Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Memasukkan kembali GBHN ke dalam UUD 1945 Mempunyai Implikasi Serius
Oleh : Nando
Rabu | 13-03-2019 | 09:54 WIB
dm_hari_mar.jpg Honda-Batam
Kegiatan Dengar Pendapat dengan Masyarakat yang dilakukan Senator Haripinto Tanuwidjaja di The Centro Hotel & Residence, Batam Kota, Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Batam - Senator Haripinto Tanuwidjaja mengatakan rencana memasukkan kembali GBHN ke dalam UUD 1945 mempunyai implikasi yang sangat serius. Tidak mudah seperti yang dibanyangkan. Karena GBHN adalah keputusan politik yang mempunyai pengaruh terhadap lembaga-lembaga lain.

Hal itu disampaikan Haripinto menanggapi pertanyaan Cicilia dari Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) Kota Batam, saat kegiatan Dengar Pendapat dengan Masyarakat di The Centro Hotel & Residence, Batam Kota, Kepulauan Riau pada 2 Pebruari 2019 lalu.

"Apakah mengaktifkan kembali GBHN melalui amandemen UUD kelima masih menjadi agenda MPR saat ini?" tanya Cilcilia.

Haripinto menegaskan, meski kelihatan sederhana kelihatan sederhana, rencana untuk memasukkan kembali GBHN ke dalam UUD 1945 mempunyai implikasi politik yang sangat serius.

"GBHN adalah suatu bentuk keputusan politik sehingga pertanyaan yang akan mengikuti antara lain: siapa yang akan menghasilkan keputusan politik itu? Apa implikasi dari keputusan politik itu? Apa pengaruhnya terhadap lembaga-lembaga politik lain?" tegas Haripinto, Anggota DPD RI asal Kepri ini.

Menurutnya, wacana tentang menghidupkan kembali GBHN ini masih menjadi diskursus yang serius. Sebagai lembaga permuyawaratan rakyat, MPR ingin betul-betul mendengar seluruh aspirasi, masukan dan pertimbangan dari seluruh elemen bangsa.

"Baik yang mendukung maupun yang menolak wacana menghidupkan kembali GBHN, sebelum memutuskan langkah-langkah apa yang akan dilakukan setelah ini," katanya.

Pada kesempatan itu, salah satu Anggota WKRI Kota Batam bernama Nani memberikan masukan dan saran soal GBHN. Menurut Nani, GBHN sebenarnya tidak sebangun dengan sistem ketatanegaraan pada saat ini karena di dalamnya terkandung gagasan mengenai pemilihan dan penjatuhan presiden oleh MPR yang lebih dekat pada sistem parlementer.

"Jika GBHN dipaksakan masuk kembali ke UUD 1945 seperti kemauan MPR, sistem ketatanegaraan kita akan menjadi kacau dan tidak konsisten," tandas Nani

Editor: Surya