Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Permen ESDM No 07 Tahun 2012 Diberlakukan

Kalangan LSM Nilai Penambangan Liar Tetap Marak
Oleh : Juhari/Dodo
Selasa | 21-02-2012 | 15:49 WIB
Tambang-Liar.gif Honda-Batam

Ilustrasi.

LINGGA, batamtoday - Kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kabupaten Lingga menilai aktivitas penambangan liar masih akan tetap marak di wilayah itu meski Peraturan Menteri ESDM no 07 tahun 2012 tentang Peningkatan  Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral telah diberlakukan.

"Walaupun peraturan menteri ini ada, selama ini saja pertambangan yang dilakukan sudah menyalahi aturan, namun aktivitas pertambangan tetap berjalan”, kata Idrus Ahmad, aktivis salah satu LSM di Lingga, Selasa (21/2/2012). 

Idrus mengatakan jika berharap kepada pemerintah ataupun penegak hukum di daerah, dalam penertiban tersebut rasanya percuma saja. Dia berharap dengan adanya peraturan tersebut Permerintah Pusat yang harus langsung turun ke daerah dan menunjukan keseriusanya dalam upaya penertiban dan penegakan aturan yang ada, sehingga apa yang diterapkan oleh pemerintah pusat tidak berbanding terbalik realisasinya di daerah.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Lingga, Rudi Purwonugroho mengatakan, bahwa diberlakukannya Permen ESDM no 07 tahun 2012 tersebut merupakan upaya pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan pengolahan dan pemurnian Mineral, yang diundangkan pada tanggal 6 Februari 2012 oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia.

"Pemerintah telah melakukan larangan penjualan bahan baku mentah mineral ke luar negeri," ungkap Rudi. 

Dengan ini peraturan tersebut, Rudi mengatakan untuk pengolahan mineral selanjutnya harus dilakukan di dalam negeri dan boleh dilakukan ekspor bila sudah memenuhi ketentuan batasan produk minimum seperti yang diatur dalam Permen tersebut. 

Namun demikian, Rudi juga mengakui adanya beberapa kalangan LSM di Lingga yang merasa pesimis bahwa peraturan tersebut mampu menghentikan aktivitas penambangan yang belakangan ini marak di Kabupaten Lingga. 

Namun Rudi menyebutkan dibandingkan dengan apa yang terjadi pada perusahaan tambang yang beroperasi di sejumlah kawasan di Kabupaten Lingga yang melakukan eksport tanpa melalui proses pemurnian seperti apa yang diatur tersebut, maka sesuai dengan ketentuan itu pula maka dilarang menjual bijih mineral keluar negeri dalam jangka waktu paling lambat tiga bulan sejak berlakunya peraturan menteri ini.

"Itupun bagi perusahaan yang memegang IUP operasi Produksi dan IPR, apalagi bagi perusahaan tambang yang ada di Lingga ini hanya memegang KP (kuasa penambangan)," tuturnya.