Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Tak Perlu Cuti atau Mundur Saat Nyapres Lagi
Oleh : Redaksi
Senin | 10-09-2018 | 08:40 WIB
yusril-ya1.jpg Honda-Batam
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, tak ada kewajiban bagi presiden yang kembali maju pada pilpres untuk cuti atau mengundurkan diri dari jabatannya. Undang-undang, katanya, tak mengatur keharusan bagi presiden petahana untuk cuti atau mundur.

"Bagi Presiden yang menjadi petahana tidak ada kewajiban untuk cuti atau mengundurkan diri. Pengaturan tentang keharusan mundur atau cuti itu tidak ada di dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya dalam Bab yang mengatur pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini tidak saja berlaku bagi Presiden Jokowi, tetapi juga bagi siapa saja yang menjadi Presiden petahana di negara kita," ujar Yusril, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (9/9/2018).

Yusril mengatakan hal tersebut sebagai respon atas ramainya meme di media sosial yang beredar mengenai UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Khususnya pada pasal 6, yang mengatur bahwa pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon Presiden wajib mundur dari jabatannya, disertai kata-kata, "Jokowi Sudah Sah Bukan Presiden Indonesia dan Harus Mundur Sekarang Juga."

Yusril menjelaskan, dalam pasal itu memang diatur bahwa pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon Presiden wajib mundur dari jabatannya. Namun ketentuan itu sudah tidak berlaku bagi Presiden dan Wakil Presiden sebagai petahana.

"Hal yang sama diatur juga dalam pasal 170 UU Nomor 7 Tahun 2017. Di media sosial kini beredar copy Pasal 6 UU Nomor 42 Tahun 2018 itu disertai kata-kata 'Jokowi Sudah Sah Bukan Presiden Indonesia dan Harus Mundur Sekarang Juga'. Padahal UU Nomor 42 Tahun 2008 itu sudah resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Pasal 571 huruf a UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diberlakukan sejak tanggal 16 Agustus 2017," tutur Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.

Menurut Yusril, tidak adanya ketentuan Presiden dan Wapres petahana untuk berhenti atau cuti itu sudah benar dalam perspektif Hukum Tata Negara. Sebab, jika aturan tersebut akan menimbulkan kerumitan yang membawa implikasi kepada stabilitas politik dan pemerintahan Indonesia.

Yusril memberikan contoh, jika presiden petahana berhenti selama satu tahun sebelum masa jabatannya berakhir, maka presiden wajib digantikan oleh wakil presiden sampai akhir masa jabatannya. Hal itu, kata Yusril, memerlukan sidang istimewa MPR untuk melantik wapres menjadi presiden.

"Bagaimana jika Wapres sama-sama menjadi petahana bersama dengan Presiden, atau wapres maju sebagai Capres, maka kedua-duanya harus berhenti secara bersamaan. Kalau ini terjadi, maka Menhan, Mendagri dan Menlu (triumvirat) akan membentuk Presidium Pemerintahan Sementara. Dalam waktu 30 hari triumvirat wajib mempersiapkan SI MPR untuk memilih Presiden dan Wapres yang baru," kata Yusril.

Apalagi, kata Yusril, jika hal seperti di atas terjadi setiap lima tahun. Maka, bukan mustahil akan terjadi kerawanan politik di Indonesia.

"Kerawanan itu bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara. Negara itu tidak boleh vakum kepemimpinan karena bisa menimbulkan keadaan kritis yang sulit diatasi. Andai ketika jabatan Presiden vakum, terjadi keadaan darurat atau keadaan bahaya, siapa yang berwenang menyatakan negara dalam keadaan bahaya? Hanya Presiden yang bisa melakukan itu. Wakil Presiden apalagi Triumvirat, tidak punya kewenangan melakukannya," jelasnya.

Dengan demikian, menurut Yusril, demi kepentingan bangsa dan negara, Jokowi tidak perlu berhenti atau cuti.

"Berbagai meme yang hanya mengutip sepotong UU Nomor 42 Tahun 2008, padahal UU tersebut sudah tidak berlaku lagi, adalah meme yang menyesatkan dan berbahaya bagi keselamatan bangsa dan negara, khususnya dalam menyongsong Pemilu serentak tahun 2019 yang akan datang," pungkasnya.

Editor: Surya