Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Wali Kota Batam Dilarang Jualan Ex-Officio Lagi, Menyesatkan!
Oleh : Irawan
Selasa | 12-03-2019 | 16:28 WIB
RDP_KomisiII-Kain_kepri_batam.jpg Honda-Batam
Foto bersama antara Pimpinan Komisi II DPR dan Anggota Komisi II DPR dengan Kadin Kepri dan Kadin Batam

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komisi II DPR dari F-PDIP, Dwi Ria Latifa, meminta agar Wali Kota Batam Muhammad Rudi menghentikan 'jualan' Ex Officio Kepala BP Batam. Sebab, hal ini hanya menyesatkan masyarakat dan pengusaha demi kepentingan kelompok dan golongannya saja.

"Saya peringatkan agar wali kota supaya tidak jualan lagi Ex-Offico Kepala BP Batam. Jualan ini terus- menerus dilakukan, jualan Ex-Offico itu menyesatkan. Daerah pemilihan saya jadi runyam dan gaduh, seakan-akan wali kota ini Robin Hood," kata Dwi Ria saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Kadin Kepri serta Batam di Gedung DPR/MPR, Selasa (12/3/2019).

Selain menyesatkan, lanjutnya, jualan Ex-Officio Kepala BP Batam yang dilakukan Wali Kota Batam Muhammad Rudi sebagai bentuk 'abuse of power' atau penyalagunaan wewenang, karena aturan perundang-undangan tidak membolehkan.

"Saya tahu di Batam ini, ada kepentingan yang masuk di sini. Ada pertarungan bisnis besar, tetapi dunia ekonomi Batam dan rakyat Kepri jangan dikorbankan. Rakyat Kepri jangan dikorbankan. Jangan gajah di atas berperang, di bawah landuk dinjak-injak," katanya.

Dwi Ria pun mengaku sempat heran usai Komisi II DPR menggelar Rapat Kerja dengan Mendagri, Menteri ATR/Kepala BPN, serta Setkab, dua petinggi partai besar langsung ke Batam.

Sampai begitu, begitu pentingnya Batam bagi mereka. Cari saja di google, siapa yang petinggi besar habis Rapat Komisi II ke Batam," katanya.

Anggota Komisi II DPR lainnya, Firman Subagyo dari F-Partai Golkar, menegaskan, ada skenario besar yang tengah dijalankan oleh kelompok dan golongan tertentu dalam menjalankan kepentingan bisnisnya dengan menggelontorkan usulan Ex-Officio Kepala BP Batam.

"Di dalam kebijakan Ex-Officio ada skenario besar. Batam ada kepentingan bisnis besar, mereka telah melakukan pertemuan tertutup. Sebagai wali kota juga telah memobilisasi massa untuk politik praktis mendukung kepentingan politik tertentu. Ini akan ada abuse of power," kata Firman.

Jika Ex-Officio dipaksakan, lanjut Firman, kebijakan tersebut melanggar aturan antara lain UU Perbendaharaan Negara. Sebab, Wali Kota Batam tidak bisa menggunakan anggaran pusat yang dialokasikan di APBD, karena kewenangan penggunaan anggarannya hanya untuk SKPD.

"Wali kota hanya berwenang untuk mengelola anggaran untuk SKPD saja, tidak bisa anggaran BP Batam yang dialokasikan di APBN. Ini resikonya tinggi, jika UU ini ditabrak. Prisi dasar membuat regulasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi UU," kata politisi Golkar ini.

Ketua Kadin Batam Jadi Rajagukguk menambahkan, Wali Kota Batam Rudi ingin menjadi 'Robin Hood' dengan mengatakan, akan mengembalikan lahan dan menghapuskan pungutan UWTO. Padahal hal itu merupakan kewenangan Presiden karena ditetapkan berdasarkan Keppres.

"Wali kota itu ingin jadi Robin Hood, ini yang terus dijual ke masyarakat. Kami tidak dalam kapasitas menolak atau menyetujui Ex-Ofiicio. Tapi kalau sampai tiga kali gagal dilantik sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam, bukan karena salah kami, tetapi karena Tuhan tidak meredhoi," kata Jadi.

Jadi mengatakan, ekonomi Batam sebenarnya sudah mulai tumbuh ketika BP Batam dipimpin Lukita Dinarsyah Tuwo dengan memperbanyak kegiatan pariwisata. Tetapi, sayang kemudian Lukita diganti mendadak dan membuat ekonomi Batam kembali terpuruk.

"Kemudian dimunculkan lagi masalah dualisme kewenangan, ternyata tidak ada tabrakan izin. Kemudian dicari lagi masalah dualisme kepemimpinan dan memunculkan Ex-Officio. Dan di Singaoura, Walikota mengatakan tidak ada duslime," katanya.

Wakl Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron dari PD selaku pimpinan RDP tersebut, memutuskan empat butir kesimpulan atau catatan.

Pertama Komisi II DPR memahami permasalahan Batam saat ini yang disampaikan Kadin Provinsi Kepulauan Riau dan Kadin Kota Batam yang ditimbulkan oleh regulasi dan ketidapastian hukum, yang berdampak terhadap menurunkan ekonomi, sosial dan kesejahteraan rakyat.

"Selanjutnya Komisi II DPR mendesak pemerintah untuk segera menetapkan kebijakan dan regulasi yang mendorong tumbuh dan berkembangnya ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan," kata Herman.

Kedua, Komisi II DPR berpandangan bahwa rencana menunjuk Walikota Batam sebagai Ex-Officio Kepala BP Batam tidak sesuai dengan peraturan perundangan-undangan status Free Trade Zone menjadi Kawasan Ekononomi Khusus selama tidak memberikan dampak langsung kepada Usaha Kecil Menengah dan masyarakat Batam khususnya, dan Kepulauan Riau pada umumnya.

Keempat, Komisi II DPR sepakat akan mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pnsus DPR RI) penyelesaian masalah Batam.

Kesimpulan tersebut diteken oleh Ketua Rapat, Wakl Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron dan Ketua Kadin Kepri Akhmad Ma'ruf Maulana mewakili Kadin Kepri dan Kadin Batam.

Anggota Komisi II DPR sendiri sudah menggalang pembentukan Pansus penyelesaan masalah Batam dengan inisiator Anggota Komisi II DPR Dwi Ria Latifa dari f-PDIP dan Firman Subagyo dari F-PG.

Editor: Surya