Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hari Puisi Dunia

Roman Batam dalam Puisi Seorang Seniman
Oleh : Hendra Mahyudi
Jumat | 22-03-2019 | 14:28 WIB
tarmizi11.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Tarmizi Rumahhitam. (Foto: Hendra)

BATAMTODAY.COM, Batam - "Kutulis surat ini ketika gelombang menggila di musim utara, Tidak berarti aku ingin bercerita tentang laut. Sebab kau tahu, Laut kita adalah bahasa lara, Dalam bilangan hari-hari berpeluh duka" Surat Rumahitam Musim Utara, karya Tarmizi.

Begitulah bait-bait puisi yang dituliskan oleh seorang penyair tentang kota Batam dalam puisinya. Bukankah 'Hidup ini singkat, seni itu panjang', seperti sang seniman di masa lampau menuturkan.

Dalam seni tersimpan puspa kehidupan, membawa kita menyelami arus realita dengan cara yang berbeda, dan puisi bagian dari seni yang terlahir dari kegelisahan dan kebijakan anak manusia, pada sisi pandang hidup yang berbeda.

Bertepatan dengan hari puisi dunia, yang pertama kali diresmikan oleh Unesco tahun 1999, akan dasar kepercayaan bahwa puisi memiliki peranan penting dalam sejarah, seni, dan peradaban manusia.

Tarmizi, seorang penyair dan pendiri komunitas seni Rumahitam yang saat masih aktif bergilerilya dengan puisi-puisinya mengatakan, bahwa puisi itu adalah dialog personal, menyampaikan hal hal personal itu menjadi universal.

"Menyampaikan gagasan, persoalan realitas dalam bentuk karya puisi, begitupun dengan apa yang kita rasakan tentang kota ini," ujarnya, Rabu (20/03/2019) malam kemarin di bengkel tanjak yang Ia buat.

Oleh karena dasar itualah, Ia pun mengkhultuskan kredo-kredo puisi rumahitam yang ditulisnya sejak tahun 2000 itu, turut menjadi komunitas seni yang Ia kembangkan di Sekupang, Batam.

"Rumahitam itu adalah dunia, proses pendalaman dan awal pemahaman bahwa dunia ini terdiri dari kontestasi kegelapan, dan kenapa nama itu yang saya pilih, karena saya memilih menjadi lantera dalam kegelapan itu melalui puisi-puisi yang saya buat," paparnya.

Saat ditanyakan perihal puisinya yang berjudul "Surat Rumahitam Angin Musim Utara" tersebut, Ia mengatakan karena itu musim yang sangat tidak disenangi oleh nelayan, dan sekarang musim itu menjadi kenyataan utama di Batam. Orang telah hanya mengenal kota batam itu menjadi kota lendir. Orang orang datang untuk membuang hajat.

"Saya merasa Melayu mulai kehilangan romannya. Raja Ali Haji telah memberikan pedoman dalam Gurimdam 12, 'Jika hendak melihat orang berbangsa, lihat kepada budi dan bahasanya.' Dan lihatlah wajah Batam hari ini, gedung ditinggikan, namun ada yang hilang dari kita, tutur kata dan kelembutan Melayu Raya," jelasnya.

Bagi Tarmizi setiap puisi itu sangat sufistik, karena mengingatkan manusia pada moral, menyampaikan kejernihan hati, pesan-pesan kebaikan.

"Menulis puisi adalah menulis nasib kehidupan, memvisualisasikan realitas, dan masadepan seperti apa yang akan kita hadapi. Kota ini jangan sampai hilang arah," pungkasnya.

Editor: Yudha