Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menilik Tuduhan Pelanggaran KPU oleh BPN di Sidang MK
Oleh : Redaksi
Sabtu | 22-06-2019 | 15:07 WIB
gedung-mk3.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta. (Foto: Ist)

Oleh Faldias Anggayana

HASIL Pilpres masih menyisakan polemik tersendiri hingga pihak BPN mengajukan gugatan ke MK. Selain tuduhan tindakan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif, Komisi Pemilihan Umum haruslah menjawab beberapa hal teknis untuk menanggapi keberatan pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Sandiaga atas hasil pilpres 2019 yang disampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 24 Mei 2019.

MK juga telah meregistrasi berkas permohonan pada tanggal 24 Mei 2019, yang sebenarnya tidak dikenal dalam hukum acara di MK, yang disampaikan pada 10 Juni hanya akan dijadikan lampiran oleh MK.

Dalam menjawab keberatan pasangan Prabowo-Sandiaga sebagai pemohon, KPU berfokus pada tiga hal yakni terkait dengan permasalahan daftar pemilih tetap (DPT), sistem informasi penghitungan suara (situng) dan masalah daftar hadir.

Pemohon mendalilkan bahwa DPT yang digunakan KPU tidak masuk akal karena ada 17,5 juta pemilih yang memiliki tanggal lahir sama. Pemohon juga mempersoalkan banyaknya kesalahan input data dalam situng yang menyebabkan ketidaksesuaian data situng dengan data c1, dan tentang penghilangan formulir daftar hadir atau C7.

Namun hal tersebut berhasil ditepis oleh Ketua kuasa hukum KPU untuk Pilpres, Ali Nurdin dalam paparannya di hadapan majelis hakim MK, menyebutkan bahwa pemohon dalam hal ini Prabowo-Sandiaga telah menyampaikan tuduhan yang sangat tidak jelas tentang kesalahan penghitungan suara kecurangan dalam pelaksanaan pilpres 2019.

Ali Nurdin mengatakan jawaban tersebut lantaran pihaknya meniilai bahwa Prabowo baru menyampaikan tuduhan kesalahan penghitungan suara pada permohonan kedua. Sebab, menurut dia, jika Prabowo meyakini ada kesalahan dalam penghitungan suara, tentunya akan disampaikan pada permohonan perdana.

"Dalam permohonan 24 Meii 2019, pemohon sama sekali tidak menguraikan tuduhan kesalahan penghitungan suara. Begitu juga petitum tidak menuntut penghitungan ulang," ujarnya.

"Artinya pemohon telah mengakui bahwa termohon (KPU) telag bekerja dengan benar menyelenggarakan penghitungan suara, sekaligus membantah kemenangan termohon di pilpres," tutur Ali.

Pihaknya juga menyoroti lemahnya kubu Praowo-Sandi dalam menyampaikan bukti-bukti kecurangan dalam penghitungan suara. Kubu Prabowo Sandi yang disebutnya kembali termohon, tidak punya cukup bukti yang kuat

"Pemohon hanya menuduh kecurangan berdasarkan tingkat provinsi, padahal termohon melakukan penghitungan secara berjenjang," ujarnya.

KPU juga telah menyiapkan bukti-bukti dari 34 provinsi untuk membantah klaim pemohon. Terkait tuduhan akan adanya 17,5 juta pemilih dengan tanggal lahir sama, hal itu ternyata bukanlah rekayasa karena riil dan ada buktinya. Ada banyak orang yang tidak tahu tanggal lahirnya sehingga dimasukkan sebagai pemilih yang lahir pada tahun 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember.

Sementara itu, fungsi situng lebih sekedar sebagai alat bantu dan tidak dijadikan dasar penghitungan suara nasional karena penghitungan dilakukan secara manual. Sedangkan formulir C7 bukannya dihilangkan, melainkan posisinya ada di dalam kotak suara.

KPU dalam kesempatan tersebut juga menyoroti tuduhan Prabowo tentang kecurangan penyelenggaraan pemilu permohonan kedua. Menurutnya, hal tersebut terbukti bahwa tuduhan baru tersebut hanya sebagai syarat mencoba membuktikan tuduhan tentang penyelenggaraan pemilu yang curang terstruktur, sistemmatis dan pasif.

"Apabila punya bukti KPU curang, tentunya sejak awal pemohon akan mengajukan bukti kecurangan, mulai dari kecamatan, Kabupaten, bahkan hingga tingkat TPS," ujarnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tuduhan pelanggaran oleh KPU sebagaimana didalilkan oleh Prabowo-Sandiaga sebagai pemohon tersebut tidak terbukti.

Padahal semua proses penyelenggaraan pemilu yang dilakukan KPU sudah berpedoman pada prinsip independensi. Profesional dan transparan.

Di sisi lain Komisioner KPU Wisnu Setiawan membantah tuduhan kubu paslon capres-cawapres Prabowo-Sandi terkait dugaan penggelembungan suara dan pencurian suara ini dianggap mencapai 16,7 juta hingga 30,4 juta suara.

Namun phaknya mengatakan bahwa KPU akan membantah tuduhan Prabowo-Sandi di MK. Bertahan tersebut akan disampaikan melalui bukti dan data pendukung yang akurat dan otentik.

Tentu masyarakat tahu mana yang memang pelanggaran, ataupun hanya alibi semata selain itu akan sangat menyedihkan juga jika saat sdang MK, kubu BPN masih saja menuding kecurangan dengan data bukti yang belum valid sepenuhnya.*

Penulis adalah mahasiswa Hukum Universitas Terbuka