Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terpilih di Lembaga Survei Bukan Versi KPU

Pilpres 2019, IDM Prediksi Nasib Joko Widodo Bakal Sama dengan Hillary Clinton
Oleh : Redaksi
Senin | 11-03-2019 | 09:17 WIB
Bin-Firman.jpg Honda-Batam
Bin Firman Tresnadi, Direktur Executive Indonesia Development Monitoring (IDM). (rmol.co)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Banyak jajak pendapat yang dilakukan lembaga-lembaga survei seperti LSI, Indobarometer dan lainnya yang bos-bosnya pada ketemu Joko Widodo di Istana sebelum pencalon Presiden, di mana survei yang dilakukan tingkat kecamatan, kelurahan dan desa, salah atau tidak menyesuaikan bobot mereka untuk mengoreksi keterwakilan dari respondent yang berlebihan dalam survei mereka. Dan, hasilnya adalah terlalu tinggi perkiraan dukungan untuk Joko Widodo-Ma'ruf.

Ada kemungkinan besar beberapa respondent yang jadi pemilih yang berpartisipasi dalam jajak pendapat/survei pra-pemilihan tidak mengungkapkan diri mereka sebagai pemilih Prabowo - Sandi sampai setelah pemilihan, dan mereka kalah jumlah oleh pemilih yang mengungkapkan memilih Joko Widodo - Ma'ruf Amin.

Investigasi kami ini dapat dikaitkan dengan keterlambatan responden dalam memutuskan atau salah dalam menentukan pilihan, akibat respondent banyak bingung dengan pertanyaan yang disajikan dalam kuisioner survei yang sifatnya mengiring untuk memilih Joko Widodo - Ma'ruf Amin.

Ketidak akuratan hasil survei lembaga-lembaga dalam melakukan survei jajak pendapat jelang Pilpres 2019 juga akibat proses pengumpulan data merupakan proses yang paling berat. Petugas pengumpul data harus pandai-pandai merayu responden sehingga responden bisa memberikan jawaban yang benar.

Jawaban yang benar dari responden merupakan target utama para pengumpul data di lapangan karena akan menentukan hasil keakuratan sebuah survei.

Yang kedua demographi responden yang digunakan oleh lembaga-lembaga survei tidak valid, karena yang digunakan berdasarkan demographi penduduk Indonesia hasil sensus penduduk nasional tahun 2010. Jadi sudah hampir 9 tahun tidak ada sensus penduduk nasional dan baru akan ada sensus penduduk secara nasional tahun 2020.

Sehingga sebaran demographi respoden yang digunakan lembaga-lembaga survei opini publik berdasarkan agama, pendidikan, suku, umur dan jenis pekerjaan sudah tidak bisa lagi mewakili penduduk Indonesia yang punya hak pilih tidak berbanding lurus antara hasil jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei dengan polling-polling yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengunakan media sosial. Di mana pada survei jajak pendapat lembaga-lembaga survei yang berbayar hasilnya Joko Widodo-Ma'ruf Amin selalu unggul sementara di polling-polling masyarakat di Media Sosial Joko Widodo-Ma'ruf Amin tidak ada yang menang atau kalah telak selalu dari Prabowo-Sandiaga.

"Jadi kita lihat nanti pada tanggal 17 April 2019 nasib lembaga-lembaga survei opini publik berbasis berbayar akan senasib dengan lembaga-lembaga survei di Amerika Serikat yang tergabung di dalam American Association for Public Opinion Research (AAPOR) yang melakukan pre president election polling 2016," tulis Bin Firman Tresnadi, Direktur Executive Indonesia Development Monitoring (IDM), dalam siaran pers yang diterima BATAMTODAY.COM, Senin (11/3/2019).

Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016 adalah peristiwa yang menggelegar untuk pemungutan suara di Amerika Serikat. Di mana jajak pendapat sebelum pemilihan memicu prediksi profil tinggi bahwa kemungkinan Hillary Clinton untuk memenangkan kursi kepresidenan adalah sekitar 90 persen, dengan perkiraan berkisar antara 71 hingga lebih dari 99 persen.

"Tetapi, ketika Donald Trump dinyatakan sebagai pemenang kepresidenan pada dini hari tanggal 9 November, hal itu bahkan mengejutkan bagi pengamat politik, survei dan lembaga-lembaga survei sendiri, sehingga ada konsensus luas bahwa jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei gagal total," demikian Bin Firman Tresnadi.

Editor: Gokli