Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Soal Konsultan Asing, Masyarakat Dituntut Cerdas
Oleh : Redaksi
Selasa | 12-02-2019 | 17:16 WIB
ilustrasi-konsultan-asing.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ilustrasi konsultan asing. (Foto: Ist)

Oleh Aji Iskandar

CALON Presiden No 01 Joko Widodo menduga pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggunakan konsultan asing untuk menghadapi pelaksanaan pilpres 2019.

Mulanya, Jokowi menjelaskan tentang teori propaganda Rusia yang kerap menyebarkan berita bohong secara bertubi-tubi kepada masyarakat agar masyarakat menjadi ragu terhadap fakta yang sebenarnya. Menurut Jokowi, konsultan asing tersebut tidak memikirnya dampak-dampaknya dalam menjalankan strateginya dalam kehidupan masyarakat.

"Enggak mikir memecah belah rakyat atau tidak, tidak mikir mengganggu ketenangan rakyat atau tidak. Ini membuat rakyat khawatir atau tidak, enggak peduli. Konsultannya konsultan asing. Terus yang antek asing siapa? Jangan sampai kita disuguhi kebohongan yang terus menerus. Rakyat sudah pintar, baik yang di kota atau di desa", papar Jokowi saat menghadiri acara dukungan dari sedulur kayu dan meubel Jokowi di Karanganyar, Jawa Tengah.

Sejalan dengan ucapan Jokowi, Ketua KOI yang juga Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, Erick Thohir membenarkan pernyataan mantan Walikota Solo tersebut, yang menyebutkan bahwa Prabowo menggunakan konsultan asing. Pihaknya sejak awal telah mengetahui ada keterlibatan orang asing yang membantu BPN Prabowo-Sandi.

Bahkan bukti terkait konsultan asing itu sudah tersebar di media sosial. Di media sosial juga telah terbukti akan keberadaan orang asing di belakang BPN. Propaganda Rusia itu yang dimaksud konsultan asing yang dipakai. Dan pihaknya juga mengetahui, bahwa beliau tahu konsultannya bukan satu atau dua saja.

Hasto Krisyanto menyatakan bahwa dirinya pernah menjadi saksi Prabowo menggunakan konsultan asing saat maju di Pilpres 2009. Pada saat itu, Prabowo menjadi Cawapres mendampingi Megawati Soekarnoputri. Ia mengklaim bahwa dirinya menjadi saksi bagaimana Prabowo menggunakan konsultan asing.

Dan rekomendasi-rekomendasi sangat dipengaruhi konsultan asing tersebut. Hasto juga menambahkan bahwa saat itu Megawati tidak mau mengikuti rekomendasi-rekomendasi yang diterima Prabowo dari konsultan asing. Alasannya, rekomendasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan kultur Negara Indonesia.

Dugaan Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing, merujuk pada kampanye yang digunakan oleh kubu penantangnya, yaitu dengan menggunakan metode kampanye propaganda Rusia atau yang dikenal dengan nama The Russian Firehouse of Falsehood. Jokowi menduga, teknik tersebut dipakai oleh Prabowo yang bersumber dari konsultan politik asing yang disewanya. Padahal, metode kampanye dengan penuh kebohongan itu dinilai Jokowi meresahkan rakyat.

Salah satu kebohongan yang pernah marak yaitu kebohongan akan 7 truk kontainer surat suara tercoblos. Selain itu adapula hoax Ratna Sarumpaet yang mengaku bahwa dirinya dianiyaya yang ternyata terbukti operasi plastik, saat itu ia bergabung dalam tim Badan Pemenangan Nasional BPN Prabowo-Sandi.

"Di era keterbukaan seperti saat ini, BPN Prabowo-Sandi justru tidak bisa mengelak dengan banyaknya jejak digital terkait kehadiran konsultan asing di kubu mereka," ujar Jubir TKN Jokowi-Ma'ruf, Ace Hasan Syadzily.

Ace mempersoalkan foto yang tersebar memperlihatkan ada dua orang asing perempuan dan lelaki, mereka berada dalam sebuah ruangan bersama Prabowo-Sandiaga. Dalam foto tersebut terdapat tokoh lain seperti Ketum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah elite dari Koalisi Indonesia Adil dan Makmur.

Ace juga menyebutkan bahwa kubu Prabowo-Sandiaga kembali melakukan propaganda penyebaran hoax dengan mengaitkan Jokowi dengan konsultan politik Amerika Serikat, Stanley Greenberg. Menurutnya, isu serupa juga pernah muncul saat Pilpres 2014.

Isu hoax tersebut kemudian dikembangkan oleh kubu Prabowo untuk menyebut bahwa apa yang dilakukan oleh Jokowi sebagai bentuk pencitraan. Tapi isu hoax itu tidak laku karena memang fiktif alias hoax dan tidak berdasarkan fakta. Pada kesempatan yang lain, sebelumnya seorang pria asing tiba-tiba saja datang menghampiri Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto, di pelataran JCC Plenary Hall, Jakarta, tempat petinggi Partai Gerindra itu akan menggelar Pidato Kebangsaan 'Indonesia Menang' bersama pasangannya Sandiaga Uno.

Kala itu sontak para elit politik yang sedang berjalan beriringan membuka ruang khusus untuk pria yang 'diduga' sebagai konsultan politik pemenangan Prabowo di Pilpres 2019. Beredar luas kabar di masyarakat bila BPN Prabowo-Sandi menggunakan jasa konsultan asing untuk mengatur strategi pemenangan mereka. Desas-desus yang mengemuka, Rob Allyn dan Ariel Israilov diduga merancang strategi penggorengan isu dari balik layar untuk menyengitkan pertarungan Pemilu antara Prabowo dan Jokowi.

Selama 25 tahun malang melintang di jagad bisnis media, Allyn telah menjabat sebagai ahli strategi politik untuk presiden, perdana menteri, pemerintah asing dan partai politik yang membidangi iklan, public relation serta konsultan politik.
Tercatat, dia merupakan seorang pendukung Partai Republik di AS yang dipimpin oleh George W. Bush.

Dalam strategi berkampanye bersama Allyn, Bush menekankan akan memerangi habis terorisme yang citranya dilekatkan pada Islam. Strategi yang diusung Bush berhasil menarik mayoritas suara rakyat Amerika Serikat, untuk memilihnya sebagai orang nomor 1 di seantero Negeri Paman Sam.

Pada kontestasi kedua tahun 2004, Bush kembali memasukkan Rob Allyn sebagai juru rancang pemenangan agar Bush bisa kembali melanjutkan tahta kepemimpinan di Amerika Serikat. Rob Allyn juga dikenal sebagai peracik propaganda khusus untuk menjatuhkan lawan politik dan mendiskreditkannya.

Di Indonesia, pada 2014 silam, Rob Allyn disebut masuk sebagai konsultan politik yang membantu Prabowo dalam proses pilpres 2014. Saat itu, lawan politiknya diterpa isu SARA keturunan China dan dituding sebagai komunis. Rob Allyn juga diduga sebagai otak di balik ketidakstabilan kesejahteraan ekonomi rakyat Indonesia, belum lagi jika dikaitkan ihwal penumpasan kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh yang menentang pemerintahan hingga menimbulkan demo berjilid-jilid di sejumlah wilayah Indonesia.*

Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial Politik