Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Makan Korban Ratusan Jiwa, Pemilu 2019 Dinilai Salah Desain Sejak Awal
Oleh : Irawan
Rabu | 24-04-2019 | 11:52 WIB
fahri113.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyoroti pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) serentak legislatif dan pemilihan presiden (pilpres) pada 17 April lalu, yang menyebabkan 119 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia dan 548 orang dilaporkan sakit. Menurut dia kejadian tersebut bukan lah hal yang wajar, mengingat banyaknya korban yang meninggal dan jatuh sakit.

"Itu nggak normal. Orang dikasih kerjaan, terus sampai meninggal ratusan itu nggak normal loh. Jangan dianggap normal. Peristiwa ini sangat memprihatinkan," kata Fahri Hamzah kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (24/4/2019).

Kendati bukan di Komisi II DPR dan tidak ikut membahas Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik (Parpol), namun Fahri menilai kalau kejadian yang tidak normal tersebut akibat sistem yang sejak awal diterapkan dalam Undang-Undang Pemilu itu salah disain, sehingga korbannya banyak.

"Nah, karena itu sebetulnya yang diperlukan adalah kearifan dari kita semua untuk mengakhiri problem yang terulang dalam setiap Undang-Undang Pemilu kita," kata inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu.

Mengapa? Sebab, kata Fahri, Undang-Undang Parpol dan Pemilu selalu dibahas diujung, tanpa investigasi menyeluruh tentang bagaimana sebuah disain sistem yang lubangnya itu tidak ada. Sehingga kalau orang mau melakukan satu kesalahan dalam sistem itu, tidak bisa karena sudah ditutup.

"Sekarang bagaimana coba? 813 ribu TPS itu, orang disuruh saksi masing-masing. Dan sudah saya cek, ternyata orang ini nggak sanggup membayar saksi, sehingga banyak sekali TPS yang tidak imbang. Di situlah ruang permainannya," sebut dia.

Karena itu, Fahri mengusulkan agar KPU dan Bawaslu lebih aktif merespon segala kecurangan yang disampaikan oleh masyarakat, jangan hanya sekali kali saja. Bila perlu, harus ada juru bicara atau petugas yang stand by (siap) setiap saat untuk menjelaskan ke publik.

"Harus ada jubir yang siap dan duduk 24 jam ngadapin wartawan, ngetik di sosial media dan sebagainya. Tapi yang saya perhatikan, web site nya KPU juga Bawaslu nggak melakukan itu. Pada hal yang bekecamuk itu di sosial media. Ini harusnya dijawab langsung," saran Anggota DPR RI dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.

Editor: Surya