Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca Relevansi Reuni PA 212
Oleh : Opini
Rabu | 06-11-2019 | 14:52 WIB
pa-212-11.jpg Honda-Batam
Aksi Persaudaraan Alumni 212 di Tugu Monas Jakarta. (Foto: Ist)

Oleh Andhika Lazuardi

PERSAUDARAAN Alumni (PA) 212 berencana akan mengadakan reuni pada 2 Desember 2019. Acara tersebut kemungkinan akan mengambil tempat di Monumen Nasional Monas, Jakarta Pusat.

 

Dalam poster yang beredar, acara tersebut bertajuk, "Munajat untuk Keselamatan Negeri".

Maulid Agung dan Reuni Alumni 212. Uniknya di bagian bawah poster tersebut tertera tulisan, "Insyaallah akan dihadiri IB-HRS". Inisial tersebut tentu saja merujuk pada pentolan FPI Imam Besar Habib Rizieq.

Novel Bakmumin menyebutkan, mereka memang berharap agar Habib Rizieq Shihab selaku Pembina Tunggal PA 212 bisa menghadiri acara reuni di Monas. Saat ini PA 212 tengah menggodok teknis pelaksanaan acara.

Acara Reuni 212 yang awalnya bertujuan memasukkan Ahok kedalam penjara tentu tidak relevan dengan kondisi saat ini, apalagi jika tahun lalu, suasana gelaran 212 sangatlah kental akan muatan politis untuk mendukung capres tertentu.

Apalagi saat ini sosok yang pernah mereka elu-elukan telah bergabung menjadi 1 koalisi dengan lawan politiknya selama 2 periode. Sehingga tidak relevan sekiranya PA 212 masih ingin mengadakan reuni di Monas.

Terkait acara tersebut, Menteri Agama Fachrul Razi enggan berkomentar hingga ada kejelasan terkait aksi tersebut. Pihaknya mengatakan agar dirinya tidak ingin salah dalam memberi tanggapan terkait aksi tahunan tersebut.

Reuni 212 tersebut digagas oleh ormas seperti PA 212, Front Pembela Islam FPI, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Forum Umat Islam FUI yang terlibat dalam Ijtima’ Ulama 4. Dimana mereka mengusung NKRI Bersyariah.

Acara yang diklaim akan menghadirkan 7 juta orang tersebut sepertinya menjadi agenda tahunan oleh PA 212. Dimana pada peringatan tahun ini, pihaknya belum memiliki rencana untuk mengundang Prabowo yang kini menjabat sebagai menteri Pertahanan.

Namun jika memang Prabowo tidak masuk dalam "list". Hal ini tentu wajar saja apalagi saat ini Prabowo telah menerima mandat dari pemerintah pusat sebagai menteri pertahanan.

Tanpa Prabowo pun. Massa akan tetap datang membanjiri wilayah monas, setelah itu mereka sudah pasti akan mengkritisi pemerintahan dibawah Jokowi, dimana menurut mereka Jokowi merupakan lawan politik mereka selama 5 tahun kedepan,

Acara ini seakan kehilangan rohnya. Dimana Prabowo tidak lagi ikut didalamnya, hal tersebut tentu menjadi fakta politik yang wajib diterima. Belum lagi Bapak Amien Rais yang sudah terlanjur "memberikan izin" kepada Prabowo untuk mendapatkan sebuah keperycayaan dalam lingkaran Jokow Widodo.

Oleh karena itu, selain Prabowo yang tiidak masuk dalam undangan, Maka hampir dipastikan Amien Rais juga akan absen dari Reuni 212, karena rasa sungkannya kepada Prabowo Subianto.

Ketua Presidium PA 212 Slamet Maarif menyatakan bahwa pihaknya menolak atas pelantikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin. Penolakan tersebut didasari dengan keputusan atau hasil dari Ijtima’ ulama IV.

Hal tersebut jelas saja bahwa PA 212 tidak mengakui mekanisme yang telah diperjuangkan oleh Mahkamah Konstitusi, sehingga mereka juga termasuk ke dalam pihak yang tidak setuju atas prosesi rekonsiliasi.

PA 212 juga ormas yang dikenal sering mengedepankan ideologi politiknya, tentunya kita bisa berkaca dari pengalaman sebelumnya, ketika Prabowo dan Sandiaga uno meminta untuk tidak ada unjuk rasa.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa Reunni 212 adalah aksi massa yang dapat menggiring opini untuk menolak pemerintahan yang sah.

Sebagai umat beragama tentu kita harus memiliki kearifan agar pesan-pesan Agama yang disampaikan tidak justru digunakan sebagai alat untuk kepentingan politik pragmatisnya.

Menggunakan agama sebagai alat politik praktis tentu akan mengancam persatuan umat beragama yang majemuk di Indonesiia. Dan pastinya menyalahi esensi agama yang menyatukan dan memanusiakan manusia.

Apalagi selama penyelenggaraan Pemilu PA 212 seakan buta akan regulasi. Dimana acara yang mereka gaungkan selama ini sarat dengan muatan politis yang cenderung destruktif. Tercatat ketika PA 212 ingin mengadakan tabligh akbar di Solo mereka justru mengatakan Ganti Presiden terlebih dahulu.

Reuni 212 tentu saja masih dipertanyakan relevansinya, apalagi ketika sosok yang dulunya mereka elu-elukan kini telah bergabung bersama kabinet Jokowi, artinya dalam hal politis tidak lah perlu terlalu fanatis.*

Penulis adalah Pemerhati sosial politik