Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Quo Vadis Kepulauan Riau di Masa Kapolda Brigjen R. Budi Winarso
Oleh : Ali/Dodo
Senin | 27-02-2012 | 13:05 WIB

BATAM, batamtoday - Sosok Kapolda Kepulauan Riau keenam, Brigjen Raden Budi Winarso, terbilang alot. Selain tidak ingin mengenal wartawan sebagai penyambung lidah kepada masyarakat di Kepri ini, mantan Wakapolda Jawa Barat ini juga tidak ingin mengenal Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kepri terlebih lagi di Batam.

Brigjen Raden Budi Winarso sendiri menjabat sebagai Kapolda Kepri atas promosi yang ditindaklanjuti melalui telegram rahasia (TR) Kapolri bernomor STR/772/IX/2010 pada Rabu, 29 September 2010 silam menggantikan Kapolda Kepri Kepulauan Riau Brigjen Pol Pudji Hartanto yang dipromosikan Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo sebagai staf ahli Kapolri. 

Masa-masa Brigjen Raden Budi Winarso menjabat di Mapolda Kepri, kebijakan yang diambilnya hingga saat ini dituding banyak yang merugikan masyarakat, seperti halnya pengurusan BPKB. Dimana hingga saat ini, masyarakat selaku pemilik mobil eks Singapura yang dikategorikan mobil mewah golongan C oleh polisi tidak dapat melakukan pengurusan alias surat-surat kepemilikan yang dimiliki selama ini tidak terdaftar di Samsat Kepri, Batam. 

Padahal, kendaraan itu selama ini telah diperpanjang STNK maupun pajaknya oleh pemilik mobil itu sendiri, dan telah berjalan bertahun-tahun lamanya. Namun, melalui kebijakan Raden Budi Winarso itu dianggap tidak pro kepada kemasyarakat. Melainkan hanya kepada pengusaha dan importir nakal di Batam. 

"Ini hanya persoalan anggota yang tidak becus di lapangan, kenapa yang dikorbankan masyarakat luas. Kalau memang berkas-berkas kendaraan kami tidak terdaftar, kenapa selama ini kami bisa melakukan pengurusan di Samsat itu sendiri. Tentunya kalau tidak bisa sejak awal, maka kami akan mengembalikan mobil ini kepada showroom atau tempat kami membeli mobil asal Singapura ini. Setelah ada kebijakan yang dikeluarkan Kapolda, masyarakat yang dikorbankan. Sementara oknum-oknum yang membuat dokumen itu tidak ditindaklanjuti. Ada apa ini dengan Kapolda Raden BW," ujar salah satu pemik mobil mewah yang membeli mobil eks Singapura itu beberapa waktu lalu.

Saat baru menjabat sebagai Kapolda Kepri, Budi Winarso ikut serta dalam penggerebekan belasan mobil mewah tanpa surat-surat resmi alias bodong di salah satu showroom di kawasan Baloi. Mobil-mobil itu diamankan di Mapolda Kepri beserta 104 unit mobil asal Singapura yang diamankan Bareskrim Mabes Polri sebelumnya. 

Hal ini kembali menjadi perbincangan masyarakat Batam. Pasalnya, 11 unit mobil bodong itu tiba-tiba raib begitu saja di halaman parkir Mapolda Kepri.  Anehnya, Kapolda Kepri Brigjen Raden Budi Winarso yang dikonfirmasi awak media tidak mau menjawab pertanyaan itu. Bahkan, ketika Kombes Pol Wibowo masih menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Kepri saat dikonfirmasi, justru memberikan jawaban yang aneh di telinga wartawan. 

"Tanyakan sama mobil itu, ke mana dia sekarang," ujar Wibowo di lapangan Temenggung Abdul Jamal, Muka Kuning berulang kali saat itu. 

Namun, setelah ditelusuri kembali oleh wartawan, 11 unit mobil bodong itu ternyata diam-diam telah kembali ke lokasi showroom tempat diamankan sebelumnya.

Soal kasus 11 mobil mewah ini, bahkan Kabid Humas Polda Kepri AKBP Hartono saat dikonfirmasi selalu 'ngeles' seakan-akan menutup-nutupi aksi pimpinannya itu. 

"Saya tidak tahu ke mana mobil itu, nanti saya telusuri kembali informasi dari rekan-rekan wartawan," katanya yang hingga saat ini belum ada keterangan resmi mobil X tanpa dokumen itu dikemanakan. 

Selain kasus mobil di Batam yang kian membingungkan masyarakat, Brigjen Raden Budi Winarso kembali mendapat kasus rumit. Dimana anak buahnya dituding sekuriti Perumahan Anggrek Mas 3 melakukan penganiayaan seiring dengan tuduhan terlibat dalam kasus terbunuhnya Putri Mega Umboh, istri mantan Kasubdit II Ditreskrimsus, AKBP Mindo Tampubolon. 

Disebut-sebut Brigjen Raden BW menekan ketujuh sekuriti itu agar Komnas HAM tidak terjun ke Batam melakukan pengusutan atas laporan dari salah satu sekuriti di luar ketujuh sekuriti Angrek Mas 3. Polisi lantas memberikan belasan juta rupiah kepada ketujuh sekuriti dan kemudian dipekerjakan di Diskotik Pasifik yang merupakan rekanan Kapolda Budi Winarso. 

Alhasil, Komnas HAM yang terjun ke Batam tidak dapat meneruskan kasus ini akibat para sekuriti bungkam. Selain itu, para sekuriti mencabut kuasanya kepada Sutan Siregar yang telah mati-matian membelanya hingga dapat bebas dari tahanan Mapolda Kepri. 

