Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

LSI Sebut Pemilu Serentak Tenggelamkan Kampanye Partai, karena Fokus ke Pilpres
Oleh : Redaksi
Minggu | 18-11-2018 | 11:04 WIB
Ajie_farabi_LSI.jpg Honda-Batam
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby,

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny JA, Adjie Alfaraby, berharap kampanye pemilihan presiden (pilpres) 2019 mendatang tidak seperti kampanye pilpres di Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Menurut Adjie, dalam kampanye Pilpres AS 2016, isu yang muncul lebih banyak berkaitan personal dari masing-masing kandidat dibandingkan program. Sehingga, isu-isu tersebut juga yang paling membekas di benak masyarakat AS.

"Jadi karena masifnya yang muncul di Amerika terkait isu-isu yang sifatnya personal, itu membunuh agenda yang terkait dengan program-program, atau kebijakan. Itu yang kita khawatirkan di Indonesia terjadi seperti itu,"ujar Adjie di Jakarta, Sabtu (17/11/2018).

Ia menilai, potensi tersebut sudah nampak mengemuka di kampanye pilpres saat ini. Di mana dalam 1,5 bulan terakhir tidak banyak muncul gagasan substantif dari kedua pasangan calon. Menurutnya, lebih banyak isu-isu tidak terkait dengan gagasan, visi-misi, maupun program dari kedua pasangan calon.

"Dalam 1,5 bulan kampanye berjalan memang yang jadi top isu itu yang sifatnya sensasional. Mulai dari kasus hoaks Ratna, politik sontoloyo, tampang Boyolali, itu yang kemudian jadi top isu mendominasi di media atau media sosial," ujar Adjie.

Adjie menilai, konsekuensi jika isu-isu tersebut justru lebih banyak muncul, akan membuat pemilih antipati terhadap kandidat di pilpres. Karena, masyarakat tidak mendapat pilihan yang baik dari masing-masing kandidat.

"Saya khawatir masing-masing kandidat atau timses akan membawa pemilih, pemilih menilai kandidat sama-sama buruk, sehingga memilih terbaik dari paling buruk, bukan terbaik dari yang baik, kalau pilihan itu tidak muncul berujung pada sikap antipati ke pilpres itu," ujar Adjie.

Karenanya, Adjie menyebut konsekuensi pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voter) ke partai atau ke caleg akan lebih meningkat dibandingkan ke pasangan calon presiden. Itu, kata dia, akibat penetrasi program partai yang lemah kepada masyarakat.

Adjie melanjutkan, hal ini juga membuat partai-partai yang tidak mempunyai pasangan calon presiden maupun wakil presiden, mulai memfokuskan untuk memenangkan Pileg dibandingkan Pilpres. Sementara, hanya dua partai yang aktif mengkampanyekan partai dan pilpres yakni Gerindra dan PDIP.

"Karena dua partai ini yang paling menikmati efek elektoral capres. Partai lain mereka gamang menghadapi pemilu serentak. Mereka terikat koalisi, namun intensitas untuk kampanye capres lebih minimal dari pada upaya menyelamatkan partai," ujar Adjie.

Salah satu partai yang sudah menegaskan hal tersebut adalah Partai Demokrat. "Jadi saya lihat ada kegamanangan karena mereka harus menambah kursi atau lolos PT (parliamentary threshold) sehingga kampanye partai dan pilpres sekaligus hanya terlihat di PDIP dan Gerindra," ujar Adjie.

Editor: Surya