Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terkait Pengangkatan Direksi dan Komisaris BUMN

Pengamat Ingatkan Dahlan untuk Tempuh Cara Prosedural
Oleh : surya
Minggu | 01-04-2012 | 17:59 WIB
Noersy.jpg Honda-Batam

Ichsanuddin Noersy, pengamat ekonomi politik

JAKARTA, batamtoday – Berbagai gebrakan yang dilakukan Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan terus menuai reaksi pro dan kontra. Jika sebelumnya muncul banyak pujian saat Dahlan ngamuk di gerbang tol Semanggi, tidak demikian dengan tindakannya memilih dan melantik sejumlah direksi BUMN tanpa melalui prosedur yang benar.

”Semua calon direksi BUMN yang akan dipilih tetap harus melalui mekanisme penilaian oleh Tim Penilai Akhir (TPA), yang diketuai Presiden dan Wakil Presiden,” tegas pengamat ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy, Minggu(1/4/2012).

Seperti diwartakan sebelumnya, Meneg BUMN Dahlan Iskan belum lama ini melakukan penggantian sejumlah direksi BUMN. Di antaranya Dirut PT Pelni, Dirut Garuda Indonesia dan direksi di lingkungan PT Perkebunan Negara (PTPN) serta PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Pengangkatan direksi BUMN tersebut menuai reaksi dari berbagai kalangan, karena beberapa tidak melalui proses TPA. Selain ada yang sudah dua kali periode jabatan, ada pula dirut yang usianya sudah melewati batas maksimal untuk menjadi dirut (58 tahun). Terkait itu, Komisi VI DPR sudah mengagendakan hendak memanggil Meneg BUMN untuk dimintai klarifikasinya, Rabu (4/4) mendatang.

Mengutip Noorsy, sejak dari sononya proses pergantian direksi BUMN selalu lekat oleh kepentingan politik. Bahkan, itu sudah terjadi sejak zaman pemerintahan Soeharto. Karenanya, sulit mengharapkan mekanisme penggantian direksi dilakukan dengan mekanisme dan kaidah profesional. ”Sesumbarnya sih good governance, tapi kriteria pencopotan dan penempatan selalu subyektif. Cuma, sesubyektif apapun, bukan berarti Menteri BUMN boleh menabrak regulasi. Termasuk soal keharusan menempuh mekanisme TPA itu,” kata Noorsy.

Tanggapan lain datang dari Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Abdul Latif. Kata dia, sejumlah terobosan yang dilakukan Dahlan Iskan memang selayaknya diapresiasi, utamanya jika dipahami dalam kerangka mewujudkan good corporate governance di lingkungan BUMN. Masalahnya, tindakan Dahlan -- sebagai profesional berlatar belakang swasta -- yang ingin menerapkan budaya korporasi ke dalam perusahaan BUMN, tidak jarang dilakukan dengan meninggalkan budaya birokrasi. "Itu sebabnya, Pak Menteri terkesan menabrak aturan," ujar Abdul Latif.

Namun, khusus yang bertemali dengan pelanggaran aturan terkait dengan dilewatinya mekanisme TPA dalam pemilihan direksi BUMN, Abdul Latif sependapat bahwa hal itu tidak dapat ditelorir. "Itu pelanggaran hukum. Dan kalau sudah bicara hukum, Presiden pun terikat pada ketentuan yang tidak bisa dilanggar," tegas Latif.

Jadi? Agar keinginan Dahlan Iskan untuk ”membedah BUMN” dan menjadikan BUMN yang efisien dan berdaya saing lebih, Abdul Latif memberikan beberapa usulan solusi. Pertama, dalam rangka membangkitkan dan menularkan ”virus perubahan”, Dahlan harus mempunyai skala prioritas. Artinya, mana yang penting dan perlu didahulukan.

Kedua, dalam membuat kebijakan, Dahlan Iskan juga harus mempunyai ”teamwork yang solid”. Ketiga, teamwork bagus tersebut utamanya dalam bidang hukum dan regulasi. "Pak Dahlan kan orang dari luar. Dia harus didukung tim yang paham aturan."

Satu hal, lanjut Latif, meski ketiga syarat tersebut telah ada, hal lain yang harus disadari oleh Menteri BUMN dalam pembuatan kebijakan adalah bahwa tidak semua orang suka perubahan. ”Dan, tantangan antiperubahan tersebut lebih sering berasal dari dalam BUMN itu sendiri,” pungkasnya