Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Semua Pihak Diminta Tak Politisasi Pelemahan Rupiah karena Bisa Rugikan Rakyat
Oleh : Irawan
Jum\'at | 07-09-2018 | 08:28 WIB
diskusi-rupiah1.jpg Honda-Batam
Diskusi dialektika demokrasi soal pelemahan rupiah terhadap dollar

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, bahwa pelemahan rupiah saat ini tak bisa dipungkuri digunakan untuk bahan kampanye pada tahun politik menuju Pilpres 2019.

Untuk itu, Misbakhun mengingatkan agar politisasi dolar itu tidak berlebihan, karena akan merugikan seluruh rakyat.

"Politisasi dolar boleh saja asal tidak berlebihan. Sebab, kalau berlebihan rakyat yang akan rugi. Baik pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin maupun Prabowo-Sandi. Tidak hanya kedua pasangan itu, tapi semua rakyat Indonesia," tegas politisi Golkar idalam Dielektia Demokrasi di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (6/9/2018).

Hal itu disampaikan dalam dialektika demokrasi 'Pelemahan rupiah terhadap dollar AS' bersama anggota Komisi XI DPR Eva Kusuma Sundari (FPDIP), Heri Gunawan (Gerindra), dan Refrizal (PKS).

Yang pasti kata Misbakhun, tingkat kepercayaan pasar khususnya pengusaha nasional dan internasional sangat tinggi pada Presiden Jokowi. "Saya kira kalau bukan Jokowi akan jatuh," tegasnya meyakinkan.

Misbakhun menegaskan, pelemahan rupiah itu disebabkan dua hal; yaitu faktor eksternal (global), dan internal. Untuk internal karena transaksi berjalan terkait impor BBM itu sangat tinggi, dan inilah yang menyedot 26 miliar dolar AS per bulan. "Perharinya kita impor 3 juta kiloliter BBM," paparnya. Misbakhun.

Karena tingkat kepercayaan investor dan pengusaha sangat tinggi, dan sentimen pasar juga positif, maka pelemahan rupiah tersebut masih lebih baik dibanding dengan Turki, Argentina, India, dan negara-negara Eropa yang lain. Sehingga perekonomian Indonesia masih tumbuh dengan baik sekitar 5,2 persen.

Selain itu, UU Devisa Indonesia masih mengikuti rezim devisa bebas. "UU devisa ini punya peran besar pada fluktuasi rupiah dan valuta asing termasuk dollar AS sehingga bisa keluar-masuk seenaknya ke luar negeri. Makanya secara struktur harus diperbaiki," ungkapnya.

Ia mengatakan, mengapa Thailand dan Vietnam kenapa lebih baik dibanding Indonesia? Tak lain karena ekspornya surplus. "Untuk itu, pemerintah terus melakukan perbaikan-perbaikan termasuk mengurangi impor bagi infrastruktur BBM dan lain-lain," ucapnya.

Anggota Komisi XI DPR Fraksi Gerindra, Heri Gunawan juga mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang tidak bisa dilepaskan dari krisis global. Lemahnya fundamental ekonomi nasional juga berperan signifikan.

Namun begitu, pelemahan fundamental ekonomi dari pemerintahan Jokowi-JK juga ikut berdampak signifikan terhadap pelemahan nilai tukar tersebut.

"Berbicara krisis patut kita pahami memang benar ada krisis global. Yang pertama terkait krisis Turki yang memang terbaru bahkan sampai ke Argentina," kata Heri.

Efek dari krisis global tersebut menurut dia berimbas ke Indonesia yang berdampak melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun hal itu bisa dihindari, jika saja fundamental ekonomi dibangun dengan kuat.

"Saya pikir sih, memang betul kalau market kita terkena imbas karena findamental ekonomi yang dibangun pemerintah tidak kuat," ujar Heri.

Malah, menurut dia, buruknya fundamental tersebut terkesan ditutup-tutupi oleh Jokowi sendiri. Hal itu, ujar Heri, bisa dilihat dari rilis nota keuangan tahun 2019.

"Mereka mengatakan terjadi defisit sampai 3 persen. Apa yang terjadi? Nota keuangan yang disampaikan dengan anggaran lebih dari 2.400 triliun bukannya membuat mata uang rupiah membaik, malah terus menurun," katanya.

Contoh lain, ungkap Heri terjadi defisit transaksi. Bank Indonesia (BI) pun intervensi dengan mengoreksi 105 basis poin. Tapi nyatanya, apa yang dilakukan oleh BI justru tidak mengangkat pasar.

"Kalau saja fundamental ekonomi yang dibangun kuat, tidak terjadi seperti sekarang ini," katanya.

Editor: Surya