Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca Urgensi Pembongkaran Makam KPPS
Oleh : Opini
Rabu | 08-05-2019 | 19:28 WIB
petugas-kpps-bekasi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Seorang petugas KPPS yang meninggal dunia di Bekasi Jawa Barat. (Foto: Ist)

Oleh Aris Munandar

BADAN Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, mengusulkan agar makam para petugas pengamanan Pemilu 2019 yang gugur saat bertugas dibongkar kembali. Pihaknya menilai ada yang janggal karena banyaknya jumlah petugas yang meninggal.

"Kami mengusulkan kemarin, kalau dipandang perlu maka seluruh jenazah yang meninggal misterius karena kami tidak mendengar secara detail penyebabnya apa secara medis, maka jika perlu semua jenazah itu dibongkar untuk dilakukan tindakan autopsi. Supaya tidak ada kecurigaan di antara masyarakat," tutur Mustofa Nahrawardaya selaku anggota BPN.

Dirinya mengusulkan hal tersebut karena banyak petugas Pemilu yang gugur. Dia juga menilai dengan jumlah yang banyak itu menimbulkan kecurigaan di benak masyarakat.

Usulan akan penggalian kubur para petugas KPPS yang gugur tersebut sontak mendapatkan tanggapan dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Maruf Amin, dimana TKN mera bahwa usulan yang diajukan BPN tersebut terkesan berlebihan. "Nggilani Asbun banget sih," ujar juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Irma Suryani Chaniago. Karena menurut Irma tidak ada anggota KPPS yang meninggal secara misterius.

"Saya nggak dengar tuh ada yang meninggal misterius. Meninggal karena kelelahan, sakit dan lain-lain adalah rahasia Allah, nggak usah lebaylah," tuturnya.

Irma menjelaskan bahwa semua pihak prihatin atas banyaknya KPPS yang meninggal seusai Pemilu. Di sisi lain, dia menyayangkan masih ada pihak yang memunculkan isu negatif. Dia meminta tidak ada lagi yang melempar isu tidak pantas. Lebih baik, menurutnya, tunggu hasil KPU.

"Kita semua prihatin dengan Pemilu yang melelahkan ini, tapi jangan kemudian malah mau digoreng-goreng nggak karuan. Saya saja menderita kelelahan kronis karena Pemilu serentak ini dan sampai dirawat. Jangan bikin isu yang nggak-nggaklah. Pesta demokrasi sudah usai, mari kita tunggu pemenangnya, ngomong macem orang nggak sekolah saja," ujarnya.

Komisi II DPR nyatanya menolak usulan dari BPN tersebut, pihaknya menilai bahwa BPN telah mempolitisasi orang yang sudah meninggal demi kepentingannya sendiri.

"Itu namanya mempolitisasi orang yang sudah meninggal. Sudahlah, kita saya yang masih hidup yang berpolitik, jangan mengajak-ajak orang yang sudah almarhum," tutur Zainudin Amali selaku Ketua Komisi II DPR.

Amali juga menuturkan bahwa usulan untuk membongkar jenazah itu sudah melampaui batas. Dia memperkirakan keluarga para almarhum dan almarhumah juga menolak usulan BPN itu.

"Usulan itu berlebihan. Tentu pihak keluarga tidak mau lah. Mereka sudah ikhlas dengan kepergian anggota keluarganya, kemudian tiba-tiba dikait-kaitkan dengan politik," tutur Amali.

Menurut Amali, banyaknya petugas KPPS yang wafat pada Pemilu 2019 diakibatkan oleh kelelahan yang fatal. Mereka bekerja mulai sehari sebelum hari pemungutan suara sampai sehari setelah pemungutan suara. Amali mendengar ada petugas KPPS yang tidak tidur selama tiga hari karena mengurusi Pemilu.

"Saya melihat, beban mereka begitu memakan energi, di sisi lain mereka dituntut untuk tetap berkonsentrasi. Itu yang mengakibatkan kelelahan," tutunya.

Pihaknya menilai bahwa memang ada tekanan yang dialami oleh petugas KPPS, namun itu bukan karena tekanan politk melainkan karena tuntutan teknis pekerjaan. Hajatan berat itu harus mereka urus sampai beres. Tugas itu butuh fisik yang prima, namun bakal sangat berbahaya bila orang yang bersangkutan sedang sakit.

Meninggalnya petugas KPPS tentu sudah jelas disebabkan oleh kelelahan dengan loading kerja yang luar biasa, sehingga akan sangat berlebihan jika jenazah yang sudah dikebumikan lantas dibawa ke ranah politis. Tentu hal tersebut diluar logika, karena umumnya autopsi ditujukan pada jenazah yang sebelumnya mengalami benturan atau keracunan zat tertentu yang mengakibatkan hilangnya nyawa.

Usulan tersebut tentu memunculkan sebuah tanda tanya, apakah kekalahan yang dialami oleh kubu 02 menjadikannya berpikir secara irasional? Sampai berpikir bahwa jenazah yang meninggal karena kelelahan perlu dioutopsi.

Kasus meninggalkan petugas KPPS memang perlu dievaluasi bersama. Terlebih tutur dia, pelaksanaan Pemilu serentak merupakan perintah dari undang-undang.

D isisi lain, memasuki bulan Ramadhan diharapkan seluruh elit politik agar dapat meredam ketegangan dan merajut kembali persatuan yang menjadi cita-cita Bangsa Indonesia.*

Penulis adalah Pengamat sosial Politik