Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Membaca Strategi Jokowi-Amin Raup Suara di Sumatera
Oleh : Redaksi
Rabu | 27-03-2019 | 19:43 WIB
jokowi-amin.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Pasangan Calon Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin. (Foto: Kompas)

Oleh Dodik Prasetyo

PASANGAN calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf membidik wilayah Sumatera untuk meraih keunggulan, dalam rangkaian kampanye terbuka menjelang Pilpres 2019. Menurut Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Verry Surya Hendrawan, saat ini masih ada beberapa daerah yang menjadi prioritas.

Salah satunya adalah Sumatera. Pihaknya menerangkan, adapun alasan Sumatera masih menjadi daerah tujuan kampanye terbuka, hal ini karena isu harga komoditas karet dan sawit. Selain itu, isu agama juga masih berkembang disana.

Sebelumnya Calon Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga sempat melakoni safari politik kedua yang ditemani oleh menantu Joko Widodo, Muhammad Bobby Nasution. Pihaknya meyakini, bahwa dengan kehadiran menantu Jokowi, bisa mengubah konstelasi suara pasangan calon nomor urut 01 di wilayah sumatera utara yang pernah dimenangi oleh Parabowo-Hatta saat Pilpres 2014.

Bobby selaku putra daerah pastinya ingin mengubah konstelasi perolehan suara pada Pilpres 2014. Namun Ma'ruf menyadari, ini bukanlah perihal yang mudah. Tapi bukan juga hal yang sulit untuk dilakukan. "Usaha memang tidak mudah. Daerah ini tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin," ungkap Ma'ruf.

Ia menjelaskan, sebagai langkah merebut suara Prabowo itu, selain ke Tapanuli Selatan, dirinya juga bersafari ke wilayah Padang Lawas dan Mandailing Natal. Menurutnya, menjejakin wilayah tersebut merupakan bentuk rasa optimis, bahwa suara di wilayah yang pernah dimenangi Prabowo, bisa digeser untuk kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin. Selain Sumatera, Jokowi juga mempriotitaskan Banten sebagai tujuan dalam melaksanakan kampanye terbuka.

Dalam kampanye terbuka di Banten, dirinya menekankan suasana kegembiraan di Jalanan. Ia menginginkan masyarakat bergembira dalam menyambut demokrasi. Capres Petahana terebut mengatakan bahwa dirinya ingin masyarakat bergembira dalam menyambut pesta demokrasi. Tema itulah yang diusung Jokowi dalam kampanye akbar terbuka pertamanya.

"Semua propinsi kita datangi. Ketemu masyarakat, rakyat bicara dengan mereka. Intinya, kampanye kita adalah sebetulnya sebuah kegembiraan di jalanan. Jadi kita memakai pesta budaya, memakai karnaval, itu yang akan kita kerjakan termasuk ke lapangan," tutur Jokowi.

Dalam kampanyenya, Jokowi sengaja menampilkan karnaval. Bahkan dia sendiri saat kampanye pertama di Kota Tangerang menaiki kereta kuda. "Kita ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Jadi mengombinasikan antara karnaval, jalan dengan nanti mengingatkan masyarakat di gedung atau di lapangan. Sehingga ada nuansa pesta demokrasinya," terangnya.

Ia juga mengatakan bahwa dirinya tak mau mengumbar hal-hal yang menakuti rakyat dalam pesta demokrasi ini. "Memang pesta demokrasi, masa kita harus kampanye harus serem-serem? Tapi yang paling penting, ingat hari Rabu 17 April, jangan lupa pilih yang baju putih. Karena putih adalah kita," tuturnya.

Calon Presiden nomor urut 01 tersebut juga mengingatkan akan pentingnya pengenalan budaya ke masyarakat, sehingga dirinya akan mengangkatnya dalam kampanye. Sehingga kampanye tidak hanya diisi orasi-orasi. Pengenalan seni budaya daerah juga penting. Sehingga pesta demokrasi harus mengarah pada kegembiraan. Dan juga kampanye positif melawan fitnah, berita bohong dan hoax.

Pada kesempatan sebelumnya, Jokowi mengingatkan untuk tidak memberi amanat pemimpin di pemerintahan untuk orang yang masih coba-coba.

"Saya ingat waktu jadi walikota dari pengusaha. Bapak-ibu ingat, saya saat ini masih pengusaha. Hanya sudah tidak saya urus. Waktu saya masuk dari pengusaha ke wali kota," tutur Jokowi kepada pendukungnya saat deklarasi 10.000 pengusaha untuk Jokowi-Ma'ruf di Istora Senayan.

Jokowi mengakui bahwa dirinya memerlukan waktu selama dua tahun untuk menyesuaikan diri di pemerintahan saat beralih dari pengusaha menjadi Wali Kota Solo. Dirinya memerlukan adaptasi karena, menurutnya pengusaha dan pemerintahan sangatlah berbeda.

"Itu baru pada posisi kota. Bayangkan yang namanya negara yang memiliki 514 kabupaten dan kota. Sekali lagi saya perlu belajar sesuaikan diri 2 tahun. La kalau negara, kalau saya nggak punya pengalaman sebagai wali kota dan Gubernur, ya saya nggak tahu berapa lama untuk menyesuaikan diri sebagai presiden," tambahnya.

Ia menegaskan bahwa untuk menjadi wali kota saja perlu 2 tahun, apalagi menjadi presiden. Tentu jangan memberikan kepada yang masih mencoba-coba.*

Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)