Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kenaikan Iuran Dinilai tidak Selesaikan Masalah BPJS Kesehatan Secara Keseluruhan
Oleh : Irawan
Rabu | 13-11-2019 | 10:28 WIB
diskusi-dpr11.jpg Honda-Batam

PKP Developer

forum legislasi 'Bagaimana Solusi Perpres BPJS' di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta. (Foto: Irawan)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2020 dinilai hanya menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah (PR), tapi tidak menyelesaikan masalah BPJS secara keseluruhan.

"Kewenangan menaikkan iuran BPJS ada di pemerintah melalui Perpres, dan Menkeu RI Sri Mulyani sudah memastikan kenaikan itu. Sesungguhnya rencana kenaikan itu sejak 3,5 tahun lalu, tapi tak juga naik, dan baru dinaikkan saat ini hingga 100 persen, sehingga mengejutkan," tegas anggota Komisi IX DPR FPAN Saleh Partaonan Daulay.

Hal itu disampaikan Saleh dalam forum legislasi 'Bagaimana Solusi Perpres BPJS'? 'bersama Wakil Ketua Komisi IX FPKS DPR RI, Anshori Siregar, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) 2014-2019, Angger P. Yuwono, dan Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS), Hery Susanto, di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (12/11/2019).

Lebih lanjut, Saleh mengatakan, jika peserta BPJS itu ada tiga jenis; Mandiri, Penerima Bantun Iuran (PBI) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

"Jika PBPU keberatan mereka ini bisa masuk ke kelompok penerima iuram dari APBN dan APBD yang jumlahnya 96,8 juta orang. Peserta PBI ini bukan orang miskin, sebab yang miskin hanya 12 juta orang," katanya.

Namun, kata Saleh, pihaknya menginginkan pemerintah menjalankan PR sebelumnya sesuai hasil BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) yang melibatkan 1.800 auditor, ada 27,4 juta data yang ganda, Paskesnya tidak jelas sekitar 6 juta, berbagai kecurangan BPJS sendiri, tidak membayar iuran, tidak menjadi peserta BPJS lagi, kapitasi-uang menumpuk di Puskesmas Rp 2,5 triliun yang belum bisa ditarik oleh pemerintah, pembayaran uang lebih pada rumah sakit (RS) dan lain-lain.

Semua harus diselesaikan dan jika tidak, maka defisit akan makin besar. Tahun 2020 sekitar Rp 33 triliun, tahun 2021 defisit Rp 56 triliun dan seterusnya hingga ratusan triliun rupiah.

"Kalau semuanya dibebankan pada peserta BPJS tentu membebani. Untuk itu, DPR minta formulasi yang lebih baik dan mencerdaskan masyarakat dengan menggali dana misalnya dari cukai rokok dan sebagainya," pungkasnya.

Namun demikian Anshori Siregar mengapresiasi langkah Menkes Terawan Agus Putratanto yang kini terus berkeliling ke seluruh Indonesia untuk mencari peserta penerima BPJS yang benar-benar tidak mampu.

"Pemerintah akan tetap menggratiskan," tambahnya.

Editor: Yudha