Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sertifikasi Siap Kawin, Antara Kebutuhan dan Merepotkan
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 15-11-2019 | 09:04 WIB
ilustrasi-menikah2.jpg Honda-Batam
Ilustrasi. (Istimewa)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, berencana membuat program sertifikasi persiapan perkawinan berupa kelas atau bimbingan pranikah wajib bagi setiap pasangan. 

Rencananya program ini berlaku pada 2020 dan Pemerintah tidak akan memungut biaya untuk program tersebut alias gratis.

Namun tak semua orang setuju dengan rencana program ini. Ada yang menyebut program tersebut dibutuhkan, tapi tak sedikit yang menganggapnya hanya menambah repot persiapan pernikahan bagi calon mempelai.

Sebagian warga mengaku tak asing dengan program pembekalan sebelum menikah atau pranikah. Beberapa calon pengantin memang ada yang sudah melakoni. Bahkan dalam prosesi pernikahan pemeluk agama tertentu, misalnya Katolik dan Protestan, hal tersebut wajib hukumnya.

Sementara ada juga jenis pembekalan pranikah melalui seminar. Sebagian berbayar tapi ada pula yang gratis.

Kebetulan belaka, beberapa bulan terakhir Fransiska Asisi Tiur (32) berburu info mengenai pembekalan pranikah. Ia memperkirakan satu atau dua tahun ini segera meresmikan hubungan dengan sang kekasih.

"Katanya sekitar sebulan sebelum (pernikahan) pembekalannya. Sekali seminggu. Habis itu baru daftar ke gereja. Doakan saja," ungkap Fransiska di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Kamis (14/11/2019).

Ia mengaku baru mendengar soal rencana pemerintah membuat program pranikah. Akan tetapi, agama yang ia anut, yakni Katolik, memang mewajibkan calon pasangan suami istri mengikuti pembekalan pranikah.

Jadi Fransiska setuju saja jika pemerintah pun membuat program serupa. Meski begitu, masih menyimpan tanya apakah ia wajib mengikuti kedua-keduanya.

"Karena itu sangat bermanfaat untuk mengetahui persiapan, lalu untuk setelah menikah. Saya rasa sangat penting. Kalau di kami [Katolik], pembekalan pranikah itu wajib," tutur Fransiska.

Warga lain, Trista Prasidya (30) mengungkapkan antusiasme serupa. Program pranikah ia anggap penting untuk membekali calon pasangan suami-istri, memberikan gambaran masalah yang akan dihadapi saat berumah tangga kelak. Apalagi, selama ini menurut dia, seminar pranikah juga banyak menyedot peminat.

"Bagus sih, setuju kalau ada program itu. Apalagi gratis. Soalnya biasanya seminar pranikah suka ada yang bayar kan," sambung Trista.

Ia menyarankan pemerintah untuk proaktif menyosialisasikan program tersebut ke media sosial. Tentu demi motif dan tujuan dari rencana itu dipahami oleh masyarakat secara umum.

"Soalnya kalau program pemerintah di sosmed kurang promo," imbuh dia lagi.

Dinilai Tak Perlu

Tentu tak semua setuju. Warga lain, Hertanto (34) justru menganggap program ini tak perlu. Sebab menurut dia, setiap pasangan yang hendak menikah harusnya sudah memahami seluk-beluk hingga tujuan sebuah pernikahan.

"Mungkin akan ada efeknya untuk sebagian pasangan, tapi saya sih kayaknya enggak ya. Karena saya termasuk orang yang paham tentang tujuan pernikahan itu apa," tuturnya.

Hertanto lebih setuju jika bimbingan diisi materi penyusunan perjanjian pranikah.

"Bisa, kalau seandainya pisah anak ikut siapa, terus tentang harta gono gini juga," sambung dia.

Jika materi sekadar pengetahuan umum menyongsong kehidupan berumah tangga, ia membayangkan program pranikah hanya akan menambah ruwet persiapan perkawinan jika diwajibkan kepada calon pengantin.

"Pelatihan kayak gini cuma ngeribetin saja. Kalau diwajibkan, ya mending enggak usah nikah saja," Hertanto berseloroh.

Suara keberatan sekaligus mempertanyakan juga diungkapkan Renata (34), yang mengaku sudah sempat melakoni pembekalan pranikah enam tahun silam.

Menurut dia, setiap pasangan sudah pasti punya persiapan khusus. Dia juga mengetahui bahwa sebagian agama, seperti Kristen dan Katolik, sudah memiliki program kursus pranikah yang berisi tentang bimbingan

"Jadi cukup lah negara urusan administrasi aja," tuturnya.

Program yang rencananya berlaku di seluruh Indonesia ini akan dibuat dengan sistem pelatihan. Menurut Menko PMK Muhadjir, pasangan akan dilatih pelbagai pengetahuan mulai dari mengelola emosi, kesehatan reproduksi hingga keuangan.

Warga lain asal Bekasi, Maharani (27) mengusulkan materi pembekalan sebaiknya tak berkutat pada motivasi atau nasihat pernikahan. Ia merasa perlu ada materi lain misalnya soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Bagaimana jika terjadi KDRT dalam rumah tangga. Apa yang harus dilakukan istri? Bagaimana kalau ada pemaksaan dalam seks? Jangan cuma yang baik-baiknya saja," imbuh Maharani.

Maharani juga menilai sebaiknya pemerintah tak berekspektasi program pranikah mampu menurunkan angka perceraian.

"Kalau aku bakal menganggap itu formalitas saja," tambah perempuan yang sehari-hari bekerja di perusahaan multinasional tersebut.

Don Purba (30) memahami maksud baik pemerintah untuk memastikan kesiapan para pasangan. Namun, ia tak sepenuhnya yakin setiap orang mau mengikuti program pranikah.

"Orang mau menikah saja persiapannya kan sudah repot," ucap dia.

"Di agama Kristen juga ada konseling pranikah, kalau nggak salah sih, soalnya saya belum menikah. Jadi double dong (dengan program pemerintah)?" kata Don seraya bertanya.

Tak Jamin Kurangi Perceraian

Selama ini Kantor Urusan Agama memiliki program Bimbingan Perkawinan (Binwin) pranikah. Itu dilakukan kepada pasangan yang ingin membangun rumah tangga lewat pernikahan.

Kepala KUA Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Bunawi Ahmad menerangkan bahwa bimbingan pranikah kini berlangsung sepanjang dua hari penuh. Calon pengantin akan mengikuti sejumlah materi dan berdiskusi. KUA Makassar adalah satu dari total 10 KUA di Jakarta Timur yang melangsungkan bimbingan perkawinan pranikah.

Bunawi mengaku belum pernah mengukur efektivitas program terhadap kualitas pernikahan. Selain karena bimbingan belum merata ke seluruh pasangan, program tersebut pun baru berjalan sekitar dua tahun.

"Kalau dilihat selama pembekalan dua hari itu mereka betul-betul siap, itu di kelas," tuturnya di kantor KUA Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Kamis (14/11/2019) sore.

"Tapi kalau ukurannya, katakanlah tingkat provinsi atau nasional, efektivitas Binwin itu berpengaruh tidak dengan, katakanlah jumlah kasus kekerasan atau perceraian yang terjadi itu, belum ada penelitian ya," lanjut.

Dia mengamini perceraian memiliki banyak faktor dan tak bisa begitu saja menyusut melalui bimbingan pranikah. Tetapi dengan program pranikah, ia berharap peningkatan kematangan pasangan calon pengantin berujung pada peningkatan kualitas hidup sebuah keluarga.

Jikalau tak bisa turun banyak, setidaknya angka perceraian bisa ditekan.

"Tetapi kan tidak langsung spontan dampaknya bisa terlihat. Kan program ini jangka panjang kan bagus, yang jangka panjangnya menghasilkan SDM yang berkualitas," tutur dia lagi.

Bunawi juga mengatakan program Binwin sejauh ini belum menjangkau seluruh calon pengantin. Dia mengatakan problem yang harus dihadapi dalam menjalankan program Binwin yaitu keterbatasan anggaran.

Kementerian Agama memberikan kuota hanya 30 pasangan per bulan yang bisa mengikuti Binwin. Padahal menurut Bunawi, setiap bulannya ada sekitar 150-160 pasangan yang menikah.

Selain itu, program pranikah pun kini sifatnya tak wajib, sehingga sekalipun ada pasangan yang berhalangan ikut, tetap bisa menikah kemudian.

"Karena keterbatasan anggaran," kata Bunawi.

"Tidak sebagaimana negara tetangga kita, Malaysia. Di sana itu sudah mengikat. Siapapun harus melalui pintu itu manakala ia mau menikah. Kalau kita belum sampai ke sana. Ya mudah-mudahan arahnya ke sana."

Bunawi merespons positif wacana pemerintah pusat mewajibkan program pranikah ke seluruh Indonesia dan pasangan calon pengantin. Dia setuju. Namun, dia mengingatkan bahwa setiap kebijakan membutuhkan anggaran agar dapat terlaksana dengan optimal.

"Kalau program itu memang mau dilaksanakan, berarti mau tidak mau anggaran pun harus dipersiapkan. Jangan sampai program ditata sedemikian rupa, tapi anggaran kurang terpenuhi," kata dia.

Sumber: CnnIndonesia.com
Editor: Chandra