Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Stunting dan Dana Desa
Oleh : Redaksi
Jum\'at | 04-01-2019 | 16:16 WIB
eddy1.jpg Honda-Batam
Edy Sutriono. (Foto: Istimewa)

Oleh: Edy Sutriono

Stunting adalah sebuah kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain seusianya atau dengan kata lain mengalami kekerdilan. Penyebab kekerdilan adalah kekurangan asupan gizi orang tersebut sejak dari janin/bayi dalam kandungan dan pada masa awal lahir dan dapat dikatakan gagal tumbuh masa balita.

Faktor lain disebabkan faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil dan anak usia balita, kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan dan gizi saat sebelum dan masa kehamilan serta setelah melahirkan, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan sebelum dan sesudah melahirkan serta pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses ke makanan bergizi, dan kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Stunting akan menurunkan kualitas, produktivitas dan daya saing sumber daya manusia. Dalam jangka pendek mengakibatkan terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.

Sedangkan jangka panjang dapat menurunkan kemampuan kognitif dan IQ, produktivitas kerja, menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya berbagai macam penyakit dan disabilitas pada usia tua serta memperpendek usia manusia.

Sementara itu dari sudut pandang ekonomi, stunting dapat menurunkan produktivitas pasar tenaga kerja dan bermuara kepada pelambatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan dan juga menyebabkan kemiskinan antar-generasi. Kondisi SDM (tenaga kerja) menjadi tidak kreatif dan produktif yang pada gilirannya upah pekerja dihargai dengan sangat rendah dan akan berakumulasi menghilangkan potensi pendapatan nasional.

Stunting di Indonesia

Indonesia menduduki peringkat kelima yang masih menghadapi permasalahan gizi ditunjukkan dengan masih besarnya angka stunting. Hasil Riset Kesehatan Dasar mengenai prevalensi balita pendek memperlihatkan persentase status gizi balita pendek (pendek dan sangat pendek) sebesar 27,5 persen pada Tahun 2016.

Sementara itu batasan ideal stunting menurut WHO adalah kurang dari 20 persen. Hal ini berarti pertumbuhan yang tidak maksimal dialami oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting. Lebih dari 1/3 anak balita di Indonesia tinggi badannya berada di bawah rata-rata. Sedangkan studi empiris Institut Pertanian Bogor tahun 2016 mencatat potensi kerugian ekonomi nasional akibat menurunnya produktivitas karena stunting, yaitu sekitar Rp 3.057 miliar sampai dengan Rp 13.758 miliar (0,04 sampai dengan 0,16 persen) dari total PDB Indonesia.

Penggunaan Dana Desa

Rencana Aksi Nasional Gizi dan Ketahanan Pangan Tahun 2017 memerlukan program dan upaya sinergis dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah serta dunia usaha/masyarakat, tak terkecuali Desa. Sinkronisasi APBN, APBD, APBDes, BUMN/D, dunia usaha dan masyarakat menjadi poin utama dalam menekan angka stunting.

Khusus bagi Desa diharapkan dapat menjadi salah satu tumpuan dalam menekan stunting. Dari segi kewenangan, sesuai dengan UU tentang Desa, terhadap upaya penanganan stunting yang sudah menjadi prioritas nasional tersebut sangat memungkinkan untuk menyusun kegiatan-kegiatan yang relevan dan yang bersifat skala desa melalui APBDes. Dana Desa digunakan untuk kegiatan pembangunan Desa meliputi pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat dan pendidikan.

Kegiatan bidang pemberdayaan masyarakat meliputi dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan anak. Dana APBN berupa Dana Desa yang mengalir Rp70 triliun di Tahun 2019 atau kurang lebih Rp900 juta setiap Desa diharapkan dapat sebagian digunakan untuk mempercepat penurunan tingkat stunting.

Kepala Desa diharapkan mampu penerjemahkan program pemerintah pusat ke dalam APBDes antara lain dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat mengurangi gizi buruk dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan, seperti pembangunan/ rehabilitasi poskedes, polindes dan posyandu, penyediaan makanan sehat untuk peningkatan gizi balita dan anak, perawatan kesehatan untuk ibu hamil dan menyusui, pembangunan sanitasi dan air bersih, pembangunan MCK, insentif kader kesehatan masyarakat, pengadaan kebutuhan medis dan alat kesehatan, serta sosialisasi dan gerakan hidup bersih dan sehat.

Sejalan dengan penggunaan Dana Desa untuk menekan angka stunting tersebut, Kementerian Keuangan telah mempercepat penyaluran Dana Desa agar sesegera mungkin sampai ke tingkat desa. Mekanisme penyaluran Dana Desa dilakukan dari Kas Negara ke Kas Daerah untuk selanjutnya dari Kas Daerah ke Kas Desa. Efisiensi dan efektivitas penyaluran telah dilakukan secara desentralisasi melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), Ditjen Perbendaharaan di daerah sejak tahun 2017.

Kebijakan penyaluran tersebut menunjukkan keinginan pemerintah Pusat agar Dana Desa secepatnya dapat disalurkan sampai ke Desa. Di sisi lain Desa diharapkan dapat segera bekerja dan menyelesaikan kegiatan-kegiatan yang berprioritas guna menekan angka stunting untuk meningkatkan produktivitas SDM yang pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian Desa.

Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja

Penulis merupakan Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau