Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Angkat Dirut PTPN Tanpa Prosedur

Dahlan akan Dipanggil Komisi VI DPR
Oleh : surya
Senin | 26-03-2012 | 16:35 WIB
dahlan-Iskan1.jpg Honda-Batam

Menteri BUMN Dahlan Iskan

JAKARTA-batamtoday - Komisi VI DPR RI akan segera memanggil Menteri BUMN Dahlan Iskan. Pemanggilan dilakukan terkait dengan berlangsungnya pengangkatan sejumlah direksi dan komisaris BUMN yang dinilai melanggar prosedur, peraturan dan perundang-undangan.

”Yang sudah kami persoalkan adalah pengangkatan Dirut PT Pelni. Sekarang muncul reaksi terkait pengangkatan dirut PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan dirut PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Kasusnya sama, melanggar prosedur dan UU,” kata Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto di Jakarta, kemarin.

Seperti marak diberitakan, pengangkatan sejumlah direksi baru di lingkungan Kementerian Negara BUMN menuai reaksi kontra dari berbagai kalangan. Terakhir, reaksi datang dari karyawan PTPN III Sumatera Utara, dan ratusan orang yang menamakan diri Gerakan Masyarakat Peduli Sumatra Utara.

Medio Maret lalu, mereka berunjuk rasa di depan Kantor PTPN III di Jalan Sei Batanghari, Medan, menuntut Menteri BUMN mencabut pengangkatan Megananda Daryono sebagai Dirut PT PTPN III, sekaligus dirut dari holding BUMN perkebunan. 

Selain dinilai melanggar Undang-Undang BUMN, pengangkatan Megananda juga melanggar Inpres Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anggota Direksi/dan atau Komisaris/Dewan Pengawas BUMN.

Pada ketentuan pasal ketiga Inpres Nomor 8 Tahun 2005 ditegaskan, Meneg BUMN berkewajiban melaporkan dan menyampaikan hasil penyaringan calon direksi dan/atau komisaris/dewan pengawas BUMN serta hasil uji kelayakan dan kepatutan kepada tim penilai akhir (TPA) yang terdiri dari Presiden (sebagai ketua), Wapres (wakil ketua), Menkeu, Meneg BUMN, dan Sekretaris Kabinet untuk mendapat penilaian.

Reaksi muncul, karena penetapan Megananda Daryono sebagai dirut PTPN III dan holding BUMN Perkebunan diketahui tidak melalui jalur TPA. ”Komisi VI telah menerima banyak masukan dari masyarakat. Karenanya, kami akan bahas secara khusus untuk mengkonfirmasikan hal itu kepada Menteri BUMN,” kata Airlangga.
Politis, Bukan Profesional

Dari Gedung DPR RI, reaksi sebelumnya juga sudah bermunculan. Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Gerindra Edhy Prabowo bahkan mensinyalir, pemilihan dan pelantikan beberapa direksi dan komisaris BUMN awal Maret lalu lebih kental muatan politisnya ketimbang mengedepankan unsur profesionalitas. ”Menteri BUMN seharusnya juga bekerja dengan mengacu pada prosedur yang telah digariskan UU,” cetus Edhy.

Edhy berpendapat, pemilihan jajaran direksi atau komisaris BUMN seharusnya sudah dipersiapkan sejak satu tahun sebelumnya melalui RUUPS atau Rencana Kerja Perusahaan (RKP). Dalam rangkaian proses tersebut, penilaian oleh TPA – yang sehari-hari dipimpin Wapres Boediono – adalah mutlak. ”Prinsipnya adalah taat asas dan aturan,” ujarnya.

Terkait adanya pelanggaran terhadap Inpres Nomor 8 Tahun 2005 dalam pengangkatan beberapa direksi di lingkungan BUMN, Edhy Prabowo menganggap itu sebagai domain eksekutif. Sebagai anggota legislatif, ia mengaku lebih fokus pada pelanggaran terhadap undang-undang.

Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Menteri BUMN, Edhy memberi dua pilihan. ”Karena prosesnya melanggar UU BUMN, khususnya pasal 16, maka Menteri BUMN bisa memilih mengganti direksi atau komisaris yang telah dilantik. Pilihan kedua, ya mengubah undang-undangnya,” kata Edhy.

Sekadar catatan, sebelum memilih dan mengangkat sejumlah direksi dan komisaris baru di lingkungan BUMN, Menteri BUMN Dahlan Iskan sejatinya telah bersurat kepada Presiden. Dalam surat tersebut antara lain diusulkan agar pengangkatan direksi dan dewan komisaris pada BUMN yang listed di pasar modal (BUMN Tbk) tidak harus melalui penilaian oleh TPA. Namun, belum lagi surat tersebut beroleh balasan, Dahlan sudah melantik beberapa pejabat baru di BUMN yang ditengarai tidak melalui proses penilaian oleh TPA.