Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dua Merek Fesyen Indonesia Jajal Pasar Pakaian Pria di AS
Oleh : Redaksi
Rabu | 22-08-2018 | 10:52 WIB
old-blue-co1.jpg Honda-Batam
Old Blue Co, salah satu merek fesyen lokal Indonesia untuk menjajal pasar pakaian pria di Amerika Serikat (AS).

BATAMTODAY.COM, Los Angeles - Indonesian Trade Promotion Center Los Angeles (ITPC LA) mengusung dua merek fesyen lokal Indonesia untuk menjajal pasar pakaian pria di Amerika Serikat (AS) melalui pameran 'Liberty Fashion and Lifestyle Fairs' pada 13?15 Agustus 2018 di Las Vegas, AS.

Dilansir situs resmi Kemendag, kedua merek tersebut yaitu Old Blue Co dan Unionwell. Pameran ini juga menampilkan berbagai merek pakaian pria internasional kelas atas yang telah diseleksi seperti Karl Lagerfeld Paris, Levi's Strauss & Co, John Varvatos, Tommy Bahama, dan Hugo Boss.

"Partisipasi Old Blue Co dan Unionwell merupakan salah satu upaya ITPC LA memperkenalkan merek pakaian Indonesia ke pasar AS dan menangkap peluang dari tren pakaian pria yang dinamis di AS. ITPC LA juga akan terus mencari cara-cara inovatif lainnya untuk mendukung penetrasi merek Indonesia ke pasar AS," kata Kepala ITPC LA, Antonius A Budiman.

Pada periode Januari–Juni 2018, impor produk luaran (outerwear) dan celana pria AS dari dunia sebesar USD4,2 miliar atau meningkat 2,8% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang tercatat sebesar USD 4,1 miliar. Periode Januari–Juni 2018, Indonesia merupakan negara asal impor ke-5 untuk produk pakaian pria AS yang tercatat senilai USD138,7 juta atau meningkat 4,4% dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang sejumlah USD 129,6 juta.

Selama pameran, Unionwell menghadirkan fesyen gaya pakaian jalanan pengguna sepeda motor seperti jaket kulit, jaket kain, kaos sablon, dan berbagai aksesori dengan menampilkan ciri khas Indonesia. Menurut beberapa buyer, merek Unionwell memiliki potensi yang sangat baik untuk diterima pasar AS.

Kualitas produk dan desainnya yang unik yang mencerminkan gaya subkultur sepeda motor vintage AS, menciptakan tren sendiri. Selain itu, pemilihan nama Unionwell juga memberi kesan yang sangat kuat dan bernilai jual tersendiri di pasar AS.

"Ekspektasi buyer yang tinggi kami jadikan sebagai pembelajaran untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan produk sehingga Unionwell bisa semakin siap melakukan penetrasi pasar ke AS," ungkap salah satu pemilik Unionwell, Pramadita Tasmaya.

Sedangkan Old Blue Co menampilkan celana jins berbahan raw denim dengan ciri khas yang berat dan tidak banyak diproses. Tema desain utama dari merek ini berasal dari budaya denim yang digunakan penambang jaman dulu.

Selama pameran, Old Blue Co juga mendapatkan respons yang positif dan beberapa buyer skala grosir sudah melakukan trial order. "Banyak buyer potensial atau pengamat produk denim yang tidak menyangka bahwa celana jins ini buatan Indonesia. Hal ini karena pada umumnya penjual produk celana jins berbahan raw denim yang berkualitas tinggi berasal dari AS, Jepang, dan Eropa. Namun, produk-produk Old Blue Co berhasil
membuktikan bahwa produk Indonesia bisa sejajar dengan produk-produk berkelas dunia lainnya," ujar pendiri Old Blue Co, Ahmad Hadiwijaya.

Ahmad juga menyampaikan bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh dengan mengikuti pameran ini. "Pameran ini sangat bermanfaat karena kami menemukan cukup banyak buyer yang relevan sesuai dengan sasaran segmen Old Blue Co," imbuhnya.

Tren fesyen denim kembali melonjak di tahun 2018 setelah sebelumnya sempat menurun akibat kompetisi dengan 'leggings' dan celana yoga. Namun kenyamanan dan fungsionalitas denim saat ini setara dengan tren pakaian olahraga yang digunakan sehari-hari, membuat denim kembali digemari.

Konsumen AS juga semakin tertarik dengan denim bergaya vintage dalam pembuatannya yang tidak terlalu banyak proses atau pencucian. Denim dan pakaian kasual lainnya memegang pangsa pasar pakaian pria di AS sebesar 57,1% dan diperkirakan akan terus bertumbuh.

Selain denim, pakaian bergaya jalanan juga kembali menjadi tren fesyen. Rumah mode besar seperti Louis Vuitton dan Gucci juga turut mempopulerkan dengan melakukan kolaborasi bersama desainer dan merek Streetwear. Selain itu, meningkatnya kemampuan membeli (spending power) generasi muda saat ini memberikan andil yang cukup besar terhadap peningkatan tren pakaian bergaya jalanan.

Kunci kesuksesan fesyen pakaian jalanan adalah eksklusivitas produk, kemampuan untuk membentuk komunitas sekaligus mendorong autentisitas pembeli, serta kemampuan merek untuk menemukan kolaborasi yang sesuai dengan rumah mode maupun merek lainnya.

Platform digital juga sangat menentukan kesuksesan fesyen pakaian pria. "Misalnya dengan mengoptimalkan penggunaan web; media sosial; influencer besar seperti atlet dan selebritas; pemasaran melalui pos elektronik yang ditargetkan pada audiens pria; serta forum lainnya seperti Reddit," pungkas Antonius.

Diprediksi Naik 1,4%

Pada periode tahun 2017?2022, tren pasar pakaian pria di AS diperkirakan naik 1,4%. Nilai ini lebih tinggi dari pertumbuhan pasar pakaian wanita yang sebesar 0,8%.

Sedangkan pasar grosir pakaian pria di AS tercatat sejumlah USD48,8 miliar dengan keuntungan yang diperoleh pelaku pasar dan industri senilai USD2,4 miliar.

Sementara itu, pertumbuhan pasar ritel pakaian pria AS tahun 2018 diprediksi
sebesar USD74,8 miliar atau naik 20,5% dibandingkan tahun 2013 yang sejumlah USD 62,1 miliar.

Editor: Gokli