Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengurai Migrasi Pemilih Jokowi
Oleh : Redaksi
Kamis | 04-04-2019 | 13:40 WIB

Oleh: Bin Firman Tresnadi)*

PADA PEMILU 2014, pertarungan antara Jokowi dengan Prabowo adalah pertarungan value (nilai), pertarungan idiologi (gagasan). Jokowi mengusung nilai/gagasan kerakyatan dan Prabowo mengusung Kemandirian Nasional. Jokowi, sebagai symbol gerakan politik kerakyatan dicitrakan sebagai 'si Marhaen' seperti rakyat Indonesia pada umumnya, hal tersebut nampak dalam wujud kampanye Jokowi pada waktu itu, seperti menjadi Tukang Tambal Ban, Mengayuh Becak, Harga Pakaian yang dikenakan dan sebagainya.

Sedangkan Prabowo mencitrakan sebagai pelanjut para pendiri bangsa, bisa dilihat dari gaya berpakaian Prabowo yang meniru/mencontoh busana para pejuang kemerdekaan. Pun dalam orasi-orasinya, Prabowo selalu mengatakan, "percaya dan bangun kekuatan diri sendiri, kita akan menjadi Macan Asia!".

Dan, rakyatpun memilih Jokowi sebagai Presiden. Kemenangan Jokowi pun sangat tipis hanya selisih 6,3% saja dari suara yang memilih Prabowo.

Kemenangan Jokowi ini juga tak lepas dari kesadaran rakyat bahwa Jokowi adalah anti-tesis dari SBY yang telah berkuasa selama 10 tahun. Rakyat berharap dengan dengan Jokowi sebagai Presiden, maka program-program kerakyatan yang dijanjikan oleh Jokowi dimasa kampanye diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang dapat mengangkat harkat dan martabat rakyat Indonesia. Menuju masyarakat Adil Makmur seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

Apa lacur, pemerintahan Jokowi justru melanjutkan program-program di masa pemerintahan sebelumnya. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dibuat dimasa akhir pemerintahan SBY digenjot. Dan Infrastrukturpun menjadi kiblat pembangunan Jokowi. Trisakti, program unggulan Jokowi di masa kampanye 2014 masuk tong sampah. Subsidi-subsidi rakyat dikurangi, impor merajalela, BUMN di privatisasi dan rakyatpun meradang.

Dalam survei IDM pada Mei 2018 lalu (survai dilakukan pada 28 April-18 Mei 2018), sudah terdekteksi adanya migrasi pemilih. Migrasi pemilih ini di dominasi oleh kelompok masyarakat yang selama ini termaginalkan. Yaitu, petani, dimana nilai tukarnya terus turun hampir 10%. Ketidakpuasan atas turunnya harga komoditas menyebabkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah semakin menguat dikalangan ini. Impor beras yang terus digenjot oleh pemerintah semakin menambah besar ketidakpercayaan petani terhadap pemerintahan Jokowi. Begitu juga dikalangan peternak, khususnya peternak ayam dimana ketidakstabilan harga pakan yang cukup berlangsung lama telah membuat peternak skala kecil dan menengah gulung tikar.

Pun disektor pekerja (buruh). Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 (PP 78), tentang Pengupahan menjadi penyebab utama migrasinya pemilih Jokowi dikalangan ini. Pengebirian atas hak upah buruh ini bukan hanya beralihnya dukungan terhadap Jokowi tetapi juga melahirkan perlawanan berupa aksi-aksi massa oleh hampir seluruh serikat pekerja/buruh untuk menolak PP/78 ini.

Dalam temuan survei IDM pada bulan Oktober 2018 (pelaksanaan survei, 8-21 Oktober 2018) diketahui bahwa 38.9% responden mengatakan kondisi ekonomi saat ini mengalami penurunan. Sebesar 48,4% mengatakan kondisi ekonomi mereka sama saja (stagnan). Begitu juga hasil survey IDM pada bulan Maret ini, dalam temuan survey kami sebanyak 71.7% responden mengatakan sulit mencari pekerjaan.

Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional selama 4,5 tahun pemerintahan Jokowi yang berkisar antara 4,8% - 5% saja. Keadaan pertumbuhan ekonomi ini tentu saja berimbas kepada lapangan kerja di masyarakat. Dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya berkisar di 4,8% - 5% tidak memberikan tambahan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja baru. Hal ini menambah migrasi pemilih Jokowi dikalangan Milineal yang memang sangat membutuhkan lapangan kerja.

Migrasi pemilih Jokowi juga melanda kelas menengah perkotaan, dimana isu korupsi dan demokrasi merupakan hal penting bagi kelas ini. Tertangkapnya Romahurmuziy dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimana Romi (sapaan akrab Romahurmuziy) diketahui publik sebagai salah satu tim inti dari Jokowi, dan juga kriminalisasi terhadap pengkritik Jokowi (Ahmad Dhani salah satunya), menambah deret barisan migrasi pemilih Jokowi.

Migrasi pemilih yang semakin meluas ini, tentunya sangat menguntungkan bagi pasangan Prabowo-Sandi. Karena migrasi pemilih ini hanya bermuara kepada dua, yaitu memilih Prabowo-Sandi atau menjadi Golongan Putih (Golput).


Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM)