Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPU Kaji Dasar Hukum Rekapitulasi Elektronik untuk Pilkada
Oleh : Redaksi
Minggu | 28-07-2019 | 18:04 WIB
pilkada_2020_serentak7.jpg Honda-Batam
Pilkada Serentak 2020

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan Azis, mengatakan, pihaknya akan melakukan kajian terkait dasar hukum pelaksanaan rekapitulasi elektronik (e-rekap) untuk Pilkada 2020. Dasar hukum e-rekap dalam UU Pilkada dinilai perlu direvisi.

"Prinsipnya aspek legal dulu, setelah aspek legal baru kita masuk pada aspek teknis. Aspek legal terkait dengan dasar hukum yang kuat. Kedua, terkait aspek teknis, rekapitulasi seperti apa yang dimungkinkan secara elektronik," ujar Viryan ketika dikonfirmasi, Minggu (28/7/2019).

Dia melanjutkan, KPU akan mengundang sejumlah kementerian dan lembaga terkait dalam diskusi publik membahas dasar hukum e-rekap dalam UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Dalam diskusi tersebut, kata dia, KPU akan mendalami seperti apa sih e-rekap yang memungkinkan dilakukan berdasarkan UU Pilkada.

"Maksudnya, sebenernya e-rekap itu bisa atau tidak dengan UU yang ada ini. Kalau seandainya bisa, e-rekap yang seperti apa yang dimungkinkan berdasarkan UU Pilkada. Nah kemudian kalau e-rekap dimungkinkan lantas bagaimana pengaturan UU terhadap rekapitulasi manual?" jelas Viryan.

Dengan kata lain, KPU akan menyelesaikan dulu penjajakan terhadap dasar hukum rekapitulasi secara elektronik. Sebab, lanjut dia, e-rekap menyangkut hasil pemilu sehingga diperlukan pertimbangan yanh matang dan hati-hati.

"Kalau ada cacat di tingkat regulasi bisa berdampak rumit, kompleks terhadap hasil pemilihan nantinya di 270 daerah (pelaksana pilkada 2020). Nanti pada awal Agustus kami akan mengundang Kemendagri, Komisi II dan pakar hukum untuk menelaah aturan soal e-rekap, " tambah Viryan.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan diperlukan revisi UU Pilkada sebelum menerapkan rekapitulasi secara elektronik. Sebab, dia menilai UU Pilkada tidak menyebutkan dasar hukum e-rekap.

"Bahasa undang-undang hanya menyatakan penghitungan, bukan rekap. Sehingga UU Pilkada itu tidak ada dasar hukum e-rekap. Dengan demikian ini harus didiskusikan secara matang," ujar Titi ketika dikonfirmasi, Kamis (25/7/2019) lalu.

Sehingga, jika UU Pilkada menyatakan demikian, naka otomatis memang penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) harus dilakukan. Proses penghitungan seperti ini menurut dia tetap diperlukan karena sangat akuntabel dan partisipatoris.

"Yang kita butuhkan adalah pengadministrasiannya yang elektronik. Bukan menghitungnya," tegas Titi.

Sehingga, menurut dia tetap harus dilakukan revisi terhadap UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016. Jika e-rekap dilaksanakan tentu ada sejumlah implikasi teknis yang tidak bisa hanya dijawab dengan peraturan KPU (PKPU).

"Revisi perlu dilakukan. Misalnya nanti ada manipulasi suara penyelesaian seperti apa? Harus ada konektivitas antara UU Pilkada dengan mekanisme teknis di lapangan yang tidak semua bisa dilakukan oleh PKPU. Soal penegakan hukum kan tidak bisa lewat PKPU, sebab aturan itu (PKPU) tidak bisa memuat ketentuan pidana dan denda," tegasnya.

Sumber: Republika.co.id

Editor: Surya