Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPRD Siap Fasilitasi Pengusaha yang Merugi Akibat 'Pemberangusan' Fasilitas Bebas Cukai di Batam
Oleh : Putra Gema
Jumat | 31-05-2019 | 12:28 WIB
nur-yanto-19.jpg Honda-Batam
Ketua DPRD Kota Batam, Nuryanto. (Dok Batamtoday.com)

BATAMTODAY.COM, Batam - Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto meminta ada pembahasan lebih matang terkait Nota Dinas Direktorat Jenderal Bea Cukai beberapa waktu lalu, yang memerintahkan jajarannya untuk tidak melayani fasilitas bebas cukai (CK-FTZ) di kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun.

Nota Dinas Dirjen BC ini pun menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyrakat dan pengusaha. Banyak yang menyayangkan kebijakan tersebut, terutama di kalangan bisnis hiburan. "Ini harus ada kebijakan yang lebih matang dan lebih bijak agar tidak memunculkan saling gugat," kata Nuryanto, melalui telepon, Jumat (31/5/2019).

Nuryanto juga mengungkapkan, DPRD sebagai wakil rakyat di daerah, siap menjadi wadah masyarakat untuk memperjelas kebijakan pencabutan bebas cukai tersebut. "Kepada pihak masyarakat dan pengusaha, kalau merasa ada yang tidak adil ada ruangnya. Kalau mau menggugat silahkan saja, DPRD siap memfasilitasi," ujarnya.

Hal ini dikarenakan, bebas cukai yang selama ini dinikmati masyarakat Batam merupakan bagian dari fasilitas status daerah sebagai zona perdagangan bebas yang telah di atur undang-undang.

"Batam itukan mendapatkan FTZ, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas itu fasilitas, apalagi untuk usaha, itu fasilitasnya," lanjutnya.

Payung hukum kawasan FTZ itu ada berdasarkan undang-undang, dan menurutnya semua kebijakan pemangku kepentingan dan instansi pelaksanaan harusnya mengacu kepada peraturan perundang-undangan.

"Terkait pencabutan bebas cukai ini harusnya melihat apakah bertentangan atau tidak. Gak mungkin himbauan mengalahkan undang-undang. Ini harus dilihat kuat, setidaknya revisi undang-undang free trade zone jika ada seperti itu," lanjutnya.

Menurutnya saat ini Batam sebagai kawasan FTZ justru banyak peraturan yang dibuat stakeholder tidak sesuai. Hal ini dikarenakan banyaknya kebijakan-kebijakan yang bertentangan.

"Cukai yang diberlakukan berdasarkan apa dan free trade zone di Kota Batam bsrdasarkan apa. Kan undang-undang," ujarnya.

Pencabutan ini dikhawatirkan akan berdampak pada ekonomi Batam, karena harga barang-barang cukai di Batam di khawatirkan menjadi lebih mahal dibanding kawasan luar FTZ.

"Makanya hal ini, peristiwa ini akan berdampak pada ekonomi kita, kepercayaan investor mau berinvestasi, kepastian orang mau berinvestasi sangat penting. Kami dari daerah mendukung seluruh kebijakan pusat tapi jangan sampai ada aturan yang ditabrak, karena yang mau investasi, kan masyarakat kita juga," tutupnya.

Untuk diketahui, Pencabutan pembebasan cukai bagi rokok dan minuman beralkohol di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan, dan Karimun. Diakui oleh Kepala Bea Cukai Tipe B Batam, Susila Brata, Jumat (17/05/2019) lalu setelah keluarnya nota dinas.

Adanya nota dinas ini sendiri berdasarkan tindak Lanjut Rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Atas Hasil Kajian Optimalisasi Penerimaan Negara Di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) tahun 2018 Terkait Pencabutan Fasilitas Cukai di KPBPB.

Temuan KPK dalam kajian Optimalisasi Penerimaan Negara di KPBPB Tahun 2018 mencakup tiga aspek. Pertama, ditemukan adanya perluasan ruang lingkup pemberian fiskal terhadap barang konsumsi akibat tidak jelasnya definisi ruang lingkup barang konsumsi yang membuka diskresi oleh pejabat yang berakibat tingginya penyelundupan barang-barang konsumsi dari KPBPB khususnya Batam.

Kedua, ditemukan indikasi penyalahgunaan dan ketidaktepatan insentif fiskal di KPBPB, antara lain pembebasan cukai 2,5 miliyar batang rokok senilai Rp945miliyar (Tahun 2018). Ketiga, masih ditemukan praktik-praktik pemasukan secara melanggar hukum atas barang yang terkena larangan atau pembatasan melalui KPBPB ke wilayah pabean lainnya.

Editor: Gokli