Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

IPPP Ubah Pandangan Negara Pasifik terhadap Indonesia dan Papua
Oleh : Irawan
Selasa | 24-07-2018 | 09:16 WIB
parlemen-IPPP.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fadli Zon didampingi Ketua BKSAP Nurhayati Assegaf dan dua Anggota DPR asal Papua menggelar konferensi pers mengenai hasil IPPP di Hotel Grand Hyatt Jakarta

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Indonesia-Pacific Parlementary Partnership (IPPP), konferensi Indonesia dengan Parlemen Negara Pasifik yang diselenggarakan di Jakarta pada 23-24 Juli 2018, telah mengubah pandangan atau paradigma Negara Pasifik terhadap Indonesia, khususnya mengenai isu Papua.

Mereka mengaku salah paham selama ini, menerima informasi tidak benar mengenai Indonesia dan Papua. Negara-negara Pasifik juga berkomitmen untuk mendukung Papua dalam bingkai NKRI.

"Mereka mengaku salah paham terhadap Indonesia, dan ternyata Indonesia tidak seperti yang digembar-gemborkan kejelekannya, terutama soal Papua. Mereka berharap Indonesia bisa mengambil peran terhadap Negara Pasifik, yang selama ini diambil oleh negara lain. Dan mereka berterima kasih telah diundang ke Jakarta," kata Fadli Zon, Wakil Ketua DPR dalam konferensi pers hasil IPPP di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Senin (23/7/2018) malam.

Menurut Fadli, masalah Papua memang tidak dibahas secara khusus di IPPP, namun mereka berkomitmen mendukung sikap Indonesia terhadap Papua. "Negara Pasifik yang mendukung Papua Merdeka itu hanya satu-dua saja, tidak banyak dan tidak semua. Sebagian besar Negara Pasifik tidak mendukung Papua Merdeka, itu komitmen mereka dari pertemuan IPPP ini," katanya.

Di forum , lanjut Fadli, ini mereka meminta maaf terhadap dukungan Papua Merdeka karena ketidaktahuan tentang Papua sebenarnya. Mereka menyatakan info yang didapatkan sepotong-potong sehingga terbujuk untuk menyatakan Papua merdeka. "Setelah mendapat info yang lengkap di forum ini, maka mereka menyatakan tidak akan mengungkit soal Papua merdeka lagi," katanya.

Fadli menegaskan, DPR akan mengawal hasil pertemuan IPPP sesuai kesepakatan yang telah dicapai. Bahkan DPR akan menginisiasi akan melanjutkan pertemuan IPPP digelar di Negara Pasifik secara berkala.

"Kita sedang merancang untuk melanjutkan pertemuan ini, kita tentu tidak ingin pertemua sampai di sini atau di Jakarta saja. Kita masih bahas pertemuan lanjutan IPPP di Negara Pasifik, waktunya kapan nanti kita bahas. Prinsipnya DPR akan menginisiasi agar hasil-hasil IPPP bisa dijalankan sesuai kesepakatan yang telah dicapai," kata Ketua Tim Diplomasi Parlemen Indonesia ini.

Fadli menegaskan, IPPP merupakan forum ini merupakan inisiatif DPR sekaligus terobosan penting diplomasi parlemen untuk mendukung kepentingan Indonesia di tengah-tengah negara tetangga di Kawasan Pasifik. Konferensi ini dipimpin Fadli Zon selaku Ketua Sidang didampingi Ketua Parlemen Fiji Dr Jiko Luveni, dihadiri 14 negara pasifik.

Fadli menjelaskan, meski secara geografis berdekatan, berada di tengah lautan yang sama, selain kerja sama bilateral, selama ini Indonesia belum memiliki forum khusus dalam berhubungan dengan negara-negara Pasifik yang bertetangga langsung.

Forum yang adalah (Inter-Parliamentary Union) IPU, ataupun Asia-Pacific Parliamentary Forum (APPF), termasuk beranggotakan negara-negara Pasifik. Namun, forum tersebut terlalu luas, dan anggotanya terlalu banyak, sementara kebutuhan kerja sama antara Indonesia dengan sejumlah negara Pasifik sangat spesifik.

Itu sebabnya, politisi Partai Gerindra itu menilai IPPP merupakan sebuah terobosan penting. Mengingat negara-negara Pasifik umumnya menganut sistem parlementer, tentu diplomasi parlemen perlu mengambil peranan penting di dalamnya. Jadi, bukan tanpa alasan ketika inisiatif lahirnya forum ini berasal dari DPR RI.

Indonesia menganggap negara-negara Pasifik sebagai mitra penting, bukan hanya karena kedekatan geografis, tetapi juga dalam hal potensi yang dimiliki bersama untuk pembangunan berkelanjutan.

"Indonesia dengan Pasifik merupakan tetangga terdekat yang berbatasan wilayahnya, namun kontak parlementer sangat jarang sekali terjadi," katanya.

Dari 14 negara yang hadir, semua negara sepakat lautan tak seharusnya dijadikan tembok pemisah, melainkan seharusnya dijadikan alat pemersatu. Indonesia, bersama dengan tetangga-tetangganya di Pasifik, merupakan satu benua biru, sebuah benua maritim.

Itu sebabnya tema pembangunan manusia dan maritim dijadikan tema IPPP. Bagaimanapun, perekonomian Indonesia dan Negara-negara Pasifik memang sangat terikat dan tergantung pada 'Blue Economy'.

"Sebagai negara kepulauan, Indonesia dan negara-negara Pasifik memiliki potensi ekonomi dan sumber daya laut yang tak tertandingi. Namun, potensi tersebut juga datang dengan tantangan, seperti perubahan iklim, naiknya permukaan air laut, meningkatnya limbah plastik, yang semuanya perlu diatasi. Semua negara Pasifik yang hadir berpandangan masalah-masalah tadi akan lebih mudah diatasi jika ada kemitraan di kawasan, " katanya.

Fadli menambahkan, hampir semua delegasi dari negara yang hadir menyampaikan forum ini sebenarnya terlambat. Artinya, sebagai negara besar, Indonesia seharusnya sudah sejak lama menjadi inisiator forum kerja sama seperti ini. Semua negara sebenarnya sudah lama memimpikan ada forum kerja sama semacam ini dengan Indonesia, yang mereka sebut sebagai 'kakak'.

"Mewakili DPR, saya merasa senang sekali atas pujian tersebut. Apalagi, pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, sangat antusias dan berterima kasih atas inisiatif DPR ini," ujarnya.

Ia pun berharap, forum ini tak berhenti hanya di sini, di level strategis semata. Forum ini harus dilanjutkan di tahun-tahun mendatang dan ditindaklanjuti oleh berbagai kerja sama yang lebih teknis.

"Sekali lagi, ini adalah sumbangan diplomasi parlemen untuk mendukung kepentingan diplomasi Indonesia di tengah-tengah negara Pasifik yang bertetangga," tandas Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan ini.

Fadli menambahkan diplomasi parlemen ini sebagai upaya mendukung diplomasi pemerintah untuk mengembangkan kerja sama kemitraan dengan Negara-negara di Kawasan Pasifik.

"Forum ini sebagai upaya mendukung diplomasi Pemerintah dalam mencari terobosan baru untuk mengembangkan kerja sama kemitraan di berbagai bidang, khususnya ekonomi dengan negara-negara di Kawasan Pasifik," jelasnya.

Pemberdayaan perempuan
Sementara itu, Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Nurhayati Ali Assegaf menyatakan, Negara-negara Pasifik ingin belajar mengenai pemberdayaan perempuan dari Indonesia dalam berbagai bidang terutama politik dan ekonomi.

Menurutnya, kemajuan peran perempuan Indonesia telah menginspirasi perempuan-perempuan di Negara Pasifik untuk berperan lebih, terutama peran perempuan di parlemen.

"Mereka menyatakan ingin belajar tentang cara Indonesia membuat kuota untuk perempuan di parlemen," kata Nurhayati.

Nurhayati mengatakan, soal perempuan memang masuk dalam materi pembahasan yang tidak untuk ibu-ibu saja, tetap melainkan juga wanita muda dan anak-anak, selain tentang peningkatan kesehatan mereka, juga kesejahteraan dan pendidikan.

Sebenarnya soal perempuan di parlemen ini, bagi mereka tidak asing. Hanya saja melihat Indonesia perempuan ada banyak di parlemen, membuat inspirasi mereka tentang parlemen di negara mereka, dimana perempuan harus dilibatkan.

"Misalkan bagi negara Fiji tidak asing karena di negara ini ada anggota parlemen wanita, tapi Negara Pasifik lainnya jarang," kata Politisi Partai Demokrat ini.

Editor: Surya