Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kemenlu Kembali Pulangkan WNI Korban Pengantin Pesanan dari RRT
Oleh : Redaksi
Sabtu | 14-09-2019 | 14:04 WIB
4-pulang.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Serah terima 4 WNI korban pengantin pesanan dari RRT saat diserahkan Kemenlu ke Bareskrim Polri. (Kemenlu RI)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kementerian Luar Negeri kembali memulangkan WNI korban pengantin pesanan dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Sebanyak 4 WNI korban pengantin pesanan tersebut yang berasal dari wilayah Kalimantan Barat dan Jawa Barat telah diserahterimakan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Jumat (13/9/2019).

Serah terima yang berlangsung di Gedung Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Kementerian Luar Negeri, Jumat dipimpin Pelaksana Harian Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Winanto Adi dan dihadiri oleh Pejabat dari Direktorat Jenderal Imigrasi, Rumah Perlindungan/Trauma Center (RPTC) dan KBRI Beijing.

Sejak tanggal 2 September 2019, Kementerian Luar Negeri dan KBRI Beijing berhasil memulangkan sebanyak 18 WNI perempuan yang menjadi korban pengantin pesanan dari wilayah RRT. Dari delapan belas WNI tersebut, sebagian di antaranya terindikasi sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

"Kasus pengantin pesanan telah ditangani oleh KBRI Beijing sejak tahun 2016 di mana pada periode 2018-2019 terjadi peningkatan jumlah kasus yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujar Ichsan Firdaus selaku perwakilan dari KBRI Beijing, seperti dikutip situs resmi Kemenlu RI.

Kementerian Luar Negeri akan terus berkoordinasi dengan pihak Ditjen Dukcapil Kemendagri, Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Kemensos dan Polri dalam meningkatkan upaya penanganan dan pencegahan kasus pengantin pesanan. Dalam hal pencegahan, beberapa hal yang akan ditingkatkan antara lain pengetatan prosedur pemberian izin pernikahan campuran, legalisasi pernikahan campuran, serta melakukan kegiatan Public Awareness Campaign (PAC) terkait bahaya dan modus dari pengantin pesanan untuk mencegah bertambahnya korban.

"Upaya preventif akan lebih mudah dilakukan dibandingkan menangani kasus yang sudah terjadi karena apabila korban telah berada di RRT, proses penyelesaian kasus akan membutuhkan waktu yang cukup lama," tegas Winanto Adi, selaku Pelaksana Harian Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler.

Editor: Gokli