lagi ke Eropa.

Saat musim kawin terjadi pada bulan Juni atau Maret. Mereka biasa bertelur disemak-semak atau tanah. Telurnya bisa sampai empat butir. Waskito Kukuh Wibowo (30), pengamat burung dari birdpacker menjelaskan burung cerek krenyut ketika dijumpai seringkali berpasangan ataupun berkelompok. Jika berkelompok jumlahnya kurang lebih 20-30an. Seringkali dijumpai di tambak, muara sungai maupun sawah yang belum tergarap.

Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature and Natural Resource (IUCN) burung ini masuk dalam kategori risiko rendah atau Least Concern. "Secara internasional, burung ini masih belum banyak dikaji. Belum menjadi perhatian penting," ujar pria yang juga admin Burungnesia, sebuah aplikasi yang menyediakan informasi mengenai jenis-jenis burung.

Menurut dia, bagi petani secara langsung burung ini bermanfaat sebagai pengontrol hama pertanian. Selain itu menjadi salah satu rangkaian penting ekosistem di lahan basah. Namun, alih fungsi lahan dan perburuan yang masih marak membuat burung ini populasinya terganggu. Dengan begitu dia berharap setiap pembangunan bisa lebih memperhatikan lingkungan.

"Saya itu gumun (heran) dengan burung cerek krenyut ini, meskipun badanya kecil tapi jangkauan penjelajahnya itu bisa jauh, bahkan mampu menjelajah lintas negara," pungkas pria yang pernah menjumpai burung cerek krenyut di beberapa daerah seperti di Sumatra Barat, Jakarta, Jawa Barat, Bali, dan Surabaya tersebut.

Editor: Yudha
Sumber: mongabay.co.id