Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Miliki Izin Tinggal Tetap dan Berusia 17 Tahun

Kemendagri Tegaskan WNA Wajib Miliki KTP-el, Tapi Tak Bisa Ikut Pemilu
Oleh : Irawan
Rabu | 27-02-2019 | 12:16 WIB
zudan11.jpg Honda-Batam
Dirjen Dikcapil Kemendagri Zudan Arief Fakrullah

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menegaskan, warga negara asing (WNA) memang diwajibkan memiliki KTP elektronik apabila mereka memiliki, izin tinggal tetap di Indonesia dan berumur lebih dari 17 tahun.

"Sesuai Pasal 63 UU Administrasi Kependudukan, warga negara asing yang sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah dan memiliki izin tinggal tetap, wajib memiliki KTP-el," kata Zudan Arif Fakrullah kepada wartawa pada acara penandatanganan kerja sama dengan 12 lembaga jasa keuangan di Hotel Westin Kuningan Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Hal itu disampaikannya terkait adanya informasi ditemukannya KTP el-milik WNA di Cianjur, Jawa Barat.

Zudan menambahkan, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni WNI dan WNA. Sama seperti WNI, WNA juga diwajibkan memiliki KTP eletronik.

"Jadi, bukannya KTP-el itu diharamkan untuk WNA, justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun, memiliki KTP elektronik," katanya.

Ketentuan ini, kata Zudan, sudah berlaku sejak tahun 2014. “Jadi bukan baru sekarang-sekarang ini. Saya sih melihat ini menjadi gaduh karena sedang menghadapi Pileg dan Pilpres, itu saja,” katanya.

Zudan mengatakan, sangat mudah untuk melihat keaslian KTP elektronik karena bisa dilacak dalam database kependudukan.

"Bisa dilacak apakah KTP el-nya asli atau palsu. Bisa dilacak dengan card reader alat pembaca. Letakkan KTP-nya di atas alat pelacak itu dan dipindai sidik jarinya, nanti akan keluar data KTP-nya asli atau palsu," tuturnya.

Zudan menegaskan, meskipun WNA memiliki KTP elektronik namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu.

"Karena syarat untuk bisa memilih adalah warga negara Indonesia. Jadi seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih," katanya.

Ia menjelaskan, di dalam kolom keterangan di KTP- el milik WNA tertulis jelas kewarganegaraannya.

"Misalnya (warga negara) dari Malaysia, atau dari China, dari Arab Saudi. Keliru jika tiba-tiba (panitia pemilih) dari TPS membolehkan WNA masuk ke TPS. Karena di dalam KTP-el nya ada tulisan warga negara mana, jadi tidak perlu khawatir karena teman-teman (panitia) di TPS semuanya sudah terdidik untuk bisa membaca dan melihat KTP-el itu untuk WNA," katanya.

Izin tinggal WNA
Sementara itu Kapuspen Kemendagri Bahtiar mengatakan, WNA memang diwajibkan memiliki KTP elektronik apabila mereka memiliki izin tinggal tetap di Indonesia dan berumur lebih dari 17 tahun.

Ia menuturkan aturan jika tenaga kerja asing dengan kondisi tertentu wajib memiliki KTP-el sebagaimana diatur dalam Pasal 63 UU No.15 Tahun 2013.

Pada ayat (1) Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013 dijelaskan bahwa Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP-el. Dan ayat (3) KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.

Kemudian ayat (4) Pasal 63 UU Nomor 24 Tahun 2013 juga menjelaskan bahwa 'Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir”.

Pada ayat (5) UU Nomor 24 Tahun 2013 Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian. Serta di ayat (6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.

Bahtiar juga menambahkan, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2006 juncto UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, penduduk di Indonesia dibagi dua, yakni WNI dan WNA. Sama seperti WNI, WNA juga diwajibkan memiliki KTP eletronik.

Ketentuan ini, terang Bahtiar, sudah berlaku sesuai UU, kemendagri hanya menjalankan UU dibentuk bersama DPR dan Pemerintah. Dan praktek dinegara lain juga demikian.

"Jadi bukan baru sekarang-sekarang ini. Saya sih melihat ini menjadi gaduh karena sedang menghadapi Pileg dan Pilpres, itu saja," katanya.

"Jadi, bukannya KTP-el itu tidak diperbolehkan untuk warga negara asing, justru diwajibkan bagi WNA yang sudah punya izin tinggal tetap dan berumur lebih dari 17 tahun, memiliki KTP elektronik," katanya.

Lebih lanjut ia menegaskan, meskipun WNA memiliki KTP elektronik namun KTP-nya tidak bisa digunakan untuk memilih dalam Pemilu karena. Terkait syarat untuk bisa memilih sebagaimana diatur dalam Pasal 198 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

Ayat (1) dijelaskan bahwa yang memiliki hak memilih pada Pemilu adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih adalah warga negara Indonesia. Jadi seluruh WNA yang ada di Republik Indonesia ini tidak memiliki hak politik untuk memilih ataupun dipilih.

Ayat (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar 1(satu) kali oleh Penyelenggara Pemilu dalam daftar pemilih.

Dan ayat (3) Warga Negara Indonesia yang telah dicabut hak politiknya oleh pengadilan tidak mempunyai hak memilih.

Hal itu diutarakan Bahtiar terkait adanya informasi ditemukannya KTP el-milik WNA di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang menjadi isu KTP-el orang asing untuk kepentingan Pemilu.


"Permasalahan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan atas nama berbeda seperti yang diketemukan di Kabupaten Cianjur, a.n Bahar dan masuk dalam DPT. Hal tersebut harus didalami lebih lanjut dan setuju diproses aparat setempat. Hasil penelusuran Ditjen Dukcapil Kemendagri bahwa telah dicek DP4 yang diserahkan Ditjen Dukcapil kepada KPU RI tahunn2017 yg lalu tidak ada NIK tersebut dalam DP4. Jadi Kemendagri tidak mengetahui karena yang berwenang menetapkan DPT adalah KPU. Tapi kami pastikan NIK tersebut tidak ada dalam DP4 yang diserahkan Kemendagri kepada KPU R," pungkas Bahtiar.

Editor: Surya