Pada November 2011, saat kalangan buruh turun ke jalan menuntut kenaikan UMK dan kemudian berujung rusuh, Budi Winarso sebagai salah satu penanggung jawab utama keamanan di Kepri justru meninggalkan Batam menuju Bintan. Padahal, satu minggu sebelum aksi unjuk rasa digelar kalangan buruh, Kapolda telah mendapat laporan dari anak buahnya tentang jumlah buruh yang akan melakukan demo dan tidak tertutup kemungkinan kerusuhan bakal terjadi melalui informasi yang diterimanya ketika itu. 

Situasi kian memanas, tepatnya hari ketiga aksi demo berlanjut, Kapolda memang terjun ke lokasi bersama Wakil Gubernur Kepri, Soerya Respationo. Namun, ketika dikonfirmasi wartawan soal kerusuhan yang terjadi, Brigjen Raden Budi Winarso malah mengatakan bukan domainnya. 

"Cukup ke kapolres aja, ini bukan ranah saya. Saya untuk provinsi seperti halnya Wagub Kepri," jawanya enteng di hadapan kalangan buruh yang sempat memanas akibat Wali Kota Batam, Ahmad Dahlan tidak juga berani menjumpai dan mendengar aspirasi buruh. 

Pascakerusuhan, Budi Winarso diperiksa oleh beberapa anggota Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri yang turun ke Batam. Pemeriksaan orang nomor satu di kepolisian daerah Kepri ini bersama dengan empat orang perwira tinggi di Mapolda dan Polresta Barelang.

Budi Winarso pun akhirnya mengakui kegagalannya dalam mengemban amanah Kapolri untuk menjaga keamanan di Kepulauan Riau. 

"Saya mengakui kegagalan karena telah terjadi unjuk rasa dan kerusuhan di tahun 2011 ini. Padahal, dalam MoU tahun 2010 lalu kita targetkan tidak akan terjadi kerusuhan di Kepri dan Batam," ujar Raden Budi Winarso dalam kata sambutannya di Sispam Kota Batam 2011 di Stadion Temenggung Abdul Jamal, Kamis (22/12/2011) silam. 

Sosok Budi Winarso ini memang berbeda dengan pendahulunya, Brigjen Pudji Hartanto. Pudji selalu ramah saat dijumpai bahkan mau menjumpai wartawan sebagai penyambung lidah masyarakat. 

Di jalan, di kantor, bahkan lewat pesan singkat maupun telepon, Pudji serlalu menanggapi permasalahan maupun keluhan warga, khususnya mengenai keamanan di Kepri lewat media. Bahkan, masyarakat luas juga telah diberikan nomor telpon pribadinya lewat spanduk-spanduk yang terpasang di setiap Kantor Polisi di Batam untuk mempermudah masyarakat untuk mengadu bila merasa dizalimi oleh oknum polisi sehingga dapat ditindaklanjuti setiap laporan yang masuk kepadanya. 

Bahkan sosok Budi Winarso juga tidak seperti sosok Kapolri Jendral Timur Pradopo, yang ketika dijumpai wartawan setiap pertanyaan yang diajukan selalu dijawab dan tidak pernah 'ngeles'. Jendral berbintang empat ini siap berkomunikasi dengan wartawan di mana pun.  

Namun, berbeda dengan polisi yang baru memiliki satu bintang di pundaknya, Budi Winarso sendiri saat berhadapan dengan wartawan enggan menjawab. Bahkan untuk menjawab pertanyaan seorang wartawan di lokasi, dirinya selalu melemparkan pertanyaan itu kepada pejabat kepolisian yang berkompoten untuk menjawab pertanyaan itu sendiri. 

Kegusaran para kuli tinta di Kepulauan Riau ini seakan terjawab setelah Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo memutasi Raden Budi Winarso ke Lembaga Pendidikan Kepolisian (Lemdikpol).  

Hal itu terungkap dalam telegram rahasia (TR) Kapolri bernomor : ST/37/II/2012 tertanggal 23 Februari 2012. Dan telah dibenarkan oleh Kadiv Humas Mabes Polri di Jakarta. "Benar Kapolri melakukan mutasi terhadap sejumlah perwira tinggi dan perwira menengah. Mutasi dilakukan untuk penyegaran," kata Irjen Pol Saud Usman Nasution, Jumat (24/2/2012). 

Posisi Budi Winarso sebagai Kapolda Kepri digantikan Brigjen Pol Jotje Mende, yang sebelumnya menjabat Karowabprof Divprompam Mabes Polri. 

Jotje Mende sendiri dikenal sebagai sosok yang cukup dekat dengan wartawan. Terbukti, saat dirinya masih menyandang perwira menengah, ketika menjabat sebagai Kabag Serse di Polwil Yogyakarta, Jotje pernah mendapatkan penghargaan sebagai ''polisi simpatik'' pada tahun 1993 oleh Wartawan Seksi Hankam PWI Cabang Yogyakarta. 

Jotje juga diketahui sebagai pengganti Letkol Ade Subardan sebagai Kapolres Bantul, di saat penanganan kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin dinilai publik penuh dengan rekayasa dengan. 

Pada masa kepemimpinannya di Bantul, akhirnya terkuak bahwa Dwi Sumadji yang dijadikan tersangka dalam pembunuhan wartawan itu, ternyata bukan pembunuhnya setelah melalui proses persidangan melelahkan